Ada beragam bentuk pemerintahan yang dianut oleh negara-negara di dunia ini. Satu di antaranya yaitu bentuk negara federal atau sering juga disebut dengan negara serikat. Negara federal yaitu negara yang di dalamnya terdapat beberapa negara bagian. Kekuasaan antara Pemerintah Federal dan Pemerintah Negara Bagian dibagi sedemikian rupa sehingga masing-masing pemerintah memiliki bidang kekuasaannya.
Kita tentu familier dengan negara-negara penganut bentuk pemerintahan federal seperti misalnya Amerika Serikat, Brasil, Rusia, Australia, dan sebagainya. Namun tahukah anda bahwa negeri kita tercinta, Indonesia, dahulu juga pernah menganut bentuk pemerintahan seperti ini sebelum akhirnya kembali dengan bentuk Negara Kesatuan seperti sekarang ini.
|
via shutterstock |
Indonesia pernah menganut bentuk pemerintahan Republik Federal yang terbentuk sejak tanggal 27 Desember 1949 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1950. Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah sebuah negara republik parlementer federal di Asia Tenggara yang terbentuk setelah Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949.
Negara ini merupakan perserikatan antara Republik Indonesia dan negara-negara yang dibentuk Belanda di Nusantara dari tahun 1946 hingga 1949. Federasi RIS lahir sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar (KMB), yakni Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Federal (BFO), dan Belanda. Kesepakatan tersebut juga disaksikan oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan dari PBB.
Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS)
Pada tanggal 4 Agustus 1949, pemerintah Indonesia menyusun dan membentuk delegasi untuk menghadiri KMB yang terdiri atas Drs. Moh. Hatta, Moh. Roem, Prof. Dr. Supomo, dr. Leimena, Ali Sastroamijoyo, Ir. Juanda, dr. Sukiman, Suyono Hadiwinoto, Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Sumardi. Sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Konferensi Meja Bundar (KMB) berlangsung pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949 di Den Haag, Belanda, dan menghasilkan beberapa kesepakatan. Hasil-hasil yang didapat dari perundingan tersebut antara lain sebagai berikut:
- Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
- Status Irian akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
- Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
- RIS mengembalikan hak milik Belanda serta memberikan hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
- RIS harus membayar semua utang-utang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
|
via detik.com |
Sebelumnya, antara pihak RI dan BFO telah ditandatangani persetujuan mengenai Konstitusi RIS pada tanggal 29 Oktober 1949. Hasil KMB kemudian diajukan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Pada tanggal 6 Desember 1949, KNIP bersidang untuk membahas hasil KMB tersebut. Sebanyak 226 suara menyetujui hasil KMB, 62 suara menolak, dan 31 orang meninggalkan sidang. Dengan demikian, hasil KMB akhirnya diterima dengan suara mayoritas di KNIP.
Pada tanggal 15 Desember 1949, diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno. Pada tanggal 16 Desember 1949, Ir. Soekarno dipilih sebagai Presiden RIS dan pada keesokan harinya diambil sumpahnya. Pada tanggal 20 Desember 1949, Kabinet RIS pertama dibentuk dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai perdana menterinya. Pada tanggal 23 Desember 1949, delegasi RIS yang dipimpin oleh Moh. Hatta berangkat ke Belanda untuk menandatangani akta “penyerahan” kedaulatan dari pemerintah Belanda.
Pada tanggal 27 Desember 1949, baik di Belanda maupun di Indonesia dilakukan upacara penandatanganan naskah “penyerahan” kedaulatan. Di Belanda bertempat di Ruang Tahta Amsterdam, Ratu Juliana, Perdana Menteri Belanda Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. A.MJ.A. Sassen, dan Ketua Delegasi RIS Moh. Hatta bersama membubuhkan tanda tangan pada naskah “penyerahan” kedaulatan kepada RIS.
Pada saat yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX menenima “penyerahan’” kedaulatan dari Wakil Tinggi Mahkota A.H.J. Lovink melalui suatu upacara. Dengan demikian, secara formal Belanda telah memberikan pengakuan kemerdekaan Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda, kecuali Papua.
