Renungan Hidup dari Imam Hatim al-Asham

Renungan

Imam al-Ghazali menyebutkan dalam kitabnya, Ihya Ulumiddin, pada kitab tentang Ilmu, sebuah kisah berkenaan dengan Syaikh Hatim al-Asham. Dalam kisah ini banyak terdapat renungan dan pembelajaran yang dapat kita ambil sebagai bekal dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Dalam kitabnya, Imam al-Ghazali menyebutkan :

ﺭﻭﻱ ﻋﻦ ﺣﺎﺗﻢ ﺍﻷﺻﻢ، ﺗﻠﻤﻴﺬ ﺷﻘﻴﻖ ﺍﻟﺒﻠﺨﻲ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺷﻘﻴﻖ : " ﻣُﻨْﺬُ ﻛَﻢْ ﺻﺤﺒﺘَﻨِﻲ؟ "،
ﻗﺎﻝ ﺣﺎﺗﻢ : " ﻣﻨﺬُ ﺛﻼﺙٍ ﻭﺛﻼﺛﻴﻦ ﺳﻨﺔً " ، ﻗﺎﻝ : " ﻓَﻤَﺎ ﺗَﻌَﻠَّﻤْﺖَ ﻣِﻨِّﻲ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺪﺓ؟ " ، ﻗﺎﻝ " : ﺛَﻤﺎﻧﻲ ﻣَﺴَﺎﺋِﻞَ " ، ﻗﺎﻝ ﺷﻘﻴﻖ ﻟﻪ " : ﺇﻧﺎ ﻟﻠﻪ ﻭﺇﻧﺎ ﺇﻟﻴﻪ ﺭﺍﺟﻌﻮﻥ، ﺫَﻫَﺐَ ﻋُﻤْﺮِﻱ ﻣَﻌَﻚَ ﻭﻟَﻢ ﺗَﺘَﻌَﻠَّﻢْ ﺇِﻻَّ ﺛَﻤَﺎﻧِﻲَ ﻣَﺴَﺎﺋِﻞَ؟ "! ، ﻗﺎﻝ : " ﻳﺎ ﺃﺳﺘﺎﺫُ، ﻟَﻢْ ﺃَﺗَﻌَﻠَّﻢْ ﻏَﻴْﺮَﻫَﺎ . ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﻻَ ﺃُﺣِﺐُّ ﺃَﻥْ ﺃَﻛْﺬِﺏَ " ، ﻓﻘﺎﻝ : " ﻫَﺎﺕِ ﻫَﺬِﻩِ ﺍﻟﺜَّﻤَﺎﻧِﻲ ﻣﺴﺎﺋﻞَ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺳْﻤَﻌَﻬَﺎ " ، ﻗﺎﻝ ﺣﺎﺗﻢ : " ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ ﻛُﻞَّ ﻭَﺍﺣِﺪٍ ﻳُﺤِﺐُّ ﻣَﺤْﺒُﻮْﺑًﺎ، ﻓَﻬُﻮَ ﻣَﻊَ ﻣَﺤْﺒُﻮْﺑِﻪِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻭَﺻَﻞَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻘَﺒْﺮِ ﻓَﺎﺭَﻗَﻪُ . ﻓَﺠَﻌَﻠْﺖُ ﺍﻟﺤَﺴَﻨَﺎﺕِ ﻣَﺤْﺒُﻮْﺑِﻲ . ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺩَﺧَﻠْﺖُ ﺍﻟﻘَﺒْﺮَ ﺩَﺧَﻞَ ﻣَﺤْﺒُﻮﺑﻲ ﻣَﻌِﻲ
" ، ﻓَﻘَﺎﻝَ : " ﺃَﺣْﺴَﻨْﺖَ ﻳَﺎ ﺣَﺎﺗِﻢُ، ﻓَﻤَﺎ ﺍﻟﺜَّﺎﻧِﻴَﺔُ؟ "

