Apakah Maksudnya Keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah Itu?

Islam adalah agama yang menempatkan keluarga pada posisi yang sangat penting dan strategis dalam membina pribadi dan masyarakat. Baik-buruk kepribadian seseorang sangat tergantung pada pembinaannya dalam keluarga. Jika instrumen terpenting dalam masyarakat ini tidak dibina dengan baik dan benar, mustahil mengharapkan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang diidamkan. 

pengantin muslim
ilustrasi via istockphoto

Pembinaan keluarga ditujukan untuk mewujudkan keluarga sakinah yang dihiasi jalinan cinta-kasih (mawaddah wa rahmah) antar semua anggota keluarganya. Jalinan cinta kasih atas dasar agama merupakan sumber utama kebahagiaan keluarga sehingga memungkinkan setiap anggota keluarga mengembangkan kepribadiannya secara baik dan utuh. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ ءَايٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً  ۚ  إِنَّ فِى ذٰلِكَ لَءَايٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."

Sakinah


Penggunaan istilah sakinah diambil dari ayat di atas (litaskunuu ilaihaa) yang berarti Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Istilah sakinah memiliki akar kata yang sama dengan sakanun yang berarti tempat tinggal. Kata ini digunakan Al-Qur’an untuk menggambarkan kenyamanan keluarga, tempat berlabuh setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang sehingga menjadi lahan subur untuk tumbuhnya cinta kasih di antara sesama anggotanya. 

Sebuah keluarga sakinah direkatkan dengan tali rohani berupa cinta, mawaddah, rahmah, dan amanah Allah SWT. Apabila cinta memudar dan mawaddah pun lenyap, masih ada rahmat. Jika ini pun tidak tersisa, masih ada amanah. Selama pasangan itu beragama, amanahnya akan terpelihara, karena Allah SWT memerintahkan dalam QS. An-Nisa’ ayat 19 berikut:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًا  ۖ  وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَنْ يَأْتِينَ بِفٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ  ۚ  وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ  ۚ  فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسٰىٓ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya". 

Mawaddah


Mawaddah biasa diartikan dengan rasa cinta. Mawaddah juga bisa bermakna “kelapangan dan kekosongan”. Maksudnya adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Orang yang saling mencintai terkadang hatinya kesal sehingga cintanya pudar, bahkan putus. Oleh karena itu, orang yang dalam hatinya bersemai mawaddah tidak lagi akan memutuskan hubungan, seperti yang biasa terjadi pada orang yang bercinta. Ini disebabkan hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan sehingga pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin yang mungkin dimiliki pasangannya. 

Dengan kata lain, mawaddah adalah cinta yang tidak mengharapkan pasangannya sebagai sosok yang sempurna, tetapi memahami ketidaksempurnaan pasangannya dengan sempurna. Cinta yang mawaddah adalah “cinta plus”, yaitu cinta yang terlihat wujudnya pada perlakuan.

Rahmah


Sedangkan rahmah biasanya diartikan dengan rahmat atau kasih sayang. Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidak berdayaan sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Oleh karena itu, suami dan istri akan bersungguh-sungguh, bahkan bersusah payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala hal yang menggangu dan mengeruhkannya. 

Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani, dan siap melindungi yang dicintai. Rahmah menghasilkan kesabaran, kemurahan, dan kerendahan hati. Oleh karena itu, keluarga yang dihiasi dengan rahmah akan jauh dari sifat cemburu buta, mencari keuntungan sendiri, pemarah, apalagi pendendam. 

Al-Qur’an menggarisbawahi pentingnya mawaddah dan rahmah dalam jalinan keluarga karena betapapun hebatnya seseorang pasti memiliki kelemahan. Betapapun lemahnya seseorang, pasti ada juga unsur kekuatannya. Suami dan istri tidak luput dari keadaan demikian sehingga harus berusaha untuk saling melengkapi. Dengan kata lain, suami dan istri harus dapat menjadi “diri” pasangannya. Dalam arti, masing-masing harus merasakan dan memikirkan apa yang dirasakan dan dipikirkan pasangannya. Masing-masing juga harus mampu memenuhi kebutuhan pasangannya. 

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah ayat 187:

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُن

"Mereka itu (istri-istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka ....

Ayat ini tidak saja mengisyaratkan bahwa suami-istri saling membutuhkan sebagaimana kebutuhan manusia pada pakaian (kebutuhan primer), tetapi juga berarti bahwa suami-istri masing-masing menurut kodratnya memiliki kekurangan, harus dapat berfungsi “menutupi kekurangan pasangannya” sebagaimana pakaian menutup aurat (kekurangan) pemakainya. 