Dengan adanya hasil persetujuan KMB, terbentuklah negara Republik Indonesia Serikat yang terdiri atas tujuh negara bagian dan sembilan negara satuan (daerah otonom). Republik Indonesia merupakan negara bagian terpenting yang memiliki daerah paling luas dan jumlah penduduk paling banyak.
|
via wikimedia.org |
Adapun negara-negara bagian RIS berdasarkan Piagam Konstitusi RIS adalah sebagai berikut:
a. Negara Bagian
- Negara Republik Indonesia
- Negara Indonesia Timur
- Negara Pasundan
- Negara Jawa Timur
- Negara Madura
- Negara Sumatra Timur
- Negara Sumatra Selatan
b. Negara Satuan Yang Berdiri Sendiri
- Jawa Tengah
- Belitung
- Kalimantan Barat
- Daerah Banjar
- Kalimantan Timur
- Bangka
- Riau
- Dayak Besar
- Kalimantan Tenggara
c. Distrik Federal
- Distrik Federal Jakarta
d. Daerah Swapraja
- Kotawaringin
- Padang dan sekitarnya
- Sabang
Kembali Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Seperti telah disinggung di atas, terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat (RIS) ternyata tidak bertahan lama. Sejak awal, mayoritas orang Indonesia memang sejatinya menentang sistem federal yang dihasilkan dari Konferensi Meja Bundar ini. Pada akhirnya, RIS resmi dibubarkan dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
|
via sekolahan.co.id |
Faktor-faktor yang menyebabkan semakin kuatnya dorongan pembubaran RIS adalah sebagai berikut:
- Anggota kabinet RIS pada umumnya orang-orang republiken pendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hanya dua orang yang tetap mendukung sistem federal (serikat), yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede Agung. Oleh karena itu, opini untuk membubarkan RIS dan pembentukan negara kesatuan sangat kuat.
- Ada anggapan di kalangan rakyat Indonesia bahwa pembentukan sistem federal (RIS) merupakan upaya Belanda untuk kembali memecah bangsa Indonesia.
- Pembentukan RIS tidak didukung oleh ideologi yang kuat dan tanpa tujuan kenegaraan yang jelas.
- Pembentukan RIS tidak mendapatkan dukungan rakyat banyak.
- RIS menghadapi rongrongan dari sisa-sisa kekuatan Belanda seperti KNIL dan KL serta golongan yang takut kehilangan hak-haknya setelah Belanda meninggalkan Indonesia.
Oleh karena itu, di beberapa daerah dan negara bagian timbul gerakan menuntut pembubaran RIS dan pembentukan negara kesatuan. Gerakan itu bersamaan dengan munculnya
pemberontakan bersenjata oleh bekas tentara KNIL di beberapa negara bagian seperti APRA, Andi Azis, dan RMS.
Karena semakin kuatnya tuntutan pembubaran RIS, maka pada tanggal 8 Maret 1950 dengan persetujuan parlemen, Pemerintah RI mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor II tahun 1950. Berdasarkan Undang Undang (UU) tersebut, negara-negara bagian diperbolehkan bergabung dengan Republik Indonesia.
Beberapa negara bagian yang menyatakan bergabung dengan RI yaitu Negara Jawa Timur, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, Negara Kalimantan Timur, Tenggara, dan Dayak, Daerah Bangka dan Belitung, serta Daerah Riau. Beberapa daerah lain seperti Padang masuk ke daerah Sumatra Barat, Sabang sebagai daerah Aceh, dan Kotawaringin masuk ke wilayah RI. Hingga tanggal 5 April 1950, hanya tinggal dua negara bagian yang belum bergabung dengan Rl yaitu Negara Sumatra Timur (NST) dan Negara Indonesia Timur (NIT).
Pembentukan negara kesatuan terjadi setelah pemerintah Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur menyatakan keinginannya untuk bergabung kembali ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selanjutnya, pada tanggal 19 Mei 1950 diadakan persetujuan RIS-RI untuk mempersiapkan prosedur pembentukan negara kesatuan. Pihak RIS diwakili oleh Perdana Menteri RIS Moh. Hatta dan pihak RI diwakili oleh Perdana Menteri RI dr. Abdul Halim. Pertemuan itu menghasilkan keputusan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia akan dibentuk oleh RIS-RI di Yogyakarta.
Guna mewujudkan rencana itu dibentuklah Panitia Gabungan RI-RIS yang bertugas merancang UUD Negara Kesatuan RI. Panitia Perancang UUDS NKRI ini diketuai oleh Menteri Kehakiman RIS Prof. Dr. Mr Supomo. Panitia itu berhasil menyusun Rancangan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 20 Juli 1950.
Perubahan UUD tersebut dilakukan dengan cara mengubah UUD RIS sedemikian rupa sehingga tidak mengubah esensi UUD 1945, terutama Pasal 27, 29, dan 33 ditambah dengan bagian-bagian yang masih dianggap baik dari UUD RIS. Rancangan UUD ini kemudian diserahkan kepada perwakilan negara-negara bagian untuk disempurnakan.
Pada tanggal 14 Agustus 1950, Rancangan UUD itu diterima dengan baik oleh Senat dan Parlemen RIS serta KNIP. Pada tanggal 15 Agustus 1950, melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1950, Presiden Soekarno menandatangani rancangan UUD tersebut menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS 1950). Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).