Dikisahkan seorang profesor sedang membaca lembaran-lembaran tugas mahasiswanya. Tetapi rupanya Sang Profesor sedang dalam kesulitan.
"Ah, tulisannya terlalu kecil," pikirnya. Lalu dipanggilah salah satu mahasiswanya.
"Selamat siang, Prof!" kata mahasiswa itu memberi salam.
"Silahkan duduk!"
"Ada apa Profesor memanggil saya?"
"Begini, katakan kepada teman-temanmu untuk revisi mengulangi membuat tugas ini. Tulisannya terlalu kecil sehingga saya sulit membacanya," kata profesor sambil memperagakan membaca salah satu lembaran tugas itu.
"Maaf Prof, sekali lagi maaf. Profesor sedang tidak memakai kacamata."
"Oh ya Tuhan. Pantas." Kemudian diambil kacamata dari sakunya dan berkata, "Sekarang sudah terbaca. Ya sudah silahkan kembali!"
Mahasiswa itu pun keluar sambil geleng-geleng kepala. Coba bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan seandainya profesor itu tidak segera tahu kesalahannya sendiri.
Mungkin kisah di atas bukanlah kisah nyata atau pernah terjadi, tetapi kisah di atas menjadi gambaran nyata bagi kita bahwa seringkali kita senang menyalahkan dunia luar sana padahal seringkali masalah itu justru ada pada diri kita sendiri. Bayangkan dampak yang terjadi apabila setiap ada masalah kita selalu menyalahkan yang di luar sana. Kita akan begitu mudahnya membenci orang lain. Selain itu, sikap seperti ini juga dapat memunculkan permusuhan, pertikaian dan perselisihan. Benarlah kiranya kata pepatah "Kuman diseberang lautan tampak, gajah dipelupuk mata sendiri tidak kelihatan".
Ini tidak berarti kita harus menutup mata atau tidak peduli kepada kesalahan yang mungkin memang telah dilakukan orang lain. Kita boleh bahkan wajib meluruskan yang bengkok dan membetulkan yang salah, tetapi hal itupun hendaknya kita lakukan dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar, saling menasehati dan dengan memperhatikan etika komunikasi yang baik.
Ini tidak berarti kita harus menutup mata atau tidak peduli kepada kesalahan yang mungkin memang telah dilakukan orang lain. Kita boleh bahkan wajib meluruskan yang bengkok dan membetulkan yang salah, tetapi hal itupun hendaknya kita lakukan dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar, saling menasehati dan dengan memperhatikan etika komunikasi yang baik.
Sikap selalu menyalahkan orang lain adalah sifat egois. Sifat-sifat inilah yang sering menghinggapi manusia-manusia modern. Terkadang kita hidup hanya memandang dari apa yang tampak di mata, sehingga begitu mudahnya kita memutuskan mana yang baik dan mana yang buruk menurut versi kita. Kita juga begitu mudahnya mencari dan menemukan kesalahan pada orang lain. Bahkan setiap tindakan orang lain yang tidak sesuai dengan kemauan kita, akan dengan mudahnya kita mengecapnya sebagai sebuah keburukan dan kesalahan.
Memang mudah menyalahkan orang lain, terlebih jika orang tersebut orang yang kita benci karena suatu sebab tertentu. Maka semakin tambahlah rasa kebencian kita kepada orang tersebut, seakan orang tersebut memang tidak mempunyai kebenaran dalam dirinya. Kita memandang hanya ada kesalahan dan kesalahan dalam dirinya.
Tetapi, apakah kita sempat berpikir bahwa ketika kita memvonis seseorang telah melakukan suatu kesalahan, kita sudah mengaca kepada diri kita sendiri? Apakah kita sudah terbebas dari dosa dan kesalahan sehingga kita diperbolehkan untuk memvonis dan menyalahkan seseorang sekehendak kita. Padahal belum tentu orang yang kita anggap bersalah yang telah melakukan kesalahan itu. Bahkan tidak menutup kemungkinan pula bahwa kesalahan sebenarnya justru ada pada diri kita.
Beruntung jika ada orang yang mengingatkan kita bahwa kesalahan itu mungkin ada pada diri kita sendiri, sebagaimana yang dikisahkan dalam cerita diatas, sehingga kita bisa lekas tersadar dari kekhilafan kita dan berusaha untuk memperbaikinya. Tetapi bagaimana jika tidak ada yang mengingatkan, tidak jarang kita justru akan semakin tenggelam dalam kebencian dan juga kesalahan yang kita buat sendiri. Bahkan bisa jadi ketika kita telah menyadari ternyata kesalahan ada pada diri kita sendiri, kita akan menutupinya rapat-rapat karena malu dan keegoisan kita.
Ketahuilah bahwa kegiatan mencari-cari aib dan kesalahan orang lain bukan hanya mengeruhkan hati, tetapi lebih dari itu menjadikan amal kebaikan yang kita lakukan menjadi sia-sia. Langkah pertama ketika masalah timbul adalah mari kita lihat pada diri kita terlebih dahulu dan cari tahu kesalahan yang ada pada diri kita, bukan yang ada di luar sana. Jangan terlalu sibuk menilai orang lain, namun diri sendiri tidak pernah dinilai. Mari kita cermati kembali wasiat dari Sayyidina Umar bin Khattab. "Hitunglah diri kalian sebelum kalian dihisab kelak pada hari kiamat"
Kisah dikutip dari buku Wisata Cinta karya Mustamir
Kisah dikutip dari buku Wisata Cinta karya Mustamir
Labels:
Kisah Hikmah,
Refleksi
Thanks for reading Lihatlah diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Please share...!
0 Komentar untuk "Lihatlah diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.