Dalam hidup, kita banyak disuguhi berbagai kisah yang menceritakan mengenai kesetiaan dan pengorbanan. Bahkan adakalanya kedua hal tersebut mesti diraih dengan menghinakan diri demi tergapainya tujuan yang mulia. Mungkin inilah tujuan yang hendak dicapai oleh Karna. Dalam tokoh pewayangan, Karna adalah kakak tertua dari para Pandawa. Meskipun begitu, dalam perang besar Mahabarata, ia justru berada di pihak yang berseberangan dengan para saudaranya, Pandawa. Ia menjadi pendukung besar pihak Kurawa, yang dipimpin Duryudana.
ilustrasi |
Karna adalah putra angkat dari kusir kerajaan Hastinapura, Adirata. Ia lahir dari Kunti, ibu para Pandawa, dengan ayah Batara Surya. Ia 'dibuang' oleh ibunya dengan cara menghanyutkannya ke sungai. Karna dibekali anting-anting dan sebuah baju sakti oleh ayahnya, Batara Surya. Konon baju sakti ini tidak akan mampu ditembus senjata sakti apapun. Diceritakan, Karna adalah seseorang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Meski terlihat angkuh, ia dikenal dermawan dan murah hati, terutama kepada fakir miskin dan kaum brahmana. Pada bagian akhir perang besar di ladang Kurusetra itu, Karna diangkat sebagai panglima pihak Kurawa, namun akhirnya gugur di tangan saudaranya sendiri, Arjuna.
Pada saat remaja, saat jati dirinya belum terungkap, ia berkesempatan mendapat pengalaman hidup bersama para pangeran dari Kurawa dan Pandawa. Hingga pada suatu hari, diadakanlah pertunjukan ketangkasan memanah yang diikuti oleh para pangeran Kurawa dan Pandawa. Dalam pertunjukan itu, Arjuna dari Pandawa berhasil membungkam lawan-lawannya dengan keahliannya memanah. Saat Karna hendak menantang Arjuna beradu keahlian memanah, Arjuna menolaknya mentah-mentah. Menurut Arjuna, Karna hanya seorang anak kusir dari kasta sudra, kasta yang terendah, maka tidak pantas baginya beradu kepandaian dengan seorang pangeran.
Merasa dihina oleh Arjuna, batin Karna bergemuruh menahan amarah, gemeretak giginya dan kepalan tangannya bahkan dapat dilihat oleh siapapun juga di tengah lapang di mana perlombaan memanah antar murid Durna itu diselenggarakan. Melihat bara kebencian dari mata Karna saat dihina Arjuna, pangeran Duryudana dari Kurawa memainkan siasatnya. Ia mengetahui potensi besar yang dimiliki Karna, sehingga ia pun mendekati Karna dan merangkulnya sebagai kawan. Bahkan Duryudana akhirnya memberi Karna jabatan sebagai Raja di sebuah negeri jajahan Kurawa bernama Awangga.
Kesetiaan Karna
Dari sini kita bisa melihat awal mula mengapa Karna yang tahu bahwa Duryudana sebetulnya bukanlah orang baik, namun ia justru sumpah setia terhadapnya. Kesetiaan Karna kepada Duryudana dan Kurawa telah diikat oleh persahabatan yang erat di antara keduanya. Bahkan saat terjadinya perang besar Bharatayuda, ia bersumpah setia untuk membela Kurawa sampai mati.
Dilihat dari kacamata orang awam seperti kita, kadang timbul pertanyaan mengapa Karna yang tahu arti kebenaran justru berada di pihak yang disimbolkan dengan keangkara murkaan. Ia tahu betul bahwa kebenaran di pihak Pandawa, yang nyata-nyata adalah saudaranya. Bahkan dengan sifat kesatrianya itu, tidaklah pantas baginya mendampingi Kurawa. Meskipun begitu, menurut pendiriannya, apa yang ia lakukan adalah semata-mata hanya ingin membalas budi pada orang yang pernah mendukung dan menolongnya, yakni Duryudana. Karena itulah, meski nyawa jadi taruhannya, ia tetap memegang teguh janji setia untuk tetap berada di barisan pendukung Duryudana di pihak Kurawa sepanjang hidupnya.
Pengorbanan Karna
Dikisahkan saat Kresna menjadi duta ke Hastinapura, ia pernah menemui Karna dan memintanya agar bergabung dengan Pandawa. Terlebih Karna juga sebenarnya sudah tahu bahwa dia adalah kakak tertua para Pandawa. Namun Karna menolak permintaan Kresna. Karna beralasan bahwa sebagai seorang kesatria, ia harus menepati janji bahwa ia akan selalu setia kepada Duryudana. Kresna juga telah menjelaskan kepada Karna bahwa dharma seorang kesatria yang lebih utama adalah menumpas keangkara murkaan. Namun Karna tetap teguh pada pendiriannya.
ilustrasi |
Dalam versi pewayangan Jawa, karena terus didesak oleh Kresna, Karna akhirnya terpaksa membuka rahasia bahwa ia tetap membela Kurawa agar supaya bisa menghasut Duryudana agar berani berperang melawan Pandawa. Ia yakin bahwa dengan kemenangan para Pandawa, angkara murka di Hastinapura juga akan hilang bersama dengan kematian Duryudana. Ia bahkan rela dirinya menjadi korban demi tertumpasnya keangkara murkaan. Ia juga siap dengan sepenuh hati menyerahkan dirinya sebagai tumbal demi kebahagiaan saudara-saudaranya, para Pandawa.
Saat meletusnya perang Baratayudha, Karna yang menjadi panglima perang Kurawa akhirnya tewas di tangan Arjuna. Saat menghadapi kematiannya, Karna dengan gagah beraninya tetap memegang senjata busurnya. Ia tewas bersamaan dengan hujan yang seketika turun. Sungguh sebuah ungkapan duka yang mendalam dari para dewata. Duka yang muncul karena mayapada telah kehilangan seorang manusia kinasih, yakni manusia yang menjaga janji dan kesetiaannya.
Labels:
Refleksi,
Seni Budaya
Thanks for reading Arti Kesetiaan dan Pengorbanan Karna. Please share...!
0 Komentar untuk "Arti Kesetiaan dan Pengorbanan Karna"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.