Kalangan pesantren begitu mengenal tokoh Ulama yang satu ini. Salah satu karya monumentalnya adalah kitab "Fathul Bari", yang merupakan penjelasan (Syarah) dari kitab Shahih milik Imam Bukhari, dan disepakati sebagai kitab penjelasan Shahih Bukhari paling detail yang pernah dibuat. Kisah sebutan yang disandangnya (Ibnu Hajar: Anak Batu) juga banyak dibagikan kepada kita. Meski kisah tersebut diragukan kebenarannya, namun setidaknya kisah tersebut bisa dijadikan sebagai motivasi bagi para penuntut ilmu agar tidak pantang menyerah dalam belajar. Beliau adalah Ahmad Syihabuddin Abul Fadhl atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Hajar al 'Asqalani.
Biografi Ibnu Hajar Al 'Asqalani
Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqalani adalah seorang ahli hadits terkemuka yang bermazhab Syafi'i. Nama lengkap beliau ialah Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar, al Kinani, al 'Asqalani, asy Syafi'i, al Mishri. Di kalangan masyarakat Islam, beliau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Hajar al-Asqalani. Karena kemahirannya dalam ilmu hadits, beliau mendapat gelar "al Hafizh", sedangkan penyebutan 'Asqalani adalah nisbat kepada Asqalan (Ashkelon), sebuah kota tempat nenek moyangnya berasal, yang masuk dalam wilayah Palestina.
Kelahiran dan Masa Kecilnya
Ibnu Hajar dilahirkan pada bulan Sya'ban tahun 773 H di pinggiran sungai Nil di Mesir. Beliau tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ibunya meninggal ketika beliau masih balita, sedangkan ayahnya meninggal ketika beliau berumur 4 tahun. Saat masih kecil, beliau sempat ikut ayahnya berhaji dan mengunjungi Baitulmaqdis. Setelah sang ayah meninggal (Rajab 777 H), beliau kemudian diasuh oleh kakak tertua beliau. Saat sebelum meninggal, sang ayah memang pernah berwasiat kepada putra tertuanya yaitu saudagar kaya bernama Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ahmad Al-Kharubi untuk menanggung dan membantu adik-adiknya. Selain itu, sang ayah berwasiat pula kepada Syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan Al-Mishri untuk ikut mengasuh Ibnu Hajar, karena kedekatannya dengan Ibnu Hajar kecil.
Perjalanannya Menuntut Ilmu
Meski yatim piatu, semenjak kecil Ibnu Hajar memiliki semangat belajar yang tinggi. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan Al Qur'an) setelah genap berusia lima tahun. Beliau berhasil menghafal Al Qur'an ketika genap berusia sembilan tahun di bawah bimbingan Syekh Shadru ad-Din ash-Shafti. Ketika berumur 12 tahun, beliau pernah ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H, yakni saat sang pengasuh berhaji ke tanah suci. Setelah kembali ke Mesir pada tahun 786 H, Ibnu Hajar kembali belajar dengan bersungguh-sungguh hingga beliau juga hafal beberapa kitab-kitab induk seperti al 'Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I'rab.
Menurut as-Suyuthi, pada mulanya Ibnu Hajar fokus mendalami sastra dan syair (puisi). Beliau meneliti bidang sastra Arab dari tahun 792 H dan menjadi pakar dalam syair. Beliau juga senang meneliti kitab-kitab sejarah (tarikh) dan banyak hafal nama-nama perawi dan keadaannya. Kecintaannya akan bidang ilmu hadits dimulai sejak tahun 793 H, dan berkonsentrasi penuh dalam ilmu ini pada tahun 796 H. Pada masa inilah beliau konsentrasi penuh untuk mencari hadits dan ilmunya. Dalam rihlah pencarian ilmunya, beliau kemudian bertemu dengan Al-Hafizh Al-Iraqi, seorang Ulama Besar yang mahir bidang Fiqih (madzhab Syafi’i), tafsir, hadist dan bahasa Arab.
Selama sepuluh tahun, Ibnu Hajar berguru dan selalu menyertai Al-Iraqi, termasuk saat dalam perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Atas bimbingan gurunya inilah inilah Ibnu Hajar akhirnya berkembang menjadi seorang Ulama sejati. Beliau bahkan menjadi orang pertama yang diberi izin oleh Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru juga memberikan gelar kemuliaan "Al Hafidz" kepada Ibnu Hajar. Dikisahkan bahwa pemberian predikat Al Hafizh kepada Ibnu Hajar adalah ketika detik-detik terakhir menjelang wafatnya Al Iraqi. Saat itu Al Hafidz Al-Iraqi ditanya, "Siapa yang akan menggantikan Anda setelah Anda meninggal dunia?". Al Iraqi pun menjawab, "Ibnu Hajar dan kemudian Abu Zurah, kemudian Al-Haitsami.". Sang guru (Al Iraqi) pun dalam pujiannya kepada Ibnu Hajar pernah mengatakan:
"Al-Hafizh adalah seorang yang alim (berilmu), Al-Fadhil (memiliki keutamaan) Al-Muhaddits (ahli hadits) Al Mufid ( yang memberikan faedah), Al-Mujid (yang suka mengerjakan sesuatu dengan baik), Al-Hafizh yang mutqin (kuat hafalannya), yang dhabith (kuat, teliti dan seksama), yang tsiqoh (terpercaya), yang ma'mun (dapat dipercaya)"
Setelah sang guru meninggal, Ibnu Hajar kemudian berguru kepada Ulama lain seperti Nuruddin Al-Haitsami dan Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al-Wahdawaih. Ketika sang guru melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, beliau kemudian diberi saran untuk perlu juga mempelajari ilmu fiqih, karena di masa yang akan datang akan banyak orang akan membutuhkan ilmu itu darinya. Selain kepada mereka, Ibnu Hajar juga kemudian berguru kepada Abdurrahim bin Razin. Dari gurunya ini Ibnu Hajar mendengarkan dan belajar Shahih Al Bukhari. Guru beliau yang lain adalah Al 'izz bin Jama ah. Selain itu, beliau juga berguru kepada Hummam Khawatizmi, Majduddinal-Fairus Abadi (seorang ahli Bahasa), Al Burhan At-Tanukhi (bidang qiraat) dan yang lainnya.
Selain yang telah disebutkan, guru-guru Ibnu Hajar memang sangat banyak. Kabarnya jumlah guru beliau mencapai 500 Syaikh dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan Ibnu Hajar juga mendokumentasikan daftar guru-gurunya yang paling menonjol berikut biografi mereka dalam karyanya yang berjudul al-Majma’ al-Mu’assan bi al-Mu’jam al-Mufahras. Dari perjalanan pencarian ilmunya ini, tercatat beliau telah melakukan rihlah ke berbagai negeri seperti Syam, Hijaz, Yaman dan negeri-negeri lainnya. Tidak heran jika kemudian karena kealimannya mayoritas Ulama di zaman itu mengizinkan beliau untuk berfatwa dan mengajar.
Beliau pernah mengajar di Markaz Ilmiah yang banyak diantaranya mengajar tafsir di Al-madrasah Al-Husainiyah dan Al-Manshuriyah, mengajar hadits di Madaaris Al-Babrisiyah, Az-Zainiyah dan Asy-Syaikhuniyah dan lainnya. Beliau juga membuka majlis Tasmi’ Al-hadits di Al-Mahmudiyah serta mengajarkan fiqih di Al-Muayyudiyah dan lainnya. Beliau juga memegang masyikhakh (semacam kepala para Syeikh) di Al-Madrasah Al-Baibrisiyah dan madrasah-madrasah lainnya.
Selain itu, beliau juga menjadi pemimpin di Lembaga pengadilan,mengarang berbagai kitab yang sangat bermanfaat dan tak tertandingi dalam bidang Ulumul Hadis. Lebih dari itu, beliau juga telah mendiktekan hadis yang beliau hafal di lebih dari seribu majelis. Dan di negeri Sultan Bilbars, beliau telah mendiktekan hadis selama kurang lebih 20 tahun. Pada masa pemerintahan Sultan al-Mua’ayyad (Mesir), beliau berkali-kali diminta untuk menjadi hakim di negeri-negeri Syam, tetapi selalu beliau tolak. Namun pada akhirnya beliau bersedia menjadi hakim di Mesir pada masa pemerintahan Sultan al-Asyraf.
Dengan keluasan ilmunya, banyak murid-murid berdatangan dari berbagai penjuru untuk menimba ilmu dari beliau. Banyak juga tokoh-tokoh Ulama dari berbagai madzhab yang menjadi murid beliau. Beberapa murid beliau yang termasyhur di antaranya seperti Imam Muhammad bin Abdurrahman as-Shakhawi, Syaikh Islam Zakariya bin Muhammad al Anshari, Jamal Ibrahim al-Qalqasyandi, al-Burhan al-Biqa'i, Syaraf Abdul Haqq as-Sinbathi, Ibnu Qadhi Syuhbah, Ibnu Taghri Bardi, Ibnu Fahd al-Makki, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Karya-Karya Beliau
Al-Hafizh Ibnu Hajar mulai menulis saat berusia 23 tahun, dan terus berlanjut sampai menjelang ajalnya. Menurut Imam As-Sakhawi, jumlah karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Kebanyakan karya beliau berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat. Di antara karya-karya Ibnu Hajar antara lain:
1. Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari.
2. Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah.
3. Lisan al-Mizan.
4. Ithaf Al-Mahrah bi Athraf Al-Asyrah.
5. Haidar ‘Abad.
6. Tahzdib at-tahzdib.
7. Taqrib at-Tahzdib.
8. Ta’jil al-Manfa’ah bi Zawa’id Rijali al-A’immah al-Arba’ah.
9. Ad-Durar a-Kaminah fi A’yan al-Mi’ah ats-Tsaminah.
10. Ta’rif Ahli At-Taqdis bi Maratib Al-Maushufin bi At-Tadlis (Thaqabat Al-Mudallisin).
11. An-Nukat Azh-Zhiraf ala Al-Athraf
12. At-Tamyiz fi Takhrij Ahadits Syarh Al-Wajiz (At-Talkhis Al-Habir).
9. Syarh Nakhbati al-Fikr.
10. Al-Ihtifal bi Bayani Ahwali ar-Rijal.
11. Nuzhatul al-Albab fi al-Alqab.
12. Tabshir al-Muntabih bi Tahriri al-Musytabih.
13. Tuhfatu Ahli al-Hadits ‘an Syuyukhi al-Hadits.
14. Ta’rifu Ahli at-Taqdis bi Maratib al-Maushufin bi at-Taqlis.
15. Al-Qaul al-Musaddad fi adz-Dzibbi ‘an al-Musnad li al-Imam Ahmad.
16. At-Tasywiq ila Washli at-Ta’liq.
17. Al-Muqtarib fi al-Mudhtharib.
18. Zawa’id al-Masanid ats-Tsamaniyah.
19. Ad-Dirayah fi Takhrij Ahadits Al-Hidayah.
20. Al-Kafi Asy-Syafi fi Takhrij Ahadits Al-Kasyyaf.
21. Mukhtashar At-Targhib wa At-Tarhib.
22. Al-Mathalib Al-Aliyah bi Zawaid Al-Masanid Ats-Tsamaniyah.
23. Nukhbah Al-Fikri fi Mushthalah Ahli Al-Atsar.
24. Nuzhah An-Nazhar fi Taudhih Nukhbah Al-Fikr.
25. Hadyu As-Sari Muqqadimah Fath Al-Bari.
26. Tabshir Al-Muntabash bi Tahrir Al-Musytabah.
27. Inba’ Al-Ghamar bi Inba’ Al-Umur.
28. Raf’ul Ishri ‘an Qudhat Mishra.
29. Bulughul Maram min Adillah Al-Ahkam.
30. Quwwatul Hujjaj fi Umum Al-Maghfirah Al-Hujjaj.
31. Takhrij Ahadits ar-Rafi’I, wa al-Hidayah, wa al-Kassyaf.
32. Tasdid al-Qaus ‘ala Musnad al-Firdaus (manuskrip).
Dan karya-karya beliau yang lainnya.
Sanjungan Para Ulama Terhadap Beliau
Al-Iraqi berkata, "Ia (Ibnu Hajar) adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits(ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit(dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah,Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhaif, yang banyak menemui para ahli hadits, dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif singkat".
As-Sakhawi berkata, "Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan".
Wafatnya Beliau
Setelah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25 Jumadal Akhir tahun 852 H, Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya. Konon saat pertama kali penyakit itu menjangkiti beliau pada bulan Dzulqa’dah tahun 852 H, beliau tidak menghiraukannya, karena beliau selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim. Beliau bahkan berusaha menyembunyikan penyakitnya dan tetap menunaikan kewajibannya mengajar dan membacakan imla’. Namun penyakitnya tersebut semakin bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat setelah shalat isya, di penghujung malam sabtu tanggal 28 Zulhijjah 852 H.
Saat pemakamannya, banyak para pelayat yang mengiringi kepergiannya. Semua pembesar dan pejabat kerajaan saat itu juga datang melayat dan ikut menshalatkan jenazah beliau bersama masyarakat yang jumlahnya banyak sekali. Diperkirakan orang yang menshalatkan beliau saat itu lebih dari 50.000 orang. Amirul Mukminin khalifah Al-Abbasiah mempersilahkan Al-Bulqini untuk menyalati Ibnu Hajar di Ar-Ramilah di luar kota Kairo. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Al-Qarafah Ash-Shughra untuk dikubur di pekuburan Bani Al-Kharrubi yang berhadapan dengan masjid Ad-Dailami. Makam beliau berada di dekat pusara makam Imam al-Laits bin Sa’d, dan di antara makam Imam Syafi’i dengan Syaikh Muslim As-Silmi. Wallahu A'lam. (diolah dari berbagai sumber)
Labels:
Profil Tokoh
Thanks for reading Biografi Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani. Please share...!
0 Komentar untuk "Biografi Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.