Pelajaran Hidup dari Menjaga Kehormatan dan Menghargai Perasaan Orang Lain

Hargai perasaan

Alkisah, Seorang wanita datang kepada Syaikh Hatim bin Alwan untuk menanyakan suatu masalah yang menimpa dirinya. Tetapi di tengah perbincangan itu, secara tidak sengaja wanita itu mengeluarkan suara kentut yang cukup keras. Akibatnya wanita itu pun sangat malu dibuatnya. Maka Syaikh Hatim kemudian berkata : "Keraskan suaramu'', beliau memperlihatkan kepada wanita itu bahwa seakan-akan beliau tuli. Wanita itu kemudian lega karena mengira bahwa Syaikh Hatim tidak mendengar suara kentutnya. Karena peristiwa inilah, Syaikh Hatim ini kemudian dikenal dengan nama Hatim al-Asham.

Bagi para pengkaji kitab klasik atau kalangan santri, kisah di atas mungkin sudah sangat sering kita dengar. Sepintas kita memahami kisah tersebut adalah kisah humor belaka, karena itu merupakan hal yang nampak jelas dipahami dari kisah di atas. Tetapi sebenarnya ada hikmah penting yang bisa kita ambil dari kisah di atas. 

Dalam profil mengenai sosok Hatim al Asham dalam kisah di atas, kita mendapati bahwa ternyata beliau adalah figur seorang tokoh besar kalangan ahli zuhud, yaitu Imam Hatim al-Asham. Beliau juga dikenal sebagai ahli ibadah dan orang yang dermawan. Nama lengkapnya adalah Abu Abdirrahman Hatim ibn Alwan al-Asham. Beliau termasuk tokoh guru besar (syaikh) khurasan, murid Syaikh Syaqiq, guru Ahmad bin Khadrawaih. Beliau pernah mengunjungi Baghdad dan menetap di kota ini sampai meninggal. Tercatat, beliau meninggal di Wasyjard, dekat kota Tarmidz, pada tahun 237 H (852 M). 

Dari kisah di atas, kita dapat mengambil hikmah bahwa demi menjaga kehormatan seseorang, Imam Hatim al asham rela untuk dianggap sebagai orang yang tuli. Syaikh Abu 'Ali ad-Daqaq mengatakan bahwa Syaikh Hatim sebenarnya tidak tuli. Syaikh Hatim hanya berpura-pura tuli untuk menjaga perasaan dan menjaga kehormatan seorang wanita tersebut karena tidak sengaja mengeluarkan kentut dengan suara cukup keras. 

Bahkan konon dikatakan bahwa semenjak peristiwa itu, dan sampai 15 tahun, yaitu selama wanita itu masih hidup, Hatim Al Asham selalu berpura-pura tuli, dan selama itu pula tidak ada seorangpun yang menceritakan kepada wanita itu bahwa sebenarnya pendengaran Hatim Al Asham masih normal selayaknya orang lain. 

Sungguh begitu baik budi pekerti Hatim, sehingga beliau rela untuk berpura-pura selama 15 tahun demi menjaga nama baik dan perasaan wanita itu. Syaikh Hatim sadar wanita itu pasti akan sangat malu kalau mengetahui bahwa suara kentutnya didengar oleh sang Syaikh. Oleh karenanya Syaikh Hatim mencoba menyembunyikan hal itu dengan pura-pura tidak mendengarnya. Setelah wanita itu meninggal dunia, Hatim Al Asham sudah tidak berpura-pura tuli, jika ditanya orang lain, beliau dapat menjawabnya dengan mudah, tetapi beliau selalu mengatakan : "Keraskan suaramu!", kata-kata itu sudah menjadi kebiasaannya, karena sudah 15 tahun lamanya beliau selalu mengucapkan hal itu kepada siapa saja yang menjadi lawan bicaranya. Semenjak itulah, maka sebutan yang sebetulnya tidaklah mengenakkan, yaitu ''Al Asham'' yang artinya si tuli semakin melekat pada Sang Syaikh, jadi Hatim al-Asham berarti Hatim yang tuli.

Dalam hidup banyak hal yang bisa kita jadikan sebagai pembelajaran. Dengan pembelajaran dan terus berproses, akan membuat kita semakin arif dan bijaksana dalam mengarungi kehidupan. Setiap orang yang kita temui dapat kita jadikan guru yang mengajarkan sesuatu yang baik tentang makna kehidupan dan arti pergaulan. Karena itulah kita harus bisa menghargai siapa pun orang di dunia ini, termasuk orang-orang biasa yang setiap kita temui dengan peran-perannya yang sederhana. Termasuk orang-orang yang kadang-kadang kita pandang sebelah mata dan kita anggap mungkin tidak sepadan dengan kita.

Manusia adalah makhluk yang berperasaan. Perasaan tumbuh dalam diri setiap manusia, tidak peduli bagaimana statusnya, seberapa usianya, dan bagaimana keadaannya, perasaan itu selalu ada dalam dirinya. Anak kecil punya perasaan sebagaimana orang dewasa pun mempunyai perasaan. Rakyat jelata pun memiliki perasaan sebagaimana juga penguasa maupun bangsawan. Dan kita, wajib memahami dan memaklumi perasaan itu agar bisa menghargai setiap orang yang kita temui. 

