Kisah Ibrahim Al Wasithi dan Kerikil Yang Menjadi Saksi

Kisah Ibrahim Al Wasithi dan Kerikil Yang Menjadi Saksi


Ibrahim Al Wasithi adalah seorang Ulama sufi yang hidup pada abad keempat Hijriah. Suatu ketika, saat sedang berdiri wuquf di padang Arafah, ia menemukan seonggok batu kerikil yang biasa digunakan untuk melempar jumrah. Ibrahim Al Wasithi pun mengambil tujuh butir kerikil ke dalam genggamannya. Ia memandang kepada ketujuh kerikil tersebut seraya berkata, "Saksikanlah olehmu bahwa aku berikrar Asyhadu An Laa Ilaaha Illallaah wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullaah.".

Batu kerikil jumrah
ilustrasi via labbaik.id

Setelah melakukan itu, ia menjalankan aktivitas lainnya hingga akhirnya ia tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi seolah-olah telah terjadi hari kiamat. Ia pun dihitung amalannya dan diputuskan masuk neraka. Para malaikat pun datang menyeretnya.

Ketika para malaikat menyeretnya sampai di depan pintu neraka, tiba-tiba sebuah batu terjatuh di depan pintu neraka. Para malaikat berusaha untuk mengangkat dan menyingkirkannya, namun mereka tak mampu untuk mengangkatnya.

Maka, para malaikat segera menggiring Ibrahim Al Wasithi melewati pintu neraka lainnya. Pada saat hendak memasuki pintu, jatuh lagi sebuah batu yang menghalangi mereka masuk. Para malaikat pun berusaha untuk mengangkatnya lagi, namun mereka tidak mampu juga.

Maka, Ibrahim Al Wasithi dipindahkan melalui pintu neraka yang lainnya lagi, namun kejadian yang sama terulang lagi, tiba-tiba ada batu yang jatuh menghalangi jalan mereka. Begitu terus menerus sampai tujuh pintu neraka tertutupi oleh tujuh batu (kerikil) kesaksian tersebut.

Akhirnya, para malaikat membawa Ibrahim Al Wasithi sampai di bawah 'Arasy. Para malaikat mengadu, "Ya Ilahi, Engkau Maha Mengetahui perkara hambaMu ini. Sesungguhnya kami tak dapat menemukan sebuah jalan ke neraka bagi laki-laki ini".

Allah SWT berfirman, "Wahai hambaku!, kerikil-kerikil itu telah menjadi saksi bagimu. Kerikil-kerikil itu tidak akan menghilangkan apa yang menjadi hakmu, lalu bagaimana Aku akan dapat menghilangkan hak-hakmu sedangkan Aku adalah Zat Yang Maha Menyaksikan para saksi-saksimu. Masuklah kau ke dalam surga!". 

Ketika Ibrahim Al Wasithi dekat gerbang surga, mendadak pintu surga terkunci. Maka datanglah persaksian kalimat Laa Ilaaha Illallaah sehingga pintu-pintu surga terbuka lebar, dan Ibrahim Al Wasithi pun masuk ke dalam surga. Demikianlah kisah dalam mimpi Ibrahim Al Wasithi dan kerikil-kerikil yang menjadi saksi baginya hingga ia selamat dari neraka dan masuk ke dalam surga. Wallahu A'lam

Selengkapnya
Hakikat Niat dalam Ibadah dan Perbuatan Mubah

Hakikat Niat dalam Ibadah dan Perbuatan Mubah


Dalam kitab Safinatun Naja (kitab yang sering dikaji di pesantren-pesantren NU) disebutkan bahwa niat adalah "Qasdus Syai'i muqtaranan bifi'lihi wamahalluha al qalb watalaffudzu biha sunnah". Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa niat adalah menyengaja untuk melakukan sesuatu (perbuatan/ibadah), yang dilakukan berbarengan dengan perbuatan tersebut, dan tempatnya (niat) adalah di dalam hati, sedangkan melafadzkan niat adalah sunnah.

