Mengulas Tokoh Wayang: Baladewa aka Balarama aka Kakrasana


Saya menulis artikel ini saat teringat akan sebuah film kartun dari India yang berjudul The Little Krishna. Akhir-akhir ini memang banyak kita jumpai film-film kartun buatan luar negeri seperti dari Malaysia dan juga dari India yang tayang di televisi kita. Khusus mengenai film The Little Krisna memang sudah tayang sejak beberapa waktu yang lalu. Namun di antara film-film kartun buatan negeri India yang tayang di tivi-tivi Indonesia, film kartun The Little Krishna inilah yang lebih menarik perhatian saya. Dari jalan cerita sebetulnya sama halnya dengan film-film kartun lainnya, bercerita tentang perjuangan melawan kejahatan dan keangkaramurkaan. Namun yang lebih menarik perhatian saya adalah tokoh-tokoh yang menjadi sosok protagonis di film kartun ini. 

Jika anda orang jawa yang memahami seni budaya jawa, ketika mencermati tokoh-tokoh utama di film kartun ini, mungkin ada yang langsung cukup familiar dengan tokoh-tokoh tersebut, tapi mungkin ada juga yang baru menyadari siapa sebenarnya jagoan-jagoan tokoh utama di film kartun ini. Jika dalam film kartun, tokoh-tokoh jagoan (yang diambil dari mitologi India) ini disebut Krisna dan Balaram, maka orang jawa mengenalnya dengan Kresna dan Baladewa alias Balarama. Memang yang menjadi tokoh utama di film ini adalah sosok si kecil Krisna, namun pada tulisan kali ini saya tertarik untuk mengulas sosok saudara Krisna yaitu Balaram alias Baladewa. Untuk tokoh Krisna mungkin akan saya ulas di lain waktu. 

Prabu Baladewa versi wayang dan India
Baladewa, versi wayang dan India

Baladewa aka Balarama aka Kakrasana


Melansir dari wikipedia, Baladewa (Baladeva)/ Balarama/ Balabhadra Halayudha dalam mitologi Hindu adalah tokoh sakti putra dari Basudewa dan kakak dari Krisna. Dalam filsafat Waisnawa dan beberapa tradisi pemujaan di India Selatan, Baladewa dipuja sebagai awatara kesembilan (versi lain menyebut ketujuh) di antara sepuluh Awatara dan termasuk salah satu dari 25 awatara dalam Purana. Beberapa kalangan Hindu juga berpandangan bahwa Baladewa adalah manifestasi dari Sesa, ular suci yang menjadi ranjang Dewa Wisnu. Baladewa juga dipuja bersama Sri Kresna sebagai kepribadian dari Tuhan yang Maha Esa yang dalam pemujaan mereka sering disebut "Krishna-Balarama". 

Sedangkan dalam pewayangan Jawa disebutkan, Baladewa adalah putra dari Prabu Basudewa, raja negara Mandura dengan permaisuri Dewi Mahendra atau Maekah. Ia lahir kembar bersama adiknya, Kresna, dan mempunyai adik lain ibu yang bernama Dewi Subadra atau Dewi Lara Ireng, puteri Prabu Basudewa dengan permaisuri Dewi Badrahini. Baladewa juga mempunyai saudara lain ibu bernama Arya Udawa, putra Prabu Basudewa dengan Nyai Sagopi, seorang swarawati keraton Mandura. Baladewa diyakini sebagai titisan dari Sanghyang Basuki, Dewa keselamatan. Disebutkan bahwa Baladewa berumur sangat panjang. Setelah selesai perang Bharatayuda, ia menjadi pamong dan penasehat bagi Prabu Parikesit, raja negara Astina setelah Prabu Kalimataya/Prabu Puntadewa, dengan gelar Resi Balarama. 

Masa Muda Baladewa


Menurut versi India, pada masa kecil ia bernama Rama. Namun karena kekuatannya yang luar biasa, ia disebut Balarama (Rama yang kuat) atau Baladewa. Baladewa menghabiskan masa kanak-kanaknya sebagai pengembala sapi bersama Kresna dan teman-temannya. Sementara dalam cerita wayang, sejak kecil Baladewa dan kedua adiknya diungsikan dan disembunyikan di kademangan Widarakandang, karena mendapat ancaman hendak dibunuh oleh Kangsadewa. Di sana, ia dan kedua adiknya diasuh oleh Demang Antyagopa dan nyai Sagopi. 