ﻓﻘﺎﻝ : " ﻧﻈﺮﺕُ ﻓِﻲ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ : " ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻑَ ﻣَﻘَﺎﻡَ ﺭَﺑِّﻪِ ﻭَﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ ﻫِﻲَ ﺍﻟﻤَﺄْﻭَﻯ " ، ﻓَﻌَﻠِﻤْﺖُ ﺃَﻥَّ ﻗﻮﻟَﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ ﻫُﻮَ ﺍﻟﺤَﻖُّ، ﻓَﺄَﺟْﻬَﺪْﺕُ ﻧَﻔْﺴِﻲ ﻓِﻲ ﺩَﻓْﻊِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﺳْﺘَﻘَﺮْﺕُ ﻋﻠﻰ ﻃﺎﻋﺔِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗﻌﺎﻟﻰ؛

ﺍﻟﺜﺎﻟﺜﺔُ ﺃﻧﻲ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻓﺮﺃﻳﺖُ ﻛﻞّ ﻣﻤﻦ ﻣﻌﻪ ﺷﻲﺀٌ ﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔٌ ﻭﻣﻘﺪﺍﺭٌ ﺭَﻓَﻌَﻪ ﻭَﺣَﻔِﻈَﻪُ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ " : ﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَﻛُﻢْ ﻳَﻨْﻔَﺪُ ﻭَﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑَﺎﻕٍ ." ﻓَﻜﻠﻤﺎ ﻭﻗﻊ ﻣﻌﻲ ﺷﻲﺀٌ ﻟﻪ ﻗﻴﻤﺔٌ ﻭﻣﻘﺪﺍﺭٌ ﻭَﺟَّﻬْﺘُﻪُ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻟِﻴَﺒْﻘَﻰ ﻋِﻨْﺪَﻩ ﻣﺤﻔﻮﻇﺎ؛

ﺍﻟﺮﺍﺑﻌﺔ ﺃﻧﻲ ﻧﻈﺮﺕ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻓﺮﺃﻳﺖ ﻛﻞَّ ﻭﺍﺣﺪٍ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﺮﺟِﻊُ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﺎﻝِ، ﻭﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﺴﺐ، ﻭﺍﻟﺸﺮﻑ، ﻭﺍﻟﻨﺴﺐ، ﻓﻨﻈﺮﺕُ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﺈﺫﺍ ﻫﻲ ﻻ ﺷﻲﺀَ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : " ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍ
ﻟﻠﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ " ، ﻓﻌﻤﻠﺖُ ﻓِﻲ ﺍﻟﺘَّﻘْﻮَﻯ ﺣﺘﻰ ﺃﻛﻮﻥَ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻛﺮﻳﻤﺎ؛

ﺍﻟﺨﺎﻣﺴﺔ ﺃﻧﻲ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖ، ﻭﻫﻢ ﻳَﻄْﻌُﻦ ﺑﻌﻀُﻬﻢ ﻓﻲ ﺑﻌﺾٍ ﻭﻳُﻠْﻌِﻦ ﺑﻌﻀُﻬﻢ ﺑﻌﻀﺎ . ﻭﺃﺻﻞُ ﻫﺬﺍ ﻛﻠﻪ ﺍﻟﺤﺴﺪُ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ : " ﻧَﺤْﻦُ ﻗَﺴَﻤْﻨَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻣَﻌِﻴْﺸَﺘَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ " ، ﻓﺘﺮﻛﺖُ ﺍﻟﺤﺴﺪَ ﻭَﺍﺟْﺘَﻨَﺒْﺖُ ﺍﻟﺨﻠﻖَ ﻭَﻋَﻠِﻤْﺖُ ﺃَﻥَّ ﺍﻟﻘﺴﻤﺔَ ﻣِﻦ ﻋِﻨْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ، ﻓَﺘَﺮَﻛْﺖُ ﻋَﺪَﺍﻭَﺓَ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻋَﻨِّﻲ؛

