Pesatnya perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) memang banyak membawa kemudahan bagi kehidupan manusia. Bagi Indonesia, perkembangan Iptek juga merupakan aspek penting yang menjadi orientasi untuk bersaing dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lainnya. Tujuannya jelas, selain meningkatkan pengembangan kualitas ilmu pengetahuan, juga perbaikan sektor ekonomi melalui penerapan teknologi dalam proses industrialisasi.
|
via republika.co.id |
Berdirinya lembaga-lembaga riset dan pusat penelitian, terutama yang bergerak dalam bidang industri memang sangat berperan penting dalam mengantarkan Indonesia menuju negara industri. Akan tetapi, keuntungan ekonomi yang ditunjukkan dalam program pembangunan tersebut ternyata telah meninggalkan banyak persoalan lingkungan hidup.
Eksplorasi bahan tambang, seperti batu bara, timah, minyak, emas, tembaga, dan pasir yang meningkat sejak tahun 1970-an telah menimbulkan dampak pencemaran terhadap danau, sungai, terumbu karang, serta keragaman flora dan fauna. Dalam bidang kehutanan, penebangan kayu secara ilegal (illegal logging) yang terjadi di hutan-hutan Kalimantan dan Sumatra telah merusak sistem ekologi. Selain rusaknya sistem ekologi, kebakaran hutan juga telah menyebabkan terjadinya perubahan iklim secara ekstrem.
Pemerintah Indonesia memang telah mengeluarkan kebijakan tebang pilih dan kewajiban reboisasi (penanaman kembali), tetapi dalam kenyatannya sebagian besar tidak dipatuhi. Hal ini dapat dilihat dari pengadaan berbagai proyek reboisasi sepanjang tahun 1980-an dan 1990-an, yang ternyata tidak diterapkan secara optimal dan masih terdapat wilayah hutan dibiarkan gundul. Hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap tingkat kesuburan tanah yang sulit untuk dapat ditanami kembali, baik diakibatkan oleh penebangan maupun pembakaran hutan untuk membuka lahan pertanian baru.
Persoalan-persoalan lingkungan hidup yang berhubungan dengan pembakaran hutan juga telah menimbulkan bencana besar yang sangat mengganggu kehidupan manusia. Misalnya, pada kurun tahun 1990 an terjadi kebakaran hutan di Kalimantan, Sumatra, dan Papua. Bahkan hingga saat ini, kebakaran hutan masih terjadi di Kalimantan dan Riau yang telah menimbulkan polusi asap. Polusi asap ini bukan hanya mengganggu aktivitas kehidupan penduduk sekitarnya, namun juga negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Selain itu, keberlangsungan habitat hutan berupa flora dan fauna juga terancam musnah akibat bencana tersebut.
Fenomena industrialisasi seiring pesatnya penggunaan teknologi modern telah ditandai oleh berdirinya pabrik dan pusat-pusat industri baru sebagai wujud perkembangan ekonomi suatu negara. Keberadaan pabrik-pabrik dan pusat industri ini dalam perkembangannya juga telah meninggalkan persoalan pencemaran lingkungan hidup. Pada tahun 1970-an, sudah menggejala pencemaran limbah yang dibuang tanpa melalui proses pengolahan. Pencemaran ini telah mengancam lahan pertanian, tambak ikan, dan air sungai yang digunakan penduduk, seperti yang terjadi pada tahun 1977 di Semarang dan tahun 1980-an di Sidoarjo, Jawa Timur.
Pencemaran limbah industri yang dibuang melalui sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta pada tahun 1980-an juga telah mencemari kehidupan hayati laut. Dampak perkembangan industri bukan hanya berkaitan dengan masalah limbah, namun juga dapat menimbulkan bencana bagi masyarakat, seperti yang terjadi di Sumatra Utara. Sebuah pabrik kertas yang mulai beroperasi sejak tahun 1989 telah mengakibatkan terjadinya erosi, banjir, dan pendangkalan Danau Toba. Hal ini akibat dan penebangan pohon untuk bahan baku kertas yang tidak terkontrol.