Baladewa yang pada masa remaja dipanggil Raden Kakrasana (Kokrosono) kemudian berguru kepada seorang resi jelmaan Batara Brahma di pertapaan Argasonya. Selesai berguru, ia diberi pusaka sakti yaitu senjata Nanggala yang berujud angkus, angkusa atau mata bajak, dan Alugara yang berwujud gada dengan kedua ujung yang runcing. Selain itu, ia juga mendapat kesaktian aji Jaladara, sehingga ia bisa terbang dengan kecepatan tinggi. Karena kesaktiannya ini, ia juga mendapat sebutan nama Wasi Jaladara.

Watak dan Ciri Fisik Baladewa


Baladewa dan Kresna
Baladewa dan Kresna, via mediaindonesia.com

Ciri fisik Baladewa seringkali digambarkan berkulit putih, khususnya jika dibandingkan dengan saudaranya, Narayana (Kresna), yang digambarkan berkulit biru gelap atau bercorak hitam. Meski berbeda warna kulit, Baladewa diceritakan selalu bersama dan akur dengan adiknya itu. Dalam cerita wayang ia sering disebut bule karena kulitnya yang putih. Baladewa digambarkan memiliki karakter keras hati dan mudah naik darah (marah), namun amarahnya itu mudah hilang jika apa yang dilakukan memang tidak benar. Ia juga sering terburu-buru dalam mengambil keputusan. Meski begitu, Baladewa juga seorang yang pemaaf dan raja yang arif bijaksana. Selain itu, ia juga berwatak jujur, berwibawa, dan mau menerima saran dan kritikan dari orang lain, terutama dari adiknya, Kresna. Bahkan dalam berbagai lakon wayang ia seringkali bertekuk lutut di hadapan Kresna, yang selalu dapat mengendalikan amarahnya. Pertimbangan yang didapat dari adiknya ini juga selalu ia turuti. 

Sementara fisik Baladewa dalam wayang digambarkan berpenampilan brasak, dengan posisi muka langak, bermata kedhelen, berhidung sembada bermulut salitan dengan kumis yang tebal. Ia juga berjanggut dan bercambang. Ia mengenakan mahkota Makutha dengan perhiasan turidha, jamang susun tiga, jungkat piñatas, karawista, nyamat, bersumping mangkara dengan gelapan utah-utah pendek. 

Ia memiliki badan perkasa dengan rambut ngore dan memakai praba sebagai simbol kebesarannya sebagai raja di Mandura. Ia memakai ulur-ulur naga mamongsa, jangkahan raton dengan dua pasang uncal kencana, sepasang uncal wastra, dan clana cindhe. Ia juga mengenakan kampuh bermotif parang barong. Ia juga memakai atribut lain yaitu kelatbahu naga pangangrang, gelang columpringan dan mengenakan keroncong. Baladewa ditampilkan dengan muka dan badan putih atau muka berwarna merah dengan gembleng. Wanda Sembada, Geger, dan Bantheng.

Baladewa adalah tokoh yang sakti mandraguna, bahkan para dewa konon takut jika berhadapan dengannya. Baladewa memiliki fisik yang sangat kuat dan ia sangat mahir dalam olah ketrampilan menggunakan gada. Bima (Werkudara) dan Duryudana pun pernah berguru kepadanya. Selain memiliki dua pusaka sakti pemberian Batara Brahma, yaitu Nangggala dan Alugara, ia juga mempunyai kendaraan gajah yang bernama Kyai Puspadenta. Baladewa menikah dengan Dewi Erawati, putri Prabu Salya dengan Dewi Setyawati atau Pujawati dari negara Mandaraka. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putera bernama Wisata dan Wimuka.

Menjadi Raja Mandura dan Saat Perang Bharatayudha


Raden Kakrasana (Baladewa) naik tahta menjadi raja Mandura menggantikan ayahnya, yaitu Prabu Basudewa. Ia menjadi raja Mandura setelah diambil menantu oleh Prabu Salya, raja dari Mandaraka. Ia menikahi putri Prabu Salya, Dewi Erawati setelah dari pertapaan Argasonya, di mana ia juga dikenal dengan sebutan Wasi Jaladara. Pada waktu menikah itulah ia menggunakan nama Prabu Baladewa, sebab pada waktu perkawinannya ia dikerumuni oleh para dewa. Oleh para Dewa, ia juga diberi nama Kusumawalikita, Balarama dan Basukiyana. Sedangkan Hyang Narada memberikan nama Alayuda kepadanya. 

Sebelum meletusnya perang Baratayuda, sebetulnya Baladewa lebih dekat kepada Ngastina. Oleh karenanya ia juga lebih condong untuk memberikan dukungannya kepada pihak kurawa. Padahal jika dilihat dari segi kekeluargaan, harusnya Baladewa memihak Pandawa, sebab ia adalah saudara sepupu putra-putra Pandawa dan tarikan kekeluargaannya sebenarnya lebih kuat kesitu. Namun karena ia adalah menantu Prabu Salya dan merasa bahwa ia telah mendapatkan kemuliaannya di Ngastina, maka ia pun lebih condong mendukung Kurawa.

Melihat hal itu, adiknya, Kresna pun mengatur siasat. Kresna tahu bahwa Baladewa dengan kesaktiannya tidak ada tandingannya. Jika sampai ia ikut berperang di kubu para Kurawa, maka Pandawa bisa kalah. Maka sewaktu menjelang terjadinya perang Baratayuda, Kresna meminta Baladewa supaya bertapa di Grojogan Sewu. Versi lain juga mengatakan bahwa ketika Kitab Jitabsara ditulis skenarionya oleh para dewa tentang Perang Baratayuda, Kresna mengetahui bahwa para dewa merencanakan Baladewa akan ditandingkan dengan Raden Anantareja dan Baladewa akan mati. 

Ketika melihat catatan itu, Kresna ingin menyelamatkan kakaknya agar tidak ikut berperang, sebab kakaknya dan Anantareja pun sebetulnya juga tidak punya urusan dalam perang Baratayuda. Kresna pun kemudian menyamar menjadi kumbang. Ia terbang dan kemudian menendang tinta yang dipakai dewa untuk menulis. Tinta pun tumpah dan menutupi kertas yang ada tulisan Anantareja. Setelah itu kumbang jelmaan Kresna juga menyambar pena yang dipakai untuk menulis dan pena tersebut jatuh. Akhirnya skenario perang Baratayuda yang ditulis dewa dalam Kitab Jitabsara pun tidak ada tulisan tentang Raden Anantareja dan Prabu Baladewa.

Sebelum perang Baratayuda, Kresna membujuk Anantareja supaya bunuh diri dengan cara menjilat telapak kakinya sendiri, sehingga akhirnya Raden Anantareja mati sebagai tawur/tumbal kemenangan Pandawa. Sedangkan untuk Baladewa, Kresna bersiasat dengan meminta Baladewa bertapa di Grojogan Sewu. Dengan bertapa maka Baladewa tidak akan mendengar dan menyaksikan Perang Baratayuda, karena tertutup oleh suara gemuruh air terjun. Selain itu, Kresna juga berjanji akan membangunkannya nanti saat Baratayuda terjadi, padahal keesokan hari setelah ia bertapa di Grojogan Sewu terjadilah perang Baratayuda. Ketika pada suatu hari ia melihat bahwa di air terjun itu adalah darah, mendugalah ia bahwa perang Baratayuda telah terjadi. Setelah perang Baratayuda usai, Baladewa mendatangi negara Ngastina dan ia menjumpai bahwa keluarga Kurawa telah habis di medan perang. 

Akhir Hayatnya


Baladewa ditakdirkan berusia panjang. Ia hidup hingga satu masa setelah zamannya Pandawa dengan nama Resi Jaladara, dan ia juga merupakan salah satu syarat yang dibutuhkan dalam penobatan Parikesit di Negara Ngastina. Dikisahkan ketika ada kramandari Pringgadani  yang dipimpin Prabu Wesiaji (keturunan Brajamusti) selesai, Baladewa yang pada saat itu bernama Resi Jaladara atau Resi Balarama kehilangan senjata nenggala dan alugara secara misterius. Pada saat itulah ia merasa ada sasmita bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Maka Prabu Baladewa bersama dengan Dewi Wara Sembadra yang sudah berusia lanjut, mokswa bersama-sama. Ia mati moksa setelah punahnya seluruh Wangsa Wresni.

Sumber: wikipedia,
caritawayang.blogspot.com,
reogsenengbarengjatirejo.blogspot.com
Labels: Profil Tokoh, Seni Budaya

Thanks for reading Mengulas Tokoh Wayang: Baladewa aka Balarama aka Kakrasana. Please share...!

0 Komentar untuk "Mengulas Tokoh Wayang: Baladewa aka Balarama aka Kakrasana"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.