Selain menjaga hubungan baik dengan Dzat yang Maha Pencipta, dalam konsep ‘hablum minannas’ kita diajarkan bahwa ada tujuan dan maksud yang sangat jelas bahwa kita perlu menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Maknanya adalah, menjaga perasaan orang lain sama pentingnya dengan menjaga perasaan diri sendiri, karena Allah Ta’ala telah menjadikan manusia itu senang akan penghargaan, pujian, dan kelembutan dalam bertutur kata. Namun setiap penghargaan, hanya bisa diraih jika kita menjaga kehormatan dan menghargai perasaan orang lain. 

Menjaga kehormatan dan perasaan orang lain juga dapat kita lakukan dengan saling menutupi aib saudara kita sesama muslim. Islam adalah agama yang mengajarkan tuntunan hidup bagi umatnya, termasuk dalam hal pergaulan sesama manusia. Islam juga mengajarkan kepada umatnya agar tidak membuka aib orang lain yang hanya akan membuat orang tersebut terhina. Ada 3 keutamaan yang bisa didapatkan bagi mereka yang mau menutupi aib saudaranya.

1. Allah akan menutupi aibnya di akhirat kelak

ﻟَﺎ ﻳَﺴْﺘُﺮُ ﻋَﺒْﺪٌ ﻋَﺒْﺪًﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

“Tidaklah seseorang yang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ

“Barangsiapa menutupi (aib) saudaranya sesama muslim di dunia, Allah menutupi (aib) nya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

Sebaliknya, siapa yang mengumbar aib saudaranya, Allah akan membuka aibnya hingga aib rumah tangganya.

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻋَﻮْﺭَﺓَ ﺃَﺧِﻴﻪِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﺳَﺘَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻮْﺭَﺗَﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺸَﻒَ ﻋَﻮْﺭَﺓَ ﺃَﺧِﻴﻪِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢِ ﻛَﺸَﻒَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻮْﺭَﺗَﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻔْﻀَﺤَﻪُ ﺑِﻬَﺎ ﻓِﻲ ﺑَﻴْﺘِﻪِ

“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR. Ibnu Majah)

2. Allah juga menutupi aibnya di dunia ini

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺴْﻠِﻤًﺎ ﺳَﺘَﺮَﻩُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ

“Barang Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)

ﻣَﻦْ ﻧَﻔَّﺲَ ﻋَﻦْ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻧَﻔَّﺲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﻛُﺮْﺑَﺔً ﻣِﻦْ ﻛُﺮَﺏِ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺴَّﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﻌْﺴِﺮٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻳَﺴَّﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺳَﺘَﺮَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻭَﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪِ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻓِﻲ ﻋَﻮْﻥِ ﺃَﺧِﻴﻪِ

“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” (HR. Tirmidzi)

3. Keutamaan menutup aib saudara seperti menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup

ﻣَﻦْ ﺭَﺃَﻯ ﻋَﻮْﺭَﺓً ﻓَﺴَﺘَﺮَﻫَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﻤَﻦْ ﺃَﺣْﻴَﺎ ﻣَﻮْﺀُﻭﺩَﺓً

“Siapa melihat aurat (aib orang lain) lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.” (HR. Abu Daud)

ﻣَﻦْ ﺭَﺃَﻯ ﻋَﻮْﺭَﺓً ﻓَﺴَﺘَﺮَﻫَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﻤَﻦْ ﺍﺳْﺘَﺤْﻴَﺎ ﻣَﻮْﺀُﻭﺩَﺓً ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﺮِﻫَﺎ

“Barangsiapa melihat aurat lalu ia menutupinya maka seolah-oleh ia telah menghidupkan kembali Mau`udah dari kuburnya.” (HR. Ahmad)

ﻣَﻦْ ﺳَﺘَﺮَ ﻣُﺆْﻣِﻨًﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻛَﻤَﻦْ ﺃَﺣْﻴَﺎ ﻣَﻮْﺀُﻭﺩَﺓً ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﺮِﻫَﺎ

“Barangsiapa menutupi aib seorang mukmin maka ia seperti seorang yang menghidupkan kembali Mau`udah dari kuburnya.” (HR. Ahmad)

Sesungguhnya hubungan kita dengan orang lain bukanlah sekedar interaksi dan pergaulan biasa. Tetapi kita hidup untuk saling berbagi, memberi, maupun menerima dalam hal apapun. Dalam kehidupan ini, sesungguhnya kita saling mengisi, dan saling belajar untuk berusaha mencapai kesempurnaan hidup.

Baca juga :


Kisah dinukil dari kitab Qami'ut Thughyan, karya Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi.

Labels: Kisah Hikmah, Refleksi

Thanks for reading Pelajaran Hidup dari Menjaga Kehormatan dan Menghargai Perasaan Orang Lain. Please share...!

1 comments on Pelajaran Hidup dari Menjaga Kehormatan dan Menghargai Perasaan Orang Lain

  1. Betul kak, menjaga kehormatan dan menghargai perasaan orang lain itu termasuk kedalam salah satu sunnah Rasulullah SAW., yakni Sarirah (Bahasa Arab) yang berarti 'perasaan' (Perasaan Nabi). Adapun Sarirah nabi yang patut kita teladani seperti: Menjaga perasaan orang lain, Tidak ingin menyinggung perasaan orang lain, selalu memaafkan kesalahan orang lain, dan sebagainya. Selain itu, terdapat beberapa jenis Sunnah Nabi, diantaranya: Sunnah Sirah dan Sunnah Surah. Wallahualam bish-shawab. 🤲

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.