Jadi jelas bahwa tempat niat adalah di dalam hati, bukan sekedar dalam ucapan lisan. Ucapan dalam lisan (nawaitu/ushalli) disunnahkan agar dapat membantu supaya niat mudah dikrentegkan (dihadirkan) dalam hati. Namun di kalangan orang awam masih banyak yang salah kaprah dalam memahaminya. Kadang kala mereka berniat dalam lisannya namun hatinya masih kosong belum ada krenteg niat. Padahal kalau pun ia tidak mengucapkan niat dalam lisan namun sudah dikrentegkan dalam hati, maka perbuatan (ibadah) kita sudah sah, di samping harus memenuhi beberapa syarat dan rukun lainnya. Meski demikian, sebagai kesunnahan (menurut madzhab Syafi'i dan Hambali) niat dapat diwujudkan pula dalam ucapan lisan (dilafadzkan).

Hakikat niat

Hakikat Niat dalam Ibadah dan Perbuatan Mubah


Hakikat niat bukan terletak pada ucapan seseorang melalui lisannya "nawaitu" akan tetapi ia merupakan dorongan dalam hati dan berfungsi ketika hati telah tertembus oleh hidayah dari Allah SWT. Di saat tertentu hal itu mudah diperoleh dan di saat lain, sulit untuk memperolehnya. Orang yang hatinya terbiasa menjalankan perintah agama, maka mudah baginya untuk menghadirkan niat menuju kebaikan. Berangkat dari segi inilah biasanya dapat menimbulkan motivasi untuk berbuat baik bahkan sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Namun bagi orang yang condong pada dunia dan dia tunduk oleh hawa nafsunya, maka hal demikian tidak mudah baginya, bahkan untuk melaksanakan hal-hal yang bersifat fardhu sekalipun, kecuali jika dipaksakan.

Dalam haditsnya yang terkenal, diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA, Rasulullah SAW pernah bersabda:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

"Setiap perbuatan hanyalah bergantung pada niat, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkan. Maka barang siapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yang berhijrah untuk duniawi maka dia akan memperolehnya, atau kepada perempuan yang akan dia nikahi, maka hijrahnya itu kembali pada apa yang diinginkannya" (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Syafi'i berkata, "Hadits (dari Umar) tersebut adalah sepertiga dari seluruh ilmu". Pengertian dari sabda Nabi bahwa "Setiap perbuatan hanya bergantung pada niat" mengandung makna bahwa kesalehan suatu amal perbuatan yang tidak bertentangan dengan sunnah itu disebabkan oleh niat yang baik (lurus). Dan maksud dari sabda beliau, "Setiap orang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan" adalah bahwa pahala orang yang beramal itu sesuai dengan niatan baiknya (saleh), yang terkumpul dan terproyeksi lewat amal-amal perbuatan.

Adapun sabda Rasul yang berbunyi, "Maka barang siapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yang berhijrah untuk duniawi maka dia akan memperolehnya, atau kepada perempuan yang akan dia nikahi, maka hijrahnya itu kembali pada apa yang diinginkannya", maka arti dari semua itu, setelah kaidah pertama ditetapkan, Rasul menyebutkan satu contoh berkenaan dengan amal-amal perbuatan yang bentuknya terlihat sama, namun sebenarnya berbeda.

Perlu ditegaskan kembali bahwa setiap niat yang baik tidak dapat memutar kemaksiatan dari porosnya. Oleh karenanya, sabda Nabi SAW tidak boleh diartikan bahwa perbuatan mungkar bisa menjadi ma'ruf disebabkan oleh niatnya. Sabda Rasulullah itu hanya diterapkan khusus untuk amalan-amalan yang bersifat ketaatan (ibadah) dan yang bersifat mubah, karena ketaatan suatu saat dapat pula berbalik menjadi maksiat disebabkan niat yang buruk. Di lain pihak, perkara mubah bisa menjadi suatu amalan yang baik (taat) atau maksiat juga karena niatnya. Adapun maksiat sendiri tidak akan berbalik menjadi ketaatan oleh niat yang baik. Dan kemaksiatan yang diikuti oleh niat yang buruk, dan ada unsur kesengajaan, maka berlipat ganda pula dosa dan siksanya di akhirat kelak.

Nilai ketaatan (ibadah ritual murni) berhubungan erat dengan niat, baik dalam hal keabsahannya maupun untuk melipatgandakan pahala. Pada dasarnya, niat yang baik itu merupakan perbuatan yang semata berdiri di atas keinginan untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT. Jika sedikit saja terkontaminasi oleh rasa riya', maka rusaklah semua unsur kebaikannya sehingga menjadi suatu kemaksiatan. Di sisi lain, bila mengharapkan mendapatkan balasan pahala yang besar, maka harus diimbangi dengan peningkatan intensitas dan kualitas niatnya. Lain halnya dengan perkara yang mubah, untuk mengubahnya menjadi perbuatan taqarrub kepada Allah (ibadah non ritual), dan memperoleh derajat yang tinggi di sisiNya, maka harus disertai dengan niat yang baik.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab RA berkata, "Perbuatan yang paling utama adalah menunaikan apa yang telah difardhukan (digariskan) Allah SWT, berhati-hati dan menjaga diri (wara') dari apa yang diharamkan Allah dan kesungguhan niat untuk mencapai apa yang ada di sisiNya (diridhaiNya)".

Di antara para Ulama Salafus Shalih ada yang berpendapat, "Sering terjadi suatu perkara yang sepele (ringan) berubah menjadi besar (berat nilainya) karena niat, dan sebaliknya perkara yang berat bisa menjadi ringan karena niat pula".

Yahya bin Katsir pernah berkata, "Pelajarilah niat baik, karena niat itu lebih cepat sampai (kepada Allah) daripada amal perbuatannya".


Selengkapnya
Keutamaan Qiyamullail (Tahajud) Menurut Para Ulama

Keutamaan Qiyamullail (Tahajud) Menurut Para Ulama


Malam adalah waktu yang paling baik bagi seorang hamba untuk bermunajat kepada Tuhannya. Di dalamnya sangat dianjurkan bagi seorang Muslim untuk menjalankan ibadah qiyammullail, shalat tahajjud dan berdzikir mendekatkan diri kepada Yang Agung Sang Pencipta Alam Semesta ini. Dalam KalamNya Allah berfirman:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

"Dan pada sebagian malam hari bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (QS. Al Israa’: 79)

Dalam ayat di atas Allah menegaskan secara langsung mengenai perintah dan keistimewaan shalat tahajud beserta keutamaannya. Shalat tahajud adalah shalat sunnah yang sangat istimewa. Satu-satunya shalat sunnah yang perintahnya langsung disebutkan dalam Al Qur’an disertai dengan keutamaannya. Shalat Tahajud adalah salat sunnah yang dikerjakan di malam hari atau sepertiga malam setelah terjaga dari tidur. Shalat tahajud termasuk salat sunnah mu'akad (shalat yang dikuatkan oleh syara'). Karena dikerjakan setelah tidur, maka seseorang mesti tidur terlebih dulu sebelumnya. Shalat malam (tahajud) juga merupakan kebiasaan orang-orang shaleh yang hatinya selalu berdampingan dengan Allah SWT.

Shalat malam
ilustrasi

Selain ayat di atas, nash-nash Qur'ani lain yang menerangkan tentang Qiyamullail (tahajud) adalah:

"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya.." (QS. Al Muzammil, 20)

Dan firmannya, "Dan orang yang melalui malamnya dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhannya" (QS. Al Furqan, 64)

Sedangkan hadits Nabi SAW yang menerangkan tentang keutamaannya, di antaranya adalah sabda beliau:

"Shalat yang paling utama setelah shalat wajib ialah qiyamullail (shalat di tengah malam)" (HR. Muslim)

Selain itu juga dikuatkan oleh hadits yang berasal dari Aisyah yang berkata, "Adalah Rasulullah SAW melakukan shalat di antara shalat isya dan shalat fajar sebanyak sebelas rakaat, yang setiap dua rakaat diakhiri dengan salam, kemudian berwitir pada satu rakaat terakhir".

Diceritakan kepada beliau tentang orang yang tidur semalam suntuk tanpa mengingat untuk bershalat. Maka beliau mengatakan, "Orang tersebut telah dikencingi syetan di kedua telinganya" (Muttafaq 'Alaih, dari hadits Ibnu Mas' ud)

Dari Abu Hurairah RA, dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Syetan mengikat pada tengkuk tiap orang di antara kamu, ketika dia tidur, dengan tiga ikatan (simpul). Setiap simpulnya ditiupkan ucapannya, 'Bagimu malam yang panjang, tidurlah dengan nyenyak'. Maka apabila dia bangun dan menyebut nama Allah, terurailah satu simpul. Bila dia berwudhu, terurailah satu simpul lagi dan ketika dia shalat, maka terurailah simpul terakhir. Lalu di pagi harinya dirinya menjadi segar, bersemangat dan hatinya pun terang. Jika tidak, maka di pagi hari jiwanya dililit kekalutan dan malas untuk beraktivitas"(Muttafaq 'alaih)

Qiyamullail (Shalat tahajud) Menurut Para Ulama


Syahdan, ketika orang-orang sudah terlelap dalam tidurnya, Ibnu Mas' ud justru mulai bangun untuk shalat tahajjud, sehingga terdengar seperti suara dengungan lebah, sampai menjelang fajar menyingsing.

Ditanyakan kepada Hasan Al Bashri, "Mengapa orang-orang yang suka bertahajjud itu wajahnya paling bercahaya di antara orang lain?". Dia menjawab, "Karena mereka suka berduaan bersama Allah Yang Maha Rahman, maka Allah menyelimuti mereka dengan cahayaNya".

Hasan Al Bashri juga pernah berkata, "Sesungguhnya orang yang telah melakukan dosa, akan terhalang dari qiyamullail. Ada seseorang bertanya kepada orang shaleh, "Saya tidak dapat bangun untuk qiyamullail, maka beritahukanlah apa yang harus saya lakukan?". Orang shaleh itu berkata, "Jangan engkau bermaksiat kepadaNya pada waktu siang, niscaya Dia akan membangunkanmu untuk beribadah kepadaNya, di waktu malam".

Di dalam suatu riwayat dari Sufyan Ats Tsauri mengatakan, "Aku terhalang untuk melakukan qiyamullail selama lima bulan, akibat dari satu dosa yang aku lakukan".

Abu Sulaiman berkata, "Malam hari bagi orang yang setia beribadah di dalamnya, itu lebih nikmat daripada permainan bagi mereka yang suka hidup bersantai-santai. Seandainya tanpa malam, aku tidak suka tinggal di dunia ini.".

Ibnu Munkadir berkata, "Bagiku, kelezatan dunia ini hanya ada pada tiga perkara, qiyamullail, bersilaturrahmi dengan ikhwan dan shalat berjamaah".

Ibnul Mubarak berkata dalam bait syairnya:

"Saat malam tiba berselimut gulita
Kala manusia lain lelap dalam tidurnya
Mereka lawan beratnya malam dengan ibadah
Untuk merebak cahaya Yang Kuasa
Rasa takut kepadaNya menerbangkan kantuk mereka
Sedang orang yang merasa aman dari murkaNya
terbuai dalam mimpi-mimpinya".

Selengkapnya
Keajaiban dibalik Ibadah Haji

Keajaiban dibalik Ibadah Haji

Ibadah haji di Makkah
ibadah haji di tanah suci, via pixabay.com

Bulan Dzulhijjah merupakan salah satu di antara bulan-bulan mulia bagi umat Islam. Selain identik dengan perayaan hari raya Idul Adha dengan menyembelih hewan kurban, di bulan dzulhijjah juga dijalankan kewajiban beribadah haji di tanah suci sebagai rukun Islam yang kelima bagi setiap muslim yang telah mendapat panggilan (mampu). Dalam Al Qur'an Allah berfirman:

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ  

"Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh," (QS: Al-Hajj, 27)

Ketika menafsiri ayat di atas, dalam tafsir Jalalain disebutkan:

(Dan berserulah) serukanlah (kepada manusia untuk mengerjakan haji) kemudian Nabi Ibrahim naik ke puncak bukit Abu Qubais, lalu ia berseru: 

"Hai manusia! Sesungguhnya Rabb kalian telah membangun Baitullah dan Dia telah mewajibkan kalian untuk melakukan haji, maka sambutlah seruan Rabb kalian ini".

Kemudian Nabi Ibrahim menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri serta ke arah Timur dan ke arah Barat. Maka menjawablah semua orang yang telah ditentukan baginya dapat berhaji dari tulang-tulang sulbi kaum lelaki dan rahim-rahim kaum wanita, seraya mengatakan: 

"Labbaik allaahumma Labbaika", artinya: Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu, Ya Allah, kami penuhi panggilan-Mu. 

Sedangkan Jawab dari Amar yang di muka tadi ialah (niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki) lafal Rijaalan adalah bentuk jamak dari lafal Raajilun, wazannya sama dengan lafal Qaaimun yang bentuk jamaknya adalah Qiyaamun; artinya berjalan kaki (dan) dengan berkendaraan (dengan menaiki unta yang kurus) karena lamanya perjalanan; lafal Dhamirin dapat ditujukan kepada jenis jantan dan betina (mereka datang) yakni unta-unta kurus itu yang dimaksud adalah orang-orang yang mengendarainya (dari segenap penjuru yang jauh) dari daerah yang perjalanannya sangat jauh.

Baca juga: Kisah Nabi Ibrahim dan Asal Usul Hari Raya Kurban

Dari ayat di atas diketahui bahwa ibadah haji juga telah diwajibkan semenjak zaman Nabi Ibrahim As. Dalam ayat di atas juga terkandung tanda-tanda keajaiban (kemukjizatan), informasi dan keagungan manfaat yang begitu banyak di balik pensyariatan ibadah haji, di antaranya yaitu:

Bumi itu Bulat


Dalam ayat di atas terdapat kata " عَمِيْقٍ " yang berarti dalam (jauh). Penyebutan kata tersebut mengindikasikan akan kemukjizatan Al Qur'an sejak 1400 tahun yang lalu bahwa bumi itu bulat. Jikalau bumi itu datar sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang pada masa lalu atau pada masa turunnya Al Qur'an, maka redaksinya mestinya akan menggunakan kata " بَعِيْدٍ " yang artinya jauh (secara mutlak), sebab kata " بَعِيْدٍ " menunjukan jarak antara dua hal atau tempat dalam satu tingkatan. Namun karena bumi itu bulat dan orang-orang yang datang ke Makkah untuk beribadah haji berasal dari berbagai penjuru bumi dan dari arah yang berbeda-beda, maka Allah SWT pun menggunakan redaksi " مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ" (dari segala penjuru yang dalam/jauh).

