Di negeri nan indah ini, dijumpai berbagai golongan umat beragama yang tentu saja memiliki perbedaan dalam keyakinan, keimanan, dan cara peribadahannya. Walaupun demikian, masing-masing umat beragama tersebut memiliki keinginan yang sama yakni terwujudnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang damai, aman, tenteram, adil, serta makmur secara materiil dan spiritual.
Dalam Islam, kerukunan termasuk ajaran yang harus diwujudkan dalam kehidupan bersama umat manusia. Hal ini karena kerukunan merupakan modal utama untuk terwujudnya ketenteraman, kedamaian, dan kesejahteraan bersama. Sebaliknya, perselisihan atau permusuhan merupakan penyebab datangnya berbagai kerugian dan bencana.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerukunan berarti perihal hidup rukun; rasa rukun; kesepakatan. Sedangkan arti rukun itu sendiri adalah baik dan damai; bersatu hati atau sepakat.
Islam merupakan agama yang mencintai kerukunan dan perdamaian. Hal ini sering dicontohkan oleh Rasulullah SAW misalnya saat terjadi perselisihan di antara para pengikutnya. Beliau mengajarkan agar pihak-pihak yang berselisih melakukan usaha-usaha dengan segera dan dengan cara yang bijaksana agar perselisihan di antara mereka segera berakhir, dan mereka kembali hidup rukun.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Janganlah kamu putus-memutuskan hubungan, belakang-membelakangi, benci-membenci dan hasut-menghasut. Hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang bersaudara satu sama lain dan tidaklah halal bagi (setiap) muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari". (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika pihak-pihak yang berselisih atau bermusuhan tidak mampu menyelesaikan sendiri perselisihan atau permusuhan mereka, maka pihak ketiga hendaknya segera berusaha dengan cara yang bijaksana untuk merukunkan orang-orang atau sekelompok orang yang berselisih atau bermusuhan itu. Allah SWT berfirman:
وَإِنْ طَآئِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا
"Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya."... (QS. Al-Hujurat, 9)
Dalam hadits lain, Rasulullah juga pernah bersabda, "Maukah aku beritahukan kepada kalian perkara yang lebih utama dari puasa, shalat, dan sedekah?". Mereka (para sahabat) menjawab, "Tentu saja mau wahai Rasulullah!". Rasulullah SAW bersabda, "Yaitu mendamaikan di antara kamu, karena rusaknya perdamaian (kerukunan) di antara kamu merupakan pencukur (perusak) agama". (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
Begitu pula dalam kehidupan bersama dengan umat lain, Rasulullah juga senantiasa mengajarkan umatnya untuk dapat hidup berdampingan dengan umat lain secara damai, rukun, dan saling menghargai akan perbedaan yang ada. Berikut ini merupakan beberapa contoh praktek pergaulan antarumat beragama sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW:
- Seorang sahabat Nabi bernama Ka'ab bin Ajzah RA pernah bercerita kepada Rasulullah bahwa dirinya bekerja pada seorang beragama Yahudi lalu memperoleh upah darinya. Nabi Muhammad SAW membolehkan perbuatan tersebut.
- Rasulullah SAW pernah memberikan hadiah kepada Raja Najasyi dan orang Yahudi, dan pernah pula menerima hadiah dari beberapa raja non-Muslim pada masa itu.
- Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang berkumpul, tiba-tiba lewatlah sekelompok orang mengusung jenazah. Ketika jenazah itu lewat, seraya Nabi SAW berdiri sebagai tanda hormat. Lalu ada seorang sahabat yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah itu mayat Yahudi?". Rasulullah SAW kemudian menjawab, "Bukankah itu nyawa juga?". "Ya", jawab orang itu. Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda, "Setiap nyawa menurut Islam harus dihormati dan mempunyai tempat".
- Abu Thalib adalah seorang paman dari Nabi Muhammad SAW yang mengasuh, merawat, dan melindungi beliau semenjak beliau berusia 8 tahun. Setelah Nabi diangkat menjadi Rasul, beliau mengajak pamannya tersebut agar masuk Islam. Tetapi ajakan Nabi tersebut tidak dipenuhinya hingga pamannya itu meninggalkan dunia tetap dalam kekafiran. Meskipun begitu, hubungan antara Nabi SAW dengan pamannya itu tetap terjalin baik. Rasulullah SAW tetap sayang dan hormat kepada Abu Thalib, pamannya. Sebaliknya, Abu Thalib pun juga tetap sayang dan melindungi Nabi SAW dari gangguan orang-orang kafir Quraisy.