Sebelum adanya beragam moda transportasi seperti sekarang ini, perkembangan teknologi transportasi, baik darat, laut dan udara di Indonesia telah melewati sejarah yang cukup panjang. Dalam sejarahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di dunia sangat berperan akan hadirnya beragam mode transportasi di Indonesia. Nah, berikut ini kita akan belajar sekilas mengenai sejarah perkembangan teknologi transportasi di Indonesia.
Transportasi Darat
Perkembangan transportasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perubahan-perubahan besar dalam teknologi transportasi dunia. Penemuan-penemuan sarana transportasi yang dikembangkan di Barat dalam perkembangannya mulai diperkenalkan dan dibawa ke wilayah-wilayah koloni oleh kaum penjajah sejak akhir abad ke-19.
Penemuan mobil oleh Gottlieb Daimler pada tahun 1887 merupakan temuan teknologi transportasi darat yang telah mengubah sejarah transportasi dunia. Di Indonesia, mobil pada awalnya dibawa masuk oleh orang-orang Eropa pada awal abad ke-20. Kepemilikannya pun lebih banyak dikuasai oleh orang-orang kaya Eropa dan terbatas di kalangan orang pribumi, seperti bupati.
|
via istockphoto |
Faktor pendukung berkembangnya penggunaan kendaraan bermotor di Indonesia ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
- Perkembangan industri otomotif Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 1960-an.
- Berkembangnya teknologi otomotif Jepang pada tahun 1970-an.
- Perluasan dan perbaikan jalan raya.
Pada tahun 1980-an teknologi kendaraan bermotor dari Jepang semakin bersaing dengan produksi kendaraan dari Eropa dan Amerika Serikat.
Kehadiran teknologi kendaraan bermotor yang kemudian digunakan sebagai angkutan umum pada tahun 1970-an telah menggantikan peran sarana transportasi tradisional. Akibat semakin besarnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor pada tahun 1980-an, kemacetan lalu lintas menjadi persoalan utama di banyak kota besar di Indonesia.
Namun di samping memunculkan masalah kemacetan, ada juga aspek positif dari perkembangan penggunaan angkutan bermotor. Salah satunya dapat dilihat dari proyek pembangunan jalan raya. Hal ini ditandai dengan semakin mudahnya penggunaan sarana transportasi umum yang dapat menghubungkan berbagai wilayah, baik itu antarkabupaten, antarprovinsi bahkan antarpulau.
Selain kendaraan bermotor, transportasi darat yang juga tidak kalah pentingnya adalah perkembangan perkeretaapian. Sarana transportasi ini sudah berkembang sejak masa kolonial melalui pembangunan jaringan kereta api dan trem yang dibangun di beberapa daerah di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, jaringan kereta api dan trem hanya terdapat di seluruh Pulau Jawa, Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Sumatra Selatan, dan Provinsi Lampung. Sementara itu, jaringan trem dihapuskan seluruhnya, ketika pengoperasian jaringan trem terakhir di Jakarta dihentikan pada awal tahun 1970-an.
Pada masa kolonial, industri kereta api dimiliki oleh swasta dan negara. Namun, setelah Indonesia merdeka, pengelolaan kereta api hanya dimonopoli oleh negara dengan tetap menggunakan teknologi dan manajemen yang berasal dari masa kolonial.
Peningkatan frekuensi perjalanan kereta api antara tahun 1950-an hingga awal tahun 1970-an masih belum diikuti oleh perbaikan teknologi dan pelayanan yang berarti. Beberapa perubahan mulai terjadi pada tahun 1970-an ketika lokomotif mulai memiliki kecepatan lebih besar dan mampu menarik banyak gerbong. Selain itu, jumlah penumpang pun semakin meningkat seiring makin tingginya angka mobilitas penduduk sejak akhir tahun 1970-an.
|
via wikipedia |
Pada akhir tahun 1980-an, mulai diadakan perluasan jalur dan perbaikan pelayanan. Pelayanan kereta listrik dan disel pun mulai ditingkatkan seiring makin pesatnya perkembangan daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek). Mengenai pengembangan teknologi, PT. INKA di Madiun telah memungkinkan Indonesia dapat membuat komponen kereta api sendiri. Hampir keseluruhan gerbong penumpang dan barang yang digunakan pada tahun 1990-an dibuat di bengkel-bengkel besar kereta api di Indonesia.
