Sebuah Renungan: Kita dan Al Qur'an

Kitab suci Al Qur'an

Al Qur'an adalah kitab suci pedoman bagi umat Islam. Semua mengetahui akan hal itu. Namun pernahkah kita berkaca pada diri kita, sikap apa yang kita tunjukkan terhadap Al Qur'an?. Berikut ini ada beberapa kategori, termasuk dalam kategori manakah kita dalam poin-poin di bawah ini:

1. Sama sekali tidak mengenal atau bahkan tidak memiliki Al Qur'an.

2. Tidak bisa dan tidak pernah berusaha belajar agar bisa membaca Al Qur'an.

3. Memiliki dan bisa membaca Al Qur'an tetapi tidak pernah membacanya.

4. Bisa dan sering membaca Al Qur'an tetapi tidak memahami atau tidak pernah berusaha memahami maknanya.

5. Memahami Al Qur'an tetapi tidak mengamalkan ajarannya.

6. Memahami Al Qur'an tetapi menolak semua atau sebagian isinya. 

Dari poin-poin di atas, kita mesti bertanya kepada diri kita masing-masing, "Masuk kategori yang manakah saya?". Kalau tidak masuk kategori mana pun, syukur Alhamdulillah. Tetapi sebaiknya kita berendah hati dan jujur kepada diri sendiri. 

Marilah kita berimajinasi bahwa di akhirat nanti kita akan ditanya oleh Allah, "Berapa banyak buku yang telah kamu baca sepanjang hidupmu?". Anda mungkin akan menjawab dengan bangga, "Oh, tidak terhitung Ya Allah jumlah buku yang saya baca, bukankah perintahMu yang pertama adalah "iqra!".

Pertanyaan berikutnya, "Buku apa saja yang telah kamu baca?". Anda pun akan menjawab dengan bangga, "Oh, macamnya juga tidak terhitung Ya Allah, dari soal ekonomi, politik, budaya, sastra, teknologi, dan banyak lagi, sampai soal ramalan bintang dan berita-berita gosip pun saya baca. Itu pun tidak hanya berbahasa Indonesia tetapi juga dalam bahasa Inggris".

Pertanyaan ketiga, "Apakah dari sekian ribu buku yang kamu baca itu, termasuk Al Qur'an?". Ini yang kita perlu garis bawahi, kira-kira apa jawaban kita saat ditanya pertanyaan seperti itu. Kita pastinya akan sangat malu sekali kepada Allah kalau harus menjawab, "Wah, kecuali Al Qur'an Ya Allah, saya hanya pernah mendengar namanya, tetapi tidak pernah melihatnya, apalagi membacanya", atau mungkin seperti ini, "Waktu kecil saya pernah belajar membacanya Ya Allah, tetapi setelah dewasa saya tidak pernah lagi menyentuhnya". Na'udzubillahi min dzaalik. 

Al Qur'an diturunkan bukan untuk bacaan peribadatan semata, melainkan ia juga terkait dengan misi revivalisme Islam "li yukhrijan naasa minazh-zhulumaat ilan-nuur", untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Al Qur'an memberikan petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia agar mengubah diri dari kehidupan jahili menjadi kehidupan Islami. Dengan demikian Al Qur'an merupakan sumber nilai dan sumber hukum yang tertinggi. Karena fungsinya sebagai pedoman hidup itulah Al Qur'an harus dibaca, dipahami, dan dikaji secara mendalam, agar kebenaran Ilahi yang terkandung di dalamnya dapat digapai. 

Al Qur'an adalah sumber ilmu dan hikmah yang takkan pernah habis digali. Beribu tafsir ditulis, beribu kajian digiatkan, namun beribu misteri masih tetap tersembunyi. Al Qur'an adalah samudera yang menyimpan sejuta mutiara. Semakin diselami, semakin indah dan beragam mutiara yang ditemukan. Setiap kali kita membaca Al Qur'an, setiap kali pula kita memperoleh pengalaman spiritual baru sesuai dengan kondisi dan kebutuhan jiwa kita. Setiap kali kita mengkajinya, setiap kali pula kita temukan makna baru sesuai dengan perkembangan pemikiran dan wawasan keilmuan kita. Al Qur'an memang memberikan manfaat kepada setiap orang yang beriman sebatas kesiapan dirinya, hati dan pikirannya, spiritual dan intelektualnya.

Al Qur'an demikian tinggi nilainya bagi penyelamatan manusia, sampai-sampai Allah mengukur nilai waktu (malam) turunnya Al Qur'an lebih baik dan lebih berharga dari seribu bulan (khairun min alfi syahr), dan demikian tinggi kemuliaannya sampai-sampai para Malaikat yang jumlahnya tidak terhingga berbondong-bondong turun ke bumi mengiringi turunnya Al Qur'an. Suatu kesalahan yang amat besar apabila kita umat Islam mengabaikannya dan menyia-nyiakannya.

Pada masa lalu, kita melihat umat Islam Indonesia sangat intens menggeluti Al Qur'an, termasuk bahasa Arab sebagai ilmu prasyaratnya. Al Qur'an telah merasuk ke dalam kehidupan spiritual, intelektual, dan sosial mereka. Terbukti cukup banyak karya tulis para Ulama Indonesia pada masa lalu yang cukup berbobot dalam bahasa Arab. Namun pada masa berikutnya, tampaknya telah terjadi penurunan selama beberapa abad.

Pada masa kini, seiring dengan menjamurnya TPQ/ TPA dan juga kelompok belajar mengaji bagi orang dewasa, termasuk bagi manula, kita bisa kembali berharap, semoga semangat dalam mendalami Al Qur'an beserta segala pengetahuan dan ilmu di dalamnya dapat tumbuh dan berkembang kembali di kalangan generasi muslim masa kini. Memang masih banyak yang mesti kita lakukan untuk mendorong hal ini agar benar-benar terwujud, tetapi setidaknya ada bukti nyata yang bisa kita harapkan dan kita kembangkan. Mari kita tempatkan diri kita sebagai eksponen yang aktif dalam gerakan kembali kepada Al Qur'an ini. Tidak hanya sebatas slogan, tetapi wujudkan dalam aksi yang nyata. 

Dikutip dengan sedikit perubahan dari tulisan H. A. Fuad Effendy dalam Penyejuk Hati Penjernih Pikiran. 

Labels: Refleksi

Thanks for reading Sebuah Renungan: Kita dan Al Qur'an. Please share...!

0 Komentar untuk "Sebuah Renungan: Kita dan Al Qur'an"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.