Makkah Sebagai Pusat Bumi


Sebagai tujuan tempat ibadah haji dari berbagai penjuru bumi, tanah suci kota Makkah adalah pusat bumi di alam semesta, atau jantung dan sentral bumi. Fakta baru ini telah membutuhkan riset selama bertahun-tahun untuk membuktikannya. Selain itu, Makkah juga merupakan poros gravitasi magnetis yang bisa dikonfirmasikan dengan fenomena aneh yang pasti dirasakan oleh setiap orang yang datang ke Makkah dengan hati yang bertaubat, baik pada waktu haji maupun umrah. Secara naluri, ia akan merasa terpikat dengan segala sesuatu yang ada di sana. Tanahnya, pegunungannya, dan semua sudutnya, sampai-sampai jika memang seandainya bisa, ia pun akan meleleh dan menyatu bersama kota ini dengan segenap jiwa dan raganya. Dan ini merupakan sensasi perasaan yang sudah berlangsung sejak awal keberadaan bumi. Maka tidak heran jika para Ulama banyak yang berharap agar dapat meninggal dan dikuburkan di tanah suci Makkah ini.

Berbagai kalangan menilai bahwa perjalanan ibadah haji merupakan wisata penyucian dan penenangan diri yang mengandung manfaat-manfaat rohani maupun jasmani. Bagaimana mungkin orang yang berhaji tidak merasakan sensasi ketentraman dan ketenangan mental jika ia menjadi tamu Allah SWT yang Maha Mulia di antara Yang Paling Mulia, Yang Maha Mengampuni dosa para pendosa, dan Yang Maha mengabulkan doa orang-orang yang dalam tekanan. Oleh karenanya, setiap jamaah haji mestilah menjalankan setiap rangkaian ritual ibadahnya dengan segenap hati, memperhatikan setiap syarat, rukun dan segala ketentuan dalam praktek ibadah haji, dengan harapan nantinya ia mendapatkan haji mabrur yang diridhai Allah SWT.

Jalan kaki dalam ibadah haji
ritual dalam haji via pixabay.com

Ritual Haji yang Menyehatkan


Praktek ibadah haji mengandung unsur olahraga fisik yang menyehatkan, sebab setiap jamaah haji dituntut untuk berjalan pelan dan cepat secara bergantian. Dunia medis pun menetapkan bahwa berjalan merupakan olahraga yang paling baik, khususnya bagi orang-orang yang sudah berumur, karena berjalan bisa menambah oksigen, serta mengurangi kadar kolesterol di dalam darah dan mengurangi resiko terjangkit penyakit jantung. 

Ketika sampai di Makkah, jamaah yang lemah, sakit, maupun yang sudah tua (renta) akan merasa bahwa Allah SWT telah memberinya kekuatan besar yang menghilangkan kelemahan dan rasa sakit pada tubuh mereka. Ini adalah berkah kemurahan Allah SWT terhadap hamba-hambaNya yang beriman, yang sudah bukan rahasia umum lagi bagi kaum muslimin dan kita pun tidak lagi memerlukan dalil-dalil pembuktian. Olahraga jasmani selama ibadah haji efektif mengurangi berat badan, karena hal itu dapat membakar lemak, juga dapat mencegah kenaikan tekanan darah dan menunda kekeroposan tulang akibat hilangnya mineral di kalangan orang-orang tua. Wallahu A'lam

Selengkapnya
Tidur dan Mimpi dalam Tinjauan Medis

Tidur dan Mimpi dalam Tinjauan Medis


Secara umum dipahami bahwa tidur adalah kebutuhan manusia untuk mengistirahatkan tubuhnya. Menurut medis, pusat pengendali tidur terletak di dalam batang otak, tepatnya pada dasar otak. Ketika bagian ini mengalami kelelahan akibat aktivitas saat dalam keadaan terjaga, maka muncullah rasa letih dan mengantuk, dan inilah yang disebut dengan mekanisme tidur.

Tidur malam hari
via halodoc.com

Saat berbaring, seseorang begitu mudah segera tertidur. Jantung dan pernapasan melambatkan kerjanya, tekanan darah dan suhu tubuh menurun. Meski demikian, tidak bisa diketahui kapan tidur itu dimulai, bahkan dengan alat bantu EEC (electroenchephalogram) sekalipun. Tanda yang bisa diketahui kalau seseorang sudah tidur adalah hilangnya kesadaran atau tidak ada respon.

