Berkurangnya kualitas iman seseorang memang sangatlah berbahaya. Iman yang tipis akan berdampak pada berkurangnya ketaatan dalam beribadah kepada Allah dan berbuat kebajikan kepada sesama. Dalam hal ini, memang ada hubungan timbal balik antara iman (aqidah), ibadah (syariah), dan akhlak (mu'amalah). Dari ketiganya ini, iman berada pada posisi dasar yang melahirkan ibadah dan akhlak. Sebaliknya, kualitas ibadah dan akhlak dapat juga berpengaruh kepada kualitas iman.
Oleh karenanya, iman yang telah kita miliki ini wajiblah kita syukuri dengan cara menjaga dan merawatnya. Lantas bagaimana caranya kita merawat dan menumbuh suburkan keimanan kita agar semakin meningkat kualitasnya?. Mungkin kita bisa belajar dari analogi ilmu bercocok tanam berikut ini.
|
via pixabay |
Suatu tanaman akan dapat tumbuh dengan subur sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu tanah, air, sinar matahari, dan pupuk. Apabila salah satu atau beberapa dari keempat unsur tersebut tidak dapat terpenuhi, maka benih tanaman yang telah disemaikan akan kurus, tidak sehat, berpenyakitan, atau bahkan mati sebelum berkembang dan menghasilkan buah.
Iman dapat diibaratkan seperti benih bervaritas unggul yang tahan terhadap segala sesuatu. Ia telah disemaikan oleh Allah kepada setiap roh manusia, semenjak roh tersebut berada di alam arwah, atau sebelum Allah meniupkannya ke rahim sang ibu saat ibu hamil.
Ya, iman telah kita terima langsung dari Allah sejak kita masih berada di alam arwah. Saat itu, tiap-tiap roh ditanya oleh Allah, "alastu birabbikum?" (bukankah Aku ini Tuhanmu?). Kemudian roh kita menjawabnya: "balaa syahidna" (benar, kami telah bersaksi). Hal ini juga sebagaimana disebutkan dalam firmanNya:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلٰىٓ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلٰى ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِينَ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini". (QS. Al-A'raf, 172)
Adapun lingkungan, dalam ilmu bercocok tanam dapat diibaratkan seperti halnya tanah atau tempat bersemainya benih. Pencerahan atau siraman rohani ibarat air, hidayah Allah ibarat sinar matahari, dan ibadah ibarat pupuknya. Pemilihan tempat persemaian yang tepat menjadi hal penting agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Begitu juga dengan iman, lingkungan yang baik juga ikut menentukan sejauh mana kadar keimanan seseorang.
Pada kenyataannya, lingkungan tempat kita berada memang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan kualitas iman. Sampai-sampai untuk memilih rumah sebagai tempat tinggal, Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita agar mendahulukan memilih tetangga. Beliau bersabda:
إلتمسوا الرفيق قبل الطريق والجار قبل الدار
"Carilah kawan sebelum berjalan dan pilihlah tetangga sebelum memilih rumah (tempat tinggal)" (HR. al-Khatib dari Ali).
Mengenai siraman rohani yang diibaratkan air, tepatlah kebijaksanaan Allah yang mewajibkan setiap laki-laki muslim yang sudah baligh, sekali dalam seminggu untuk menerima siraman rohani melalui khutbah jum'at. Bahkan Rasulullah SAW juga mewajibkan bagi setiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, untuk menuntut ilmu sepanjang hidupnya. Karena dengan landasan ilmulah, seseorang akan dapat lebih khusyu', tunduk, taat kepada Allah, dan imannya menjadi lebih kuat dan teguh.
Adapun hidayah Allah yang diibaratkan sinar matahari, hal ini mesti diperhatikan betul-betul agar Allah berkenan untuk memberikan pancaran hidayahNya kepada kita.
Mengenai hal ini, kita dapat mengambil pelajaran dari wafatnya pamanda Nabi yaitu Abu Thalib yang masih dalam keadaan kafir (wallahu a'lam). Padahal sebenarnya lingkungannya cukup mendukung karena dekat dengan Nabi yang merupakan keponakannya sendiri. Siraman Nabi pun tidak kurang-kurang agar sang paman segera beriman kepada Allah. Bahkan sebelum wafat, Nabi pun sempat mentalqinkannya. Karena kesedihan Nabi merenungi nasib buruk sang paman, beliau kemudian menerima wahyu dari Allah yang menyatakan:
إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِى مَنْ يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". (QS. Al-Qasas, 56)
Persoalan hidayah Allah memang tidak sembarang orang dapat memperolehnya. Oleh karenanya, kita harus senantiasa berusaha agar kita dianugerahi iman yang kuat. Pancaran hidayahNya ini haruslah kita minta melalui permohohan doa. Salah satu doa yang diajarkan Nabi agar selalu kita amalkan ialah:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
"Ya Allah, tolonglah saya untuk dapat dengan mudah mengingatMu, mensyukuri rahmatMu, dan meningkatkan kualitas ibadahku kepadaMu".
Terakhir, ibadah adalah laksana pupuk yang berfungsi untuk membuat tanaman menjadi sehat dan subur. Islam adalah agama amal, bukan hanya soal keyakinan. Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut untuk beramal sholeh. Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal yang nyata, yaitu ibadah yang dilakukan hanya semata karena Allah. Ibadah juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim selagi hayat masih di kandung badan. Allah SWT berfirman:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu". (QS. Al-Hijr, 99)
Analogi ibadah laksana pupuk juga akan lebih tepat kiranya jika kita kaitkan dengan amalan ibadah sunnah untuk melengkapi ibadah wajib yang memang diperintahkan. Pengamalan ibadah-ibadah sunnah akan memupuk rasa keimanan kita sehingga akan semakin kuat dan tidak mudah tergoyahkan oleh berbagai godaan. Amalan-amalan tersebut dapat kita wujudkan misalnya melalui perbanyak shalat sunnah, memperbanyak baca Al Qur'an, memperbanyak sedekah, dan lain sebagainya.
Dalam Islam, ibadah bertujuan untuk mewujudkan kedekatan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, yakni berupa bentuk ketundukan, kepatuhan, dan kerendahan diri dihadapan Allah SWT. Bukan hanya itu saja, dalam pemahaman lain ibadah juga merupakan tujuan hidup manusia yang menunjukkan tugas kita sebagai salah satu makhluk ciptaanNya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku". (QS. Az-Zariyat, 56).
*Artikel di atas bersumber dari tulisan H. A. Manan Idris dalam "Penyejuk Hati Penjernih Pikiran", Misykat, Malang.
0 Komentar untuk "Cara Merawat Iman (Analogi Bercocok Tanam) "
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.