Home
» Horizon
» Dampak Bahaya Kabut Asap Bagi Ekosistem Laut
Kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan yang menghanguskan hutan gambut setiap tahunnya memang berdampak negatif bagi kawasan di sekelilingnya. Tidak hanya berdampak bagi kesehatan manusia dan terganggunya kegiatan ekonomi, aktivitas ini juga mengancam keberadaan habitat berbagai satwa liar dan menghilangkan keanekaragaman hayati. Kendati terus menimbulkan krisis, nyatanya masalah pembakaran lahan dan kabut asap ini masih saja sering terjadi.
Pembakaran biomassa di Indonesia semakin intensif baik frekuensi maupun tingkat kerusakannya sejak tahun 70-an. Akibatnya, polusi udara sering kali terjadi, bahkan pernah mencapai rekor tertinggi dimana kabut menyebar di tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura, serta menyebabkan negara-negara tersebut berada dalam kondisi siaga.
via theconversation.com
Selama ini, dampak kabut asap terhadap kesehatan, keragaman hayati dan aktivitas perekonomian memang selalu ramai diberitakan oleh media massa. Namun jarang sekali disorot tentang dampak kabut asap dan kebakaran hutan ini terhadap ekosistem laut. Padahal, kabut asap akibat pembakaran lahan ini ternyata juga dapat berdampak luas pada kehidupan di perairan sekitarnya. Bahkan menurut beberapa peneliti, dampaknya bisa lebih parah dari yang kita duga.
Di samping menjadi penyebab terjadinya polusi udara, pembakaran biomassa di daratan dan kabut asap adalah salah satu penyebab utama kerusakan ekosistem laut selain kegiatan seperti penangkapan ikan yang berlebihan, pembangunan kawasan pesisir yang tidak ramah lingkungan, perubahan iklim, dan meningkatnya keasaman air laut.
Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu pusat dari keragaman hayati dunia, dimana terbentang segitiga Terumbu Karang yang meliputi enam negara di kawasan ini. Segitiga Terumbu Karang ini juga dinilai sebagai kawasan perairan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Menurut penelitian WWF, kawasan Segitiga Terumbu Karang ini merupakan rumah bagi 600 spesies karang dan 2.000 spesies ikan karang.
via istockphoto.com
Para peneliti mengingatkan bahwa kabut asap yang terjadi di daratan setiap tahun tersebut bisa mengurangi masuknya cahaya yang memberi kehidupan bagi berbagai spesies di perairan, salah satunya adalah menekan aktivitas fotosintesis di terumbu karang dan juga mangrove serta padang lamun. Selain itu, limpasan dan pengikisan tanah bagian atas akibat kebakaran juga dapat menyebabkan eutrofikasi di lingkungan laut.
Eutrofikasi disebabkan ketika nutrisi yang masuk, seperti nitrogen, mengakibatkan ledakan tiba-tiba dari fitoplankton, yang akhirnya mati dan menyedot semua oksigen keluar dari air. Eutrofikasi ini, atau zona mati, menyebabkan kerugian besar dalam kelimpahan dan keragaman spesies perairan. Selain itu, limpasan tanah juga bisa menyebabkan sedimen pemuatan dalam ekosistem laut, yang dapat menyebabkan pemutihan karang.
Banyak ekosistem laut di kawasan Asia Tenggara yang telah rusak akibat tekanan manusia. Lebih dari 85% terumbu karang di Singapura, Indonesia, dan Malaysia terancam akibat dampak dari kabut asap dan pembakaran lahan. Hal serupa juga terjadi pada hutan mangrove di Asia Tenggara, dimana 80% sudah hilang dalam 60 tahun terakhir akibat penggerusan daratan, polusi, dan penggunaan pukat harimau. Fenomena-fenomena tersebut menjadi ancaman besar bagi ekosistem perairan.
Oleh karenanya, para pakar menyarankan adanya penelitian baru terhadap dampak kabut asap ini terhadap esosistem laut, terutama yang menyangkut arus partikulat di perairan. Para ahli juga mengatakan bahwa negara juga harus siap untuk merespons dengan mengambil tindakan-tindakan lain secara intensif guna melestarikan keberadaan sumber daya alam, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan pemulihan ekologi di kawasan perairan.
Pada intinya, daratan, udara, dan lautan, kesemuanya itu sangat terkoneksi. Sadar terhadap dampak langsung maupun tidak langsung akan suatu tindakan akan membantu kita dalam menjaga sumber daya alam yang kita miliki. (Sumber: nationalgeographic.grid.id)
Santos el SalamFebruari 22, 2021AdminBandung Indonesia
Dampak Bahaya Kabut Asap Bagi Ekosistem Laut
Santos el Salam
22 Februari 2021
Kabut asap akibat pembakaran hutan dan lahan yang menghanguskan hutan gambut setiap tahunnya memang berdampak negatif bagi kawasan di sekelilingnya. Tidak hanya berdampak bagi kesehatan manusia dan terganggunya kegiatan ekonomi, aktivitas ini juga mengancam keberadaan habitat berbagai satwa liar dan menghilangkan keanekaragaman hayati. Kendati terus menimbulkan krisis, nyatanya masalah pembakaran lahan dan kabut asap ini masih saja sering terjadi.
Pembakaran biomassa di Indonesia semakin intensif baik frekuensi maupun tingkat kerusakannya sejak tahun 70-an. Akibatnya, polusi udara sering kali terjadi, bahkan pernah mencapai rekor tertinggi dimana kabut menyebar di tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura, serta menyebabkan negara-negara tersebut berada dalam kondisi siaga.
via theconversation.com
Selama ini, dampak kabut asap terhadap kesehatan, keragaman hayati dan aktivitas perekonomian memang selalu ramai diberitakan oleh media massa. Namun jarang sekali disorot tentang dampak kabut asap dan kebakaran hutan ini terhadap ekosistem laut. Padahal, kabut asap akibat pembakaran lahan ini ternyata juga dapat berdampak luas pada kehidupan di perairan sekitarnya. Bahkan menurut beberapa peneliti, dampaknya bisa lebih parah dari yang kita duga.
Di samping menjadi penyebab terjadinya polusi udara, pembakaran biomassa di daratan dan kabut asap adalah salah satu penyebab utama kerusakan ekosistem laut selain kegiatan seperti penangkapan ikan yang berlebihan, pembangunan kawasan pesisir yang tidak ramah lingkungan, perubahan iklim, dan meningkatnya keasaman air laut.
Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu pusat dari keragaman hayati dunia, dimana terbentang segitiga Terumbu Karang yang meliputi enam negara di kawasan ini. Segitiga Terumbu Karang ini juga dinilai sebagai kawasan perairan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Menurut penelitian WWF, kawasan Segitiga Terumbu Karang ini merupakan rumah bagi 600 spesies karang dan 2.000 spesies ikan karang.
via istockphoto.com
Para peneliti mengingatkan bahwa kabut asap yang terjadi di daratan setiap tahun tersebut bisa mengurangi masuknya cahaya yang memberi kehidupan bagi berbagai spesies di perairan, salah satunya adalah menekan aktivitas fotosintesis di terumbu karang dan juga mangrove serta padang lamun. Selain itu, limpasan dan pengikisan tanah bagian atas akibat kebakaran juga dapat menyebabkan eutrofikasi di lingkungan laut.
Eutrofikasi disebabkan ketika nutrisi yang masuk, seperti nitrogen, mengakibatkan ledakan tiba-tiba dari fitoplankton, yang akhirnya mati dan menyedot semua oksigen keluar dari air. Eutrofikasi ini, atau zona mati, menyebabkan kerugian besar dalam kelimpahan dan keragaman spesies perairan. Selain itu, limpasan tanah juga bisa menyebabkan sedimen pemuatan dalam ekosistem laut, yang dapat menyebabkan pemutihan karang.
Banyak ekosistem laut di kawasan Asia Tenggara yang telah rusak akibat tekanan manusia. Lebih dari 85% terumbu karang di Singapura, Indonesia, dan Malaysia terancam akibat dampak dari kabut asap dan pembakaran lahan. Hal serupa juga terjadi pada hutan mangrove di Asia Tenggara, dimana 80% sudah hilang dalam 60 tahun terakhir akibat penggerusan daratan, polusi, dan penggunaan pukat harimau. Fenomena-fenomena tersebut menjadi ancaman besar bagi ekosistem perairan.
Oleh karenanya, para pakar menyarankan adanya penelitian baru terhadap dampak kabut asap ini terhadap esosistem laut, terutama yang menyangkut arus partikulat di perairan. Para ahli juga mengatakan bahwa negara juga harus siap untuk merespons dengan mengambil tindakan-tindakan lain secara intensif guna melestarikan keberadaan sumber daya alam, meningkatkan keanekaragaman hayati, dan pemulihan ekologi di kawasan perairan.
Pada intinya, daratan, udara, dan lautan, kesemuanya itu sangat terkoneksi. Sadar terhadap dampak langsung maupun tidak langsung akan suatu tindakan akan membantu kita dalam menjaga sumber daya alam yang kita miliki. (Sumber: nationalgeographic.grid.id)