Ada dua jenis tidur yang khas, yakni gerakan mata cepat (Rapid Eye Movement atau REM) dan gerakan mata lambat (non Rapid Eye Movement atau nREM).

Saat seseorang mulai tidur dikenal sebagai fase tidur yang tenang, yakni nREM. Dalam tidur, fase REM dan nREM bergantian mengisi waktu tidur. Awalnya, fase nREM berperan dominan kurang lebih 90 menit. Kemudian berganti dengan fase REM selama 10 menit. Selanjutnya, fase nREM semakin singkat dan fase REM mengambil alih sebagian waktu tidur.

Tanda tidur REM adalah gerakan-gerakan kecil pada otot wajah dan tangan, kedua mata mulai bergerak cepat dari sisi kanan ke sisi kiri di bawah kelopak mata yang tertutup seperti melihat benda yang bergerak dan inilah yang disebut tidur nyenyak. Tidur yang baik adalah tidur yang menyelesaikan siklus REM dan nREM.

Pada tidur REM tidak ada dengkuran (sebab hanya terjadi pada tidur nREM), pernapasan menjadi berat, tekanan darah meningkat, dan denyut jantung semakin cepat seolah-olah sedang melakukan aktivitas fisik. Baik pada tahapan REM maupun nREM, bila tidurnya dibangunkan, menurut penelitian, maka yang bersangkutan sedang mengalami mimpi.

Selama tidur, tubuh mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Pengalaman yang biasa disebut dengan mimpi pada dasarnya adalah manifestasi dari perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan pola tidur dari REM ke nREM menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis yang penting, seperti jantung yang mulai berdebar lebih kencang, tekanan darah naik, dan otot-otot pun bergerak aktif.

Kejadian-kejadian tersebut diubah ke dalam bentuk visual yang dikomunikasikan oleh alam bawah sadar kepada yang tidur dalam bentuk simbol-simbol. Rangsangan suara atau aroma dapat ditangkap oleh alam bawah sadar dan dikomunikasikan dalam bentuk mimpi.

Dari uraian di atas diketahui bahwa tidur bukanlah mesti dipahami sebagai aktivitas untuk mengistirahatkan fisik dan relaksasi otot setelah beraktivitas, sebab istirahat dalam keadaan terjaga pun dapat memulihkan otot-otot, bahkan dalam keadaan tidur sebenarnya tubuh sering melakukan gerakan untuk melatih otot-otot bukannya melemaskannya.

Di samping itu, tidur juga bukanlah aktivitas untuk mengistirahatkan otak, sebab ketika dilakukan rangsangan elektronik otak, ternyata otak lebih aktif kala tidur dibanding saat dalam keadaan terjaga.

Selain itu, banyak sekali perbedaan antara tidur malam hari dan tidur pada siang hari. Tidur malam hari besar sekali faedahnya karena anggota tubuh memperoleh istirahat berlipat ganda yang diperolehnya daripada tidur siang hari. Sebabnya ialah bahwa tidur pada siang hari terganggu karena kebisingan suara dan cahaya yang kuat, dan semua itu mempunyai dampak keras terhadap alat syaraf.

Para ilmuwan juga menemukan bahwa kelenjar prospata dalam otak mengeluarkan element yang disebut milatonim yang berpengaruh langsung pada saat tidur. Suasana gelap menambah lancarnya element tersebut, sedangkan sinar dan cahaya yang menghambat kelancarannya. Oleh karenanya, saat tidur di malam hari disarankan untuk mematikan lampu agar tidur menjadi semakin berkualitas. Demikian sekilas mengenai tidur dan fenomena mimpi menurut tinjauan medis. Sumber dikutip dari tulisan Miftahul Asror, dalam The Dream. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Mengenal Narkolepsi, Serangan Tidur Secara Tiba-tiba

Selengkapnya