Sementara itu, industri pertanian pun tidak luput dari masalah. Ketika berlangsungnya Revolusi Hijau pada tahun 1980-an (Baca:
Sejarah Revolusi Hijau), telah terjadi fenomena yang mendua. Dalam arti, program yang diterapkan oleh pemerintah ini memang telah menghasilkan produksi pertanian yang luar biasa. Akan tetapi, di sisi lain, program ini telah mengancam keseimbangan ekosistem akibat penggunaan racun dan masa penanaman yang tidak memperhatikan siklus.
Penggunaan zat kimia untuk membasmi hama memang telah berhasil meningkatkan produksi ternak dan sayur-sayuran pada dasawarsa tahun 1980. Namun, efek samping dari penggunaan zat kimia tersebut telah menyebabkan hasil produksi daging dan sayuran dapat membahayakan kesehatan jika dikonsumsi manusia akibat kandungan racun dalam makanan tersebut.
Dampak kemajuan iptek juga memunculkan persoalan gaya hidup yang menjurus kepada pencemaran lingkungan hidup manusia. Sejak tahun 1970-an, modernisasi yang ditopang oleh perbaikan perekonomian telah mengubah pola gaya hidup masyarakat Indonesia. Meningkatnya penggunaan berbagai jenis barang, seperti plastik, lemari es, alat pendingin ruangan, obat pembasmi serangga, batu baterai dan parfum tanpa disadari secara langsung ternyata dapat membahayakan kehidupan manusia secara akumulatif.
Selain itu, kandungan chlorofluorocarbon (CFC) pada beberapa jenis benda tersebut (seperti kulkas dan tabung minyak wangi semprot) ternyata dapat mengancam rusaknya lapisan ozon yang melindungi bumi dari sengatan sinar matahari. Belum lagi meningkatnya penggunaan jumlah kendaraan bermotor sejak tahun 1980-an hingga saat ini telah memunculkan pencemaran udara melalui asap buangan dari knalpot kendaraan dan pencemaran suara yang menimbulkan kebisingan. Polusi asap dan suara dari kendaraan bermotor tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia, baik secara fisik maupun psikis.
Pada hakikatnya, semua permasalahan tersebut tidak terlepas dari belum tepatnya penggunaan teknologi dan masih rendahnya upaya pelestarian lingkungan hidup di kalangan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka pada tahun 1978 dibentuklah sebuah kementerian yang bertugas mengawasi masalah lingkungan hidup di Indonesia.
Emil Salim kemudian diangkat sebagai menteri negara pengawasan dan pembangunan lingkungan hidup. Dalam perkembangannya, mulai bermunculan berbagai lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian dan kepedulian terhadap masalah lingkungan hidup di Indonesia.
Di samping dampak kegiatan industri, revolusi teknologi komunikasi, informasi, dan transportasi pada zaman modern ini juga telah mengalami perkembangan dan pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Teknologi komunikasi dan informasi internet telah berhasil menembus batas-batas geografis, negara, ras, adat, dan lain-lain. Setiap orang dapat dengan mudahnya mengakses dan mengadopsi nilai-nilai pengetahuan, budaya, dan kebiasaan-kebiasaan asing lainnya.
Namun sayangnya, teknologi komunikasi dan informasi juga telah melahirkan suatu gejala patologi sosial akibat dampak dari globalisasi media massa. Akibatnya, muncul patologi sosial seperti gaya hidup dan budaya konsumtif, kekerasan, dan tindakan kriminal sebagai dampak dari tayangan televisi atau media elektronik lainnya yang tidak mendidik. Kebebasan berekspresi juga sering disalahartikan sehingga banyak orang mengekspresikan segala sesuatu dengan sesuka hati. Adapun teknologi transportasi telah memunculkan dampak polusi udara dan suara yang dapat membahayakan kesehatan manusia.