ﺍﻟﺴﺎﺩﺳﺔ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻳَﺒْﻐِﻲ ﺑَﻌْﻀُﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾٍ ﻭَﻳُﻘَﺎﺗِﻞ ﺑﻌﻀُﻬﻢ ﺑﻌﻀﺎ، ﻓﺮﺟﻌﺖُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ : " ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻓَﺎﺗَّﺨِﺬُﻭْﻩُ ﻋَﺪُﻭًّﺍ " ، ﻓﻌﺎﺩﻳﺘُﻪ ﻭﺣﺪَﻩ ﻭَﺍﺟْﺘَﻬَﺪْﺕُ ﻓِﻲ ﺃَﺧﺬ ﺣﺬﺭﻱ ﻣﻨﻪ ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺷﻬِﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﺃَﻧَّﻪُ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻟِﻲ، ﻓَﺘَﺮَﻛْﺖُ ﻋَﺪَﺍﻭَﺓَ ﺍﻟﺨَﻠْﻖِ ﻏَﻴْﺮَﻩُ؛

ﺍﻟﺴﺎﺑﻌﺔ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖِ ﻓَﺮَﺃَﻳْﺖُ ﻛﻞَّ ﻭﺍﺣﺪٍ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻄﻠﺐ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﺴﺮﺓَ ﻓَﻴﺬِﻝُّ ﻓِﻴﻬﺎ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﻳﺪﺧﻞ ﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳَﺤِﻞُّ ﻟﻪ، ﺛﻢ ﻧﻈﺮﺕُ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ " : ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺇِﻻَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ " ، ﻓَﻌَﻠِﻤْﺖُ ﺃﻧﻲ ﻭﺍﺣﺪٌ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﻭﺍﺏِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺯﻗُﻬﺎ، ﻓﺎﺷﺘﻐﻠﺖُ ﺑﻤﺎ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻋﻠﻲَّ ﻭَﺗَﺮَﻛْﺖُ ﻣﺎ ﻟﻲ ﻋﻨﺪﻩ؛

ﺍﻟﺜﺎﻣﻨﺔ ﻧﻈﺮﺕ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻓﺮﺃﻳﺘُﻬﻢ ﻛﻠَّﻬﻢ ﻣُﺘَﻮَﻛِّﻠِﻴﻦَ ﻋﻠﻰ ﻣﺨﻠﻮﻕٍ : ﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺿَﻴْﻌَﺘﻪ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺗِﺠَﺎﺭﺗِﻪ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺻِﻨَﺎﻋﺘﻪ، ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻰ ﺻﺤﺔ ﺑَﺪَﻧِﻪ . ﻭﻛﻞ ﻣﺨﻠﻮﻕ ﻣﺘﻮﻛﻞ ﻋﻠﻰ ﻣﺨﻠﻮﻕٍ ﻣﺜﻠَﻪ . ﻓﺮﺟﻌﺖ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : " ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ " ، ﻓﺘﻮﻛﻠﺖُ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﻬﻮ ﺣﺴﺒﻲ .

ﻗﺎﻝ ﺷﻘﻴﻖ : " ﻳﺎ ﺣﺎﺗﻢ، ﻭﻓﻘﻚ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ …"
[ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻐﺰﺍﻟﻲ، ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ، ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌﻠﻢ ]

Diriwayatkan dari Hatim al-Asham, murid Syaqiq al-Balkhi Radhiyallahu 'anhuma, Syaikh Syaqiq al-Balkhi pernah bertanya kepada muridnya, Hatim al-Asham: Sudah sejak kapan kamu bersahabat (belajar) denganku?
Hatim menjawab: Sudah sejak 33 tahun.
Syaqiq bertanya lagi: Apa yang kamu pelajari dariku selama itu?
Hatim menjawab: Ada delapan perkara.
Syaqiq berkata: Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un. Aku habiskan umurku bersamamu selama itu, dan kamu tidak belajar kecuali delapan perkara?
Hatim menjawab: Wahai Guru, saya tidak belajar selainnya. Sungguh saya tidak berbohong.
Syaqiq kemudian berkata lagi: Coba jelaskan kepadaku apa saja yang sudah kamu pelajari itu, sehingga aku dapat mendengarnya.

Hatim menjawab:

“Pertama, saya memperhatikan manusia, dan saya lihat masing-masing mereka menyukai kekasihnya hingga ke kuburannya. Tapi ketika dia sudah sampai di kuburnya, kekasihnya justru berpaling darinya. Maka saya kemudian menjadikan amal kebaikan sebagai kekasih saya, yang apabila saya meninggal dan masuk ke liang kubur, dia akan ikut bersama saya.

Syaqiq berkata: “Bagus Hatim, Sekarang apa yang kedua?”