Amanah Allah


Di samping itu, pernikahan adalah amanah sebagaimana digarisbawahi oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Kalian menerima istri berdasar amanah Allah”. Amanah adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain disertai dengan rasa aman dari pemberinya karena kepercayaan bahwa apa yang diamanatkan itu akan dipelihara dengan baik, serta keberadaannya aman di tangan yang diberi amanah itu. 

Istri adalah amanah bagi suami, demikian juga sebaliknya. Tidak mungkin orang tua dan keluarga masing-masing akan merestui perkawinan tanpa adanya rasa percaya dan aman itu. Suami ataupun istri tidak akan menjalin hubungan tanpa merasa aman dan percaya kepada pasangannya. Perkawinan bukan hanya amanat dari mereka, melainkan juga amanat dari Allah SWT karena serah terima perkawinan dilakukan dengan kalimat Allah. 

Kesediaan seorang istri untuk hidup bersama dengan seorang lelaki, meninggalkan orang tua dan keluarga yang membesarkannya, dan “mengganti” semua itu dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama lelaki “asing” yang menjadi suaminya. Semua itu merupakan hal yang sungguh mustahil, kecuali ia merasa yakin bahwa kebahagiaannya bersama suami akan lebih besar dibanding dengan kebahagiaannya dengan ibu bapak dan pembelaan suami terhadapnya tidak lebih kecil dari pembelaan saudara-saudara kandungnya. Keyakinan inilah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai mitsaqan ghalizd (perjanjian yang amat kuat) (QS. An Nisa’: 21). 

Oleh karena itu, agama memerintahkan kepada setiap orang agar dalam memilih pasangan yang menjadi prioritas adalah yang taat beragama. Perbedaan agama menyebabkan ikatan perkawinan jadi rapuh. Perbedaan agama juga tidak mengekalkan perkawinan hingga hari akhirat, seperti sabda Rasulullah SAW:

Biasanya, seorang wanita dikawini karena empat faktor: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka, pilihlah yang memiliki agama, (Karena kalau tidak) tanganmu akan berlumuran tanah (kehidupan miskin atau sengsara).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ciri-Ciri Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah


Secara lebih terperinci, ciri-ciri keluarga sakinah mawaddah wa rahmah antara lain sebagai berikut: 

1. Semua anggota keluarga, suami dan istri serta anak-anaknya, dihiasi dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Dengan kata lain, nilai-nilai agama diimplementasikan dengan baik dalam pergaulan rumah tangga. 

2. Hubungan suami-istri dibangun atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dengan pemakainya (QS. Al Baqarah: 187). Suami berfungsi sebagai pakaian bagi istri, demikian pula sebaliknya. Dengan fungsi pakaian ada tiga, yaitu menutup aurat, melindungi diri dari panas dingin, dan perhiasan. 

3. Suami dan istri secara ikhlas menunaikan kewajiban masing-masing dengan didasari keyakinan bahwa menjalankan kewajiban itu merupakan perintah Allah SWT. Suami menjaga hak istri dan istri pun menjaga hak-hak suami. Dari sini muncul saling menghargai, mempercayai, setia, dan di antara keduanya terjalin kerja sama untuk mencapai kebaikan di dunia melalui ikatan rumah tangga. 

4. Rezeki yang selalu bersih dari yang diharamkan Allah SWT. Suami menafkahi keluarganya dengan rezeki yang halal. Ia menjaga anak dan istrinya agar tidak berpakaian, makan, bertempat tinggal, dan semua pemenuhan kebutuhan dari harta yang haram. 

5. Terjalin komunikasi aktif (musyawarah) antar anggota keluarga. Musyawarah bukan untuk mencari kemenangan, melainkan untuk mencari yang terbaik. Di sini masing-masing dituntut untuk mengetahui secara benar kebutuhan dirinya serta memiliki keterampilan untuk menyampaikannya dengan baik. Masing-masing pihak juga dituntut untuk menjadi pendengar aktif sehingga tidak segera memberi penilaian baik atau buruk terhadap gagasan yang disampaikan. 

6. Ungkapan-ungkapan mesra antara suami dan istri. Rasulullah Saw. sering memanggil istri-istrinya dengan ungkapan mesra, misalnya panggilan humairah (pipi yang kemerah-merahan). Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya bila seorang istri memanggil suaminya dengan panggilan mesra, kata sayang misalnya. Demikian juga sebaliknya. 

Demikianlah. Setiap muslim yang berkeluarga pastinya menginginkan agar kehidupan rumah tangganya menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Sebab hal itulah yang menjadi tujuan dari pernikahan, di mana hal itu merupakan nikmat yang Allah berikan kepada kita untuk dapat membina keluarga bahagia yang diridhai Allah SWT. 


*Tulisan di atas dinukil dari buku Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Karakter Berbasis Agama Islam, LPPMP UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA.

Labels: Horizon

Thanks for reading Apakah Maksudnya Keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah Itu?. Please share...!

0 Komentar untuk "Apakah Maksudnya Keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah Itu?"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.