Selain terkenal akan panorama dan keindahan alam perbukitannya, Kabupaten Wonosobo juga memiliki keragaman budaya lokal dan kesenian daerah yang menjadi ciri khasnya. Salah satu di antaranya adalah kesenian Tari Lengger atau Tari Topeng Lengger.
Tari Lengger termasuk jenis tarian yang dianggap sakral. Konon terciptanya tari Lengger merupakan akulturasi dari kebudayaan Hindu dan Budha dengan Islam yang dihasilkan oleh Sunan Kalijaga. Tarian ini sangat digemari oleh masyarakat saat itu, sehingga Sunan Kalijaga pun akhirnya menggunakannya sebagai media dalam mensyiarkan Islam kepada masyarakat. Karena daya tariknya, tari lengger masih dilestarikan sampai saat ini.
Sejarah dan Makna Tari Lengger
Menurut sejarahnya, keberadaan tari lengger telah ada sebelum datangnya agama Islam. Pada masa itu, tarian yang menceritakan kisah asmara antara Galuh Candra Kirana dan Panji Asmoro Bangun ini menjadi tontonan dan hiburan yang sangat digemari oleh masyarakat. Bahkan saking larutnya menikmati tarian yang konon disebut tayub atau ledek ini, masyarakat jadi susah untuk diajak ke masjid, apalagi untuk mendalami agama Islam.
Melihat hal itu, Sunan Kalijaga pun berpikir untuk menjadikan tarian ini sebagai media dakwahnya. Dengan sentuhannya, Tarian yang kemudian disebut tari lengger ini pun akhirnya dijadikan perantara dalam memperkenalkan Islam kepada masyarakat. Jadi dengan tetap mempertahankan tradisi dan budaya setempat, Sunan Kalijaga pun ikut menari sembari mengingatkan akan ajaran agama.
Secara harfiah, tari Lengger berasal dari dua kata, yaitu "le" dan "ngger". Le bermakna laki-laki, sedangkan ngger bermakna geger/ membuat gempar para penonton, karena penari yang dikiranya perempuan ternyata justru laki-laki. Ada pula yang mengartikan Tari Lengger berasal dari kata "elinga ngger", yang artinya ingatlah nak. Tampaknya makna inilah yang dikehendaki oleh Sunan Kalijaga. Lengger bermakna petuah atau nasehat agar kita selalu ingat kepada Tuhan yang Maha Kuasa, mengingat akan kematian, dan berbuat baik kepada semua orang.
Sebagaimana disebutkan di atas, pada masa lalu, hiburan yang digemari oleh masyarakat adalah Tayub atau Ledek. Pada saat masyarakat sedang mengadakan Tayub atau Ledek, Sunan Kalijaga hadir ditengah-tengah para penonton. Ketika tiba saatnya waktu untuk sholat, Sunan Kalijaga pun mengingatkan dengan kata "elinga ngger iki wis wayahe padha shalat age padha shalat dhisik" (ingatlah nak saatnya sholat, mari kita sholat dulu). Dari kata elinga ngger inilah maka tercipta sebutan Lengger.
Selain itu, ada pula yang mengartikan bahwa Lengger berasal dari kata Langgar atau Musholla. Kesenian lengger diciptakan Sunan Kalijaga sebagai upaya untuk menarik minat orang-orang agar mau datang dan mengaji tentang agama Islam. Sunan Kalijaga juga menyelipkan ajaran agama Islam dalam pertunjukan tari ini. Karena tari ini berhasil menarik perhatian masyarakat, maka Sunan Kalijaga kemudian membangun sebuah tempat sebagai sarana beribadah. Tempat tersebut diberi nama "langgar". Maka dari itu pula kesenian tari tersebut dinamakan Lengger.
Pertunjukan Tari Lengger Masa Kini
Di wilayah Wonosobo, Tarian ini dirintis kembali di Dusun Giyanti oleh Bapak Gondowinangun, seorang tokoh kesenian asal desa Kecis, Kecamatan Selomerto, sekitar tahun 1910. Selanjutnya antara tahun 60-an, tarian ini kemudian dikembangkan lagi oleh Ki Hadi Soewarno.
Dalam pertunjukan lengger, biasanya juga dibarengi dengan tari kuda kepang atau barongan, dengan diiringi gamelan Jawa dan nyanyian yang diyanyikan oleh seorang sinden. Selain itu, dalam pertunjukan tari lengger juga ada yang disebut penimbal (pawang). Peran penimbal dalam tari lengger ini sangat penting karena ia berperan seperti halnya dalang dalam pertunjukan wayang kulit.
Sebelum pertunjukan dimulai, penimbal akan menyerahkan sesaji dan membaca doa agar pertunjukan dapat berjalan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Selesai berdoa, selanjutnya penimbal akan mempersilahkan para penari untuk masuk ke panggung.
Pertunjukan Tari Lengger biasanya dipentaskan oleh dua orang, laki-laki dan perempuan. Penari laki-laki memakai topeng, sedangkan penari perempuan didandani seperti putri keraton jawa zaman dahulu dengan menggunakan kemben dan selendang. Dengan iringan alunan musik gambang, saron, kendang, gong, dan lainnya, keduanya menari antara 10 menit dalam setiap babak.
Baca juga: Mengenal Tari Pendet dari Bali yang Mendunia
Salah satu yang menjadi daya tarik dari tari lengger ini adalah adanya penari yang kesurupan saat pertunjukan. Penari yang kesurupan ini bahkan sampai bisa makan beling atau kaca. Sekilas memang mengerikan, tapi hal semacam inilah yang biasanya menjadi daya tarik para penonton untuk menyaksikan pentas Lengger.
Meski dianggap sebagai tarian yang sakral, tidak ada waktu khusus untuk pertunjukan tari ini. Tari lengger dapat dipertunjukan kapan pun dan di manapun, dengan memberikan sesajen sebelum memulai pertunjukan. Kesenian Lengger juga biasa ditampilkan ketika ada pesta rakyat, perayaan hari Kemerdekaan RI, merdi desa atau hanya untuk hiburan biasa.
Demikianlah, meskipun awalnya merupakan media syiar islam, saat ini kesenian tari lengger telah banyak yang mengalami pergeseran fungsi menjadi hiburan semata. Meski begitu, sebagai warisan budaya kesenian ini tetap perlu dijaga kelestariannya.
Labels:
Seni Budaya
Thanks for reading Tari (Topeng) Lengger, Kesenian Khas dari Wonosobo. Please share...!
Tambah pengetahuan lagi nih tentang kesenian tari topeng lengger.
BalasHapusSenang bisa berbagi pengetahuan, terima kasih kunjungannya.
Hapus