ilustrasi via pixabay |
Saat membicarakan tentang jurnalistik, seringkali kita mengartikan jurnalistik dan pers itu sama pengertiannya. Walaupun keduanya berkaitan, antara jurnalistik dan pers sebenarnya memiliki perbedaan. Jurnalistik adalah bentuk komunikasi, kegiatan, dan isinya. Sedangkan pers adalah media tempat jurnalistik itu disalurkan. Intinya, jurnalistik adalah hasil kegiatan pengolahan informasi yang akan disampaikan, berupa berita, reportase, dan opini. Sedangkan pers adalah medianya yang berupa surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Media Online atau Situs Berita yang muncul belakangan juga masuk dalam kategori pers.
Saat berbicara tentang sejarah jurnalistik, pada umumnya kita akan merujuk kepada Acta Diurna pada zaman Romawi kuno. Istilah jurnalistik juga kabarnya berasal dari Acta Diurna yang kemudian dalam bahasa latin disebut Diurnal, Du Jour dalam bahasa Prancis, dan Journal dalam bahasa Inggris yang berarti hari, catatan harian atau laporan. Sebagai produk jurnalistik pertama di dunia, Acta Diurna bermula dari Forum Romanum, sekitar 100-44 SM di kerajaan Romawi pada masa pemerintahan Julius Caesar.
Pada waktu itu, Julius Caesar menyediakan papan pengumuman yang digunakan untuk menyampaikan laporan singkat rapat senat, atau hal-hal yang menarik perhatian umum, termasuk berita aktual yang bermanfaat baik bagi senat maupun maupun masyarakat. Atas dasar peristiwa ini, Julius Caesar pun kemudian disebut sebagai Bapak Pers Dunia, meskipun sebenarnya ia hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang sudah muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi.
Pada tahun 1609, terbitlah koran pertama di Eropa yang diberi nama Avisa Relation Order Zeitung di kota Wolfenbuttel, Jerman. Selanjutnya menyusul surat kabar Relation yang dicetak di kota Strassburg. Sementara pada tahun 1618, koran pertama di Belanda yang diberi nama Courante Mijn Italien Duijtschabladtee terbit di Amsterdam Belanda. Menyusul kemudian Tijdighe Mijn Verathy de Qualteren yang diterbitkan dalam edisi bahasa Belanda, Prancis dan Inggris.
Di Inggris, koran pertama di Britania Raya terbit pada tahun 1622 dengan nama Courant of General News. Sementara di Prancis, surat kabar pertama di negeri ini terbit pada tahun 1631 yang diberi nama Gazette. Selanjutnya Amerika Serikat juga menerbitkan surat kabar pertamanya yaitu The Boston News Letter yang terbit pada tahun 1704.
Sedangkan di Indonesia, perkembangan jurnalistik diawali oleh Belanda pada masa kolonial. Beberapa pejuang kemerdekaan juga menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit. Sementara pada masa pendudukan Jepang, sejumlah media masa juga terbit seperti Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, dan Tjahaya di Bandung.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah tersendiri bagi dunia jurnalistik. Selain media cetak, Pemerintah Indonesia juga menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Bahkan menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah juga memasukkan proyek televisi sebagai media elektronik. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia (TVRI) muncul untuk pertama kalinya dengan teknologi layar hitam putih.
Memasuki era Orde Baru, awalnya rakyat dijanjikan akan terbuka serta bebas dalam berpendapat. Masyarakat pun bersuka cita menyambut pemerintahan baru dengan harapan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pers Indonesia juga disebut sebagai pers pancasila, dengan cirinya yaitu bebas dan bertanggung jawab. Namun pada kenyataannya, tidak ada kebebasan sama sekali. Pers justru mendapatkan berbagai tekanan dari pemerintah.
Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada, maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras yang tentunya akan mengancam penerbitannya. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak dapat menjalankan fungsi yang sesungguhnya sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
Pada waktu itu, Julius Caesar menyediakan papan pengumuman yang digunakan untuk menyampaikan laporan singkat rapat senat, atau hal-hal yang menarik perhatian umum, termasuk berita aktual yang bermanfaat baik bagi senat maupun maupun masyarakat. Atas dasar peristiwa ini, Julius Caesar pun kemudian disebut sebagai Bapak Pers Dunia, meskipun sebenarnya ia hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang sudah muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi.
