Bioteknologi ibarat dua sisi mata pisau. Jika teknologi tersebut dimanfaatkan dengan baik, hasilnya sangat bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia. Akan tetapi, jika teknologi tersebut disalahgunakan, tentu akan menimbulkan malapetaka yang sangat dahsyat, salah satu contohnya yaitu penggunaan "Senjata Biologis".
Membahas senjata biologis, mungkin kita akan teringat pada satu rentetan peristiwa yang terjadi pada bulan September tahun 2001 silam, yakni saat teror yang menghancurkan gedung World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat. Menyusul tragedi itu, muncul bentuk serangan teror baru berupa pengiriman surat-surat gelap dalam amplop berisi bakteri berbahaya ke sejumlah alamat di AS.
Senjata biologis yang paling banyak dikenal masyarakat adalah bakteri yang terdapat di dalam amplop surat-surat gelap itu, yakni bakteri antraks yang berbahaya. Umumnya, bakteri yang di Indonesia lebih sering dipicu oleh penularan secara alami itu berbentuk serbuk atau bubuk putih.
|
ilustrasi |
Riset tentang antraks sebagai senjata biologis sebenarnya telah dimulai lebih dari 80 tahun yang lalu. Kelompok Aum Shinrikyo misalnya, yang bertanggung jawab terhadap penyebaran gas sarin di stasiun bawah tanah di Tokyo, Jepang tahun 1995, juga menyebarkan aerosol spora antraks dan botulism di delapan tempat. Akan tetapi, serangan tersebut gagal menimbulkan penyakit.
Tahun 1979, di Fasilitas Mikrobiologi Militer, Sverdlovsk, bekas negara Uni Soviet, telah terjadi kecelakaan karena tersebarnya aerosol spora antraks yang mengakibatkan 79 kasus infeksi antraks dan 68 kematian. Aerosol antraks tidak berbau, tidak terlihat, dan berpotensi menyebar sampai radius beberapa kilometer.
Terlepas dari masih gelapnya pelaku teror antraks tersebut, apa sebenarnya senjata biologis, ternyata belum banyak diketahui publik. Bahkan bentuk, efek, serta cara kerjanya masih belum diketahui secara luas. Antraks adalah jenis senjata biologis yang selama ini paling dikenal, padahal ada banyak jenis senjata biologis yang mempunyai efek yang sangat mengerikan. Senjata biologis dapat digunakan untuk meneror.
Aksi bioteroris bisa bermotivasi politik, religi, ideologi, atau kriminal dan dapat merupakan aktivitas teror yang dilakukan oleh individu, kelompok, bahkan negara. Aksi ini dapat bervariasi, mulai dari penyebaran agen penyakit sampai kontaminasi produk makanan dan sumber air. Kapan dan bagaimana serangan teroris, termasuk dengan senjata biologis, sangat sulit diprediksikan. Sementara itu, pencegahan ataupun penanggulangannya memerlukan teknologi, sistem informasi, dan pengetahuan medis yang memadai.
Senjata biologis, menurut beberapa literatur adalah nama umum untuk senjata yang bisa menyebarkan zat mikrobiologi dan toksin. Senjata ini sangat ditakuti karena memang sangat berbahaya. Perangkat ini bisa menyebarkan virus, bakteri, ataupun jamur, yang dengan cepat bisa menjangkiti Orang, hewan, ataupun tumbuhan.
Daya Rusak Senjata Biologis
Senjata biologis umumnya sangat berbahaya karena keberadaannya tidak dapat dipantau pancaindra kita. Bakteri antraks dapat menyerang paru-paru dengan menimbulkan radang sangat berat. Bakteri antraks bisa menewaskan korbannya dalam dua-tiga hari saja.
Keseriusan dampak senjata biologis tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis dan sifat bakteri yang digunakan, juga cara penyebarannya. Penyebaran di udara akan tergantung pada keadaan cuaca pada saat itu, seperti suhu udara, kelembapan, kekuatan tiupan angin, kepadatan penduduk, dan sebagainya. Kawasan yang berpenduduk padat mempunyai tingkat keseriusan ancaman yang lebih tinggi dibandingkan tempat yang berpenduduk jarang.
Penggunaan Senjata Biologis
Penyebaran mikroba-mikroba beracun ke sasarannya dapat menggunakan berbagai cara, misalnya dalam bentuk bubuk yang dimasukkan ke dalam amplop surat, seperti yang muncul di AS. Senjata biologis berbentuk cairan dapat disebarkan dengan pesawat baling-baling penyemprot obat antihama, yang banyak dipakai di lahanlahan pertanian. Dapat juga dengan cara lebih canggih, yaitu dengan menggunakan bahan peledak atau dipasang di dalam rudal.
Sulitnya mencegah serangan senjata biologis sedini mungkin karena bakteri beracun itu tidak berbau dan tidak terpantau mata biasa. Walhasil, serangan baru disadari setelah jatuh korban pertama. Masker atau pakaian khusus seperti untuk menghadapi penyinaran radioaktif memang dapat digunakan. Akan tetapi, akan tetap selalu terlambat. Serangan itu dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Mungkinkah melindungi semua sasaran itu?.
Sampai saat ini, belum ada teknologi siap pakai yang mampu mendeteksi dengan cepat serangan senjata biologis sedini mungkin. Apa jenis bakteri yang dipakai? Berapa luas sasaran yang dijangkaunya? Peningkatan efisiensi kerja sama dan kemampuan serta kewaspadaan Dinas Keamanan di seluruh dunia, merupakan cara yang terbaik untuk mencegah serangan terorisme dengan senjata biologis ini.
(Sumber: Copyright © 2003 PDPERSI.co.id)