Transportasi Laut
Jika transportasi darat merupakan kebutuhan umum masyarakat, maka sebagai negara maritim, perkembangan transportasi air di Indonesia pun sangat bergantung pada pengembangan teknologi. Seperti halnya industri kereta api, sektor transportasi laut di Indonesia sampai pertengahan tahun 1960-an masih sangat tergantung pada kegiatan pelayaran warisan masa kolonial. Meskipun demikian, industri pelayaran tetap memiliki peran penting, misalnya sebagai sarana transportasi ibadah haji, sebelum akhirnya digantikan oleh transportasi udara pada tahun 1980-an.
|
via beritabeta.com |
Sebagian besar kapal dan teknologi transportasi laut yang ada di Indonesia diimpor dari luar negeri. Namun, usaha pengembangan teknologi laut juga dilakukan di dalam negeri melalui keberadaan PT PAL di Surabaya yang mampu menjadi sarana pengembangan teknologi dalam bidang transportasi laut di Indonesia. Transportasi pelayaran memiliki peranan besar, bukan hanya sebagai sarana angkutan rakyat, namun juga angkutan barang. Selain penggunaan teknologi peti kemas, teknologi modern juga digunakan untuk pengapalan minyak dan gas alam cair.
Transportasi Udara
Selain teknologi transportasi darat dan laut, perkembangan teknologi transportasi udara juga menjadi salah satu kebutuhan rakyat Indonesia yang semakin berkembang pesat dari waktu ke waktu. Setelah kemerdekaan, makin terbuka kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan impiannya membuat pesawat terbang sendiri. Kesadaran bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan tentu memerlukan adanya sarana transportasi udara untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Perkembangan berarti transportasi penerbangan ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini:
- Meningkatnya jumlah penumpang maupun barang sejak tahun 1970-an.
- Bertambahnya jumlah bandar udara dan kemampuan operasional.
- Pembangunan lapangan terbang perintis di beberapa provinsi.
Keberadaan bandar udara internasional dan dalam negeri Jakarta yang masih terpisah di Halim Perdana Kusumah dan Kemayoran, sejak awal tahun 1980-an disatukan di Bandar Udara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Disusul kemudian pembukaan beberapa bandar udara di daerah untuk penerbangan internasional.
|
via kompas.com |
Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan nasional pertama yang mulai melayani penerbangan pada tanggal 26 Januari 1949 dengan menggunakan pesawat DC3 yang dibeli masyarakat Aceh dan diberi nama Seulawah. Seiring tumbuhnya perekonomian Indonesia pada tahun 1970-an, maka mulai berkembang perusahaan penerbangan milik pemerintah dan swasta lainnya.
Sebagai upaya mengembangkan teknologi dan industri penerbangan, atas prakarsa B.J. Habibie, didirikanlah Industri Pesawat Terbang Nurtanio pada tanggal 28 April 1976 di Bandung. Dalam perkembangannya, perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN).
Sejak tahun 1976, cakrawala baru tumbuhnya industri pesawat terbang modern dan lengkap di Indonesia dimulai. Pada periode inilah semua aspek prasarana, sarana, SDM, hukum dan regulasi serta aspek lainnya yang berkaitan dan mendukung keberadaan industri pesawat terbang berusaha ditata. Melalui IPTN dikembangkan suatu konsep alih teknologi dan industri progresif. Konsep yang dikembangkan ternyata memberikan hasil optimal dalam penguasaan teknologi kedirgantaraan dalam waktu relatif singkat, yaitu 24 tahun.
Melalui kerja sama dengan beberapa penerbangan besar internasional, terutama dengan Cassa (Spanyol), IPTN berhasil merakit dan memproduksi berbagai jenis peswat terbang dan helikopter, salah satunya CN-235. Sejak akhir tahun 1980-an, IPTN juga mulai melakukan kerja sama dengan beberapa perusahaan pembuat pesawat terbang asing untuk membuat beberapa komponen pesawat terbang. Pada tahun 1995, IPTN memproduksi pesawat N-250 dan berhasil mengangkasa untuk pertama kalinya. Hasil rancangan IPTN tersebut diharapkan mampu bersaing di pasar dunia dengan jenis-jenis produksi pesawat lainnya.
Namun sayang, perkembangan industri penerbangan Indonesia mengalami kemunduran pesat setelah anggaran IPTN dinyatakan defisit. Selain itu, semakin besarnya tingkat persaingan produksi pesawat perusahaan penerbangan internasional telah membuat IPTN tidak mampu lagi bersaing seperti pada masa-masa sebelumnya.
Pada tanggal 24 Agustus 2000, IPTN direstrukturisasi dan kemudian berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI). PT DI tidak hanya memproduksi berbagai pesawat, tetapi juga senjata dan jasa pemeliharaan (maintenance service) untuk mesin-mesin pesawat. Selain itu, PT DI juga menjadi subkontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar dunia, seperti Boeing, General Dynamic, Fokker, dan lain sebagainya.