Pada tahun 1609, terbitlah koran pertama di Eropa yang diberi nama Avisa Relation Order Zeitung di kota Wolfenbuttel, Jerman. Selanjutnya menyusul surat kabar Relation yang dicetak di kota Strassburg. Sementara pada tahun 1618, koran pertama di Belanda yang diberi nama Courante Mijn Italien Duijtschabladtee terbit di Amsterdam Belanda. Menyusul kemudian Tijdighe Mijn Verathy de Qualteren yang diterbitkan dalam edisi bahasa Belanda, Prancis dan Inggris.
Di Inggris, koran pertama di Britania Raya terbit pada tahun 1622 dengan nama Courant of General News. Sementara di Prancis, surat kabar pertama di negeri ini terbit pada tahun 1631 yang diberi nama Gazette. Selanjutnya Amerika Serikat juga menerbitkan surat kabar pertamanya yaitu The Boston News Letter yang terbit pada tahun 1704.
Sedangkan di Indonesia, perkembangan jurnalistik diawali oleh Belanda pada masa kolonial. Beberapa pejuang kemerdekaan juga menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit. Sementara pada masa pendudukan Jepang, sejumlah media masa juga terbit seperti Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, dan Tjahaya di Bandung.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah tersendiri bagi dunia jurnalistik. Selain media cetak, Pemerintah Indonesia juga menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Bahkan menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah juga memasukkan proyek televisi sebagai media elektronik. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia (TVRI) muncul untuk pertama kalinya dengan teknologi layar hitam putih.
Memasuki era Orde Baru, awalnya rakyat dijanjikan akan terbuka serta bebas dalam berpendapat. Masyarakat pun bersuka cita menyambut pemerintahan baru dengan harapan mengubah keterpurukan pemerintahan orde lama. Pers Indonesia juga disebut sebagai pers pancasila, dengan cirinya yaitu bebas dan bertanggung jawab. Namun pada kenyataannya, tidak ada kebebasan sama sekali. Pers justru mendapatkan berbagai tekanan dari pemerintah.
Tidak ada kebebasan dalam menerbitkan berita-berita miring seputar pemerintah. Bila ada, maka media massa tersebut akan mendapatkan peringatan keras yang tentunya akan mengancam penerbitannya. Pers seakan-akan dijadikan alat pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya, sehingga pers tidak dapat menjalankan fungsi yang sesungguhnya sebagai pendukung dan pembela masyarakat.
Tanggal 21 Juni 1994, beberapa media massa seperti Tempo, Detik beserta Editor dicabut surat izinnya atau dengan kata lain dibredel, setelah mereka mengeluarkan laporan investigasi penyelewengan oleh para pejabat tinggi negara. Pembredelan itu diumumkan oleh Harmoko selaku menteri penerangan pada saat itu. Pada saat itu, pers benar-benar diawasi secara ketat oleh pemerintah.
Getaran positif kebebasan pers mulai terasa saat BJ Habibi menggantikan posisi Soeharto sebagai presiden Indonesia. Banyak media massa yang bermunculan. Perkembangan jurnalistik pada masa reformasi ditandai dengan kebebasan pers yang membolehkan surat kabar dan majalah terus berjalan tanpa adanya pembaharuan izin karena SIUPP sudah dihapuskan. Jurnalistik Indonesia pun berkembang pesat dan dapat mencakup berbagai kalangan masyarakat karena semua lapisan masyarakat dapat membuat media massa.
Dengan majunya teknologi, kini Indonesia banyak melahirkan surat kabar seperti Tempo, Kompas, Seputar Indonesia, Jawa Post, dan masih banyak lagi lainnya. Bahkan setiap kota di Indonesia juga mempunyai surat kabarnya masing-masing. Tidak hanya itu saja, media elektronik, digital, dan internet juga turut berperan dalam pesatnya perkembangan jurnalistik di Indonesia. Media televisi dan radio memiliki salurannya masing-masing, sementara media online dan situs berita juga terus bermunculan seiring keberadaan internet yang mudah diakses dengan jangkauan luas hingga ke pelosok desa. (dirangkum dari berbagai sumber).
Labels:
Info & Sains,
Sejarah
Thanks for reading Sekilas Sejarah Jurnalistik di Dunia dan di Indonesia. Please share...!