Kedua, saya memperhatikan firman Allah Ta’ala:

ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺎﻑَ ﻣَﻘَﺎﻡَ ﺭَﺑِّﻪِ ﻭَﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻨَّﻔْﺲَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻬَﻮَﻯ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺠَﻨَّﺔَ ﻫِﻲَ ﺍﻟﻤَﺄْﻭَﻯ
Dan adapun orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya. (Surat an-Nazi’at : 40-41).

Maka saya ketahui bahwa firman Allah adalah haq benar adanya. Oleh karena itu saya meneguhkan diri saya dalam menolak hawa nafsu, hingga saya mampu menetapi ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Ketiga, saya memperhatikan manusia, dan saya amati masing-masing memiliki sesuatu yang berharga, yang dia menjaganya agar barang tersebut tidak hilang. Kemudian saya membaca firman Allah Ta’ala:

ﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَﻛُﻢْ ﻳَﻨْﻔَﺪُ ﻭَﻣَﺎ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺑَﺎﻕٍ
Apa yang ada di sisimu akan lenyap dan apa yang ada di sisi Allah kekal. (Surat an-Nahl : 96).

Dari situ, apabila saya memiliki sesuatu yang berharga, maka segera saja saya serahkan kepada Allah, agar milikku tetap berada dalam penjagaanNya.

Keempat, saya memperhatikan manusia dan saya ketahui masing-masing mereka membanggakan harta, kemuliaan leluhur, pangkat dan nasabnya. Padahal saya lihat pada hal yang seperti itu tidaklah ada gunanya. Kemudian saya membaca firman Allah Ta’ala:

ﺇِﻥَّ ﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian. (Surat al-Hujurat : 13).

Maka saya bertakwa, hingga menjadikan saya mulia di sisi Allah Ta’ala.

Kelima, saya memperhatikan manusia, dan (saya tahu) mereka mencela dan mencaci antara satu dengan yang lainnya. Saya tahu masalah utamanya di sini adalah sifat iri hati. Maka saya kemudian membaca firman Allah Ta’ala:

ﻧَﺤْﻦُ ﻗَﺴَﻤْﻨَﺎ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻣَﻌِﻴْﺸَﺘَﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺤَﻴَﺎﺓِ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ
Kami telah menentukan pembagian nafkah hidup di antara mereka dalam kehidupan dunia. (Surat az-Zukhruf : 32)

Maka saya kemudian menanggalkan sifat iri hati dan menghindar dari manusia, karena saya tahu bahwa pembagian rizki itu benar-benar dari Allah Ta’ala, yang menjadikanku tidak patut memusuhi dan iri kepada orang lain.

Keenam, saya memperhatikan manusia, yang mereka saling menganiaya dan memerangi antara satu dengan yang lainnya. Kemudian saya melihat firman Allah Ta’ala:

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻋَﺪُﻭٌّ ﻓَﺎﺗَّﺨِﺬُﻭْﻩُ ﻋَﺪُﻭًّﺍ
Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh kalian). (Surat Fatir : 6).

Maka saya tumbuhkan rasa benci dan permusuhan hanya pada syaitan, bersungguh-sungguh mengambil kewaspadaan darinya, karena Allah juga telah bersaksi bahwa sesungguhnya syaitanlah musuhku, maka dari itu saya menghindari memusuhi manusia lainnya.

Ketujuh, saya memperhatikan manusia, maka saya lihat masing-masing menghinakan diri mereka sendiri dalam mencari rizki. Bahkan ada di antara mereka yang berani menerjang hal-hal yang tidak halal. Saya kemudian melihat kepada firman Allah Ta’ala:

ﻭَﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺩَﺍﺑَّﺔٍ ﻓِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﺇِﻻَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﺭِﺯْﻗُﻬَﺎ
Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi ini melainkan Allah-lah yang menanggung rizkinya. (Surat Hud : 6)

Saya kemudian menyadari bahwa saya adalah salah satu dari binatang yang Allah telah menanggung rizkinya. Maka saya kemudian menyibukkan dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadaku, dan sebaliknya saya meninggalkan apa-apa yang tidak dibagikan kepadaku.

Kedelapan, saