Ada beragam jenis penutup kepala yang bisa ditemui di sekitar kita. Ada topi, ada caping, ada helm, ada blangkon dan lain sebagainya. Beragam jenis penutup kepala ini mempunyai fungsinya masing-masing. Ada yang untuk melindungi kepala dari benturan, ada yang untuk melindungi kepala dari sengatan sinar mentari, ada yang untuk bergaya, ada yang sebagai simbol identitas budaya, keagamaan dan ada pula yang menjadi simbol nasionalisme.
Dari tiga fungsi yang disebutkan terakhir ini kita mengenal yang namanya songkok, peci atau ada juga yang menyebutnya kopyah. Pada artikel kali ini, kita akan coba untuk membahas mengenai seluk beluk dari peci/songkok atau kopyah.
via republika.co.id |
Asal Usul sejarah Peci, Songkok atau Kopyah
Menurut sejarahnya, peci, songkok atau kopyah yang biasa dipakai masyarakat Indonesia merupakan transformasi dari berbagai kebudayaan yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Secara umum, peci atau songkok atau kopyah adalah sejenis topi tradisional bagi bangsa Melayu. Di Nusantara, jenis penutup kepala ini pada awalnya identik dengan budaya kaum muslim, namun dalam perkembangannya, kini peci juga telah menjadi bagian dari pakaian nasional.
Selain dipakai oleh masyarakat Indonesia, peci atau songkok juga populer bagi masyarakat Melayu di negara-negara tetangga seperti di Malaysia, Brunei, Singapura dan Thailand bagian selatan. Bahkan tentara dan polisi Malaysia dan Brunei juga memakainya pada upacara-upacara tertentu.
Di Indonesia, penyebutan peci telah ada sejak masa penjajahan Belanda, yakni serapan dari kata petje yang artinya topi kecil. Meski topi yang dimaksud sebenarnya berbeda, namun kata ini tetap dipakai untuk menyebut jenis penutup kepala ini. Sedangkan untuk penyebutan kopiah diadopsi dari bahasa Arab yaitu kaffiyeh atau kufiya.
Sementara untuk sebutan songkok, dalam bahasa Inggris dikenal istilah skull cap atau batok kepala topi, sebutan yang dibuat orang Inggris bagi penggunanya di Timur Tengah. Di wilayah Indonesia atau Melayu yang pernah dijajah Inggris, kata tersebut mengalami metamorfosa pelafalan menjadi skol kep, kemudian menjadi song kep dan akhirnya menjadi song kok (songkok).
Peci, songkok atau kopyah sebenarnya memiliki beragam bentuk dan motif. Namun dari kesemuanya itu yang cukup populer di masyarakat kita adalah peci yang berwarna hitam polos berbentuk meruncing di kedua ujungnya.
Menurut asal usulnya, Rozan Yunos dalam The Origin of The Songkok or Kopiah mengatakan bahwa songkok diperkenalkan oleh para pedagang dari tanah Arab yang masuk ke wilayah Asia Tenggara, khususnya tanah Melayu seperti seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sejak saat itulah, seiring dengan masuknya ajaran Islam, peci juga mulai dikenal dan diminati oleh penduduk setempat.
Selain menggunakan peci atau kopyah, para pedagang dari Arab saat itu juga biasanya memakai penutup kepala yang terbuat dari kain atau sorban (turban), namun jenis penutup kepala ini kemudian lebih identik dipakai oleh para kyai, ulama atau tokoh agama Islam.
Meski demikian, pendapat bahwa peci berasal dari pedagang Arab ini juga belum tentu benar, karena selain di Arab, di beberapa negara lain juga ditemui sejenis penutup kepala serupa seperti fez di Turki, tarboosh di Mesir, rumi cap di India dan Pakistan, atau kepi di Prancis. Kendati demikian, penutup kepala ini merupakan ciri khas Umat Islam yang berasal dari sunnah Nabi Muhammad SAW.
Budaya Umat Islam
Bagi umat Islam, penutup kepala dengan berbagai macam jenisnya merupakan ajaran dari sunnah Nabi SAW. Beberapa hadits menyebutkan bahwa Rasulullah selalu memakai penutup kepala, baik secara sempurna dengan Imamah /udeng-udeng (semacam sorban yang diikatkan di kepala) maupun penutup yang sangat sederhana berupa kain yang diletakkan diatas kepala semacam peci haji.
Peci atau penutup kepala juga menjadi identitas pengenal bagi umat Islam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Perbedaan antara kami dan kaum musyrik adalah sorban (penutup kepala)".
via islam.nu.or.id |
Inti dari pemakaian peci bagi umat Islam adalah menjaga adab dan sopan santun kita terhadap Allah swt. Oleh karenanya, saat sedang shalat kita dianjurkan untuk memakai peci atau penutup kepala sejenisnya. Bahkan dalam shalat peci juga berfungsi untuk membantu agar dahi tidak terhalang rambut saat sedang dalam posisi sujud.
Terkait keutamaan menggunakan peci saat shalat, sebuah hadits fadhailul a'mal menyebutkan, "Sholat orang yang menggunakan peci lebih baik dan utama tujuh puluh kali lipat daripada sholatnya orang yang tidak menggunakannya".
Tidak hanya dalam shalat, seorang muslim juga dianjurkan memakai peci atau penutup kepala dimana pun dan kapan pun berada, kecuali ketika tidur atau dalam keadaan yang tidak pantas. Bahkan bagi para figur Ulama, pemakaian peci atau penutup kepala juga berfungsi untuk menjaga muru’ah (harga diri) mereka di depan jamaahnya.
Beberapa keutamaan dan anjuran pemakaian peci ini sekaligus menegaskan bahwa bagi umat Islam, peci tidak hanya sekedar produk budaya suatu wilayah tertentu, tetapi juga merupakan bentuk dari adab dan sopan santun kita terhadap Sang pencipta yang telah diajarkan oleh utusannya, Rasulullah Muhammad SAW.
Simbol Nasionalisme
Meski awalnya merupakan budaya umat Islam, pemakaian peci bagi masyarakat Indonesia telah menjadikannya sebagai simbol nasionalisme. Tokoh yang memelopori hal ini adalah presiden pertama negeri ini yaitu Ir Soekarno. Peci atau songkok memiliki sejarah yang sangat kental dengan pergerakan nasional bangsa Indonesia.
Saat mengikuti rapat Jong Java pada juni 1921 di Surabaya, Ir. Soekarno dengan tegas pernah mengatakan kepada rekan-rekan seperjuangannya, "... Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka".
Peristiwa tersebut diyakini sebagai titik balik peci sebagai identitas bangsa Indonesia. Di kemudian hari, bapak proklamator bangsa ini juga dikenal sebagai tokoh yang memadukan antara peci dengan jas. Sebenarnya selain Ir. Soekarno, tercatat pula tokoh-tokoh nasional di negeri ini yang juga menggunakan peci sebagai simbol identitas bangsanya.
Pada 1913, Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara, yang ketiganya terkenal dengan sebutan Tiga Serangkai, juga menggunakan peci saat diundang pada rapat Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP). Masing-masing dari mereka mengenakan penutup kepala (peci) sebagai identitasnya.
Ya, selain dipakai untuk sarana ibadah bagi umat muslim, peci juga biasa dipakai saat acara formal atau kenegaraan. Peci atau songkok telah menjadi busana resmi untuk penutup kepala saat menghadiri upacara-upacara resmi seperti upacara-upacara kenegaraan yang diikuti oleh para pejabat negara dari berbagai instansi dan kelompok masyarakat luas tanpa memandang suku atau agama tertentu.
Selain itu, songkok atau peci juga dipakai sebagai pelengkap baju adat yang dipakai untuk menghadiri pertemuan-pertemuan tertentu. Dari uraian di atas, memang peci bagi masyarakat Indonesia telah menjadi identitas bangsa, sehingga kini ia tidak semata-mata hanya digunakan oleh mereka yang beragama Islam, namun juga boleh dipakai oleh seluruh rakyat Indonesia. (diolah dari berbagai sumber)
Labels:
Mozaik
Thanks for reading Asal Usul Sejarah Peci atau Songkok dan Fungsinya. Please share...!
0 Komentar untuk "Asal Usul Sejarah Peci atau Songkok dan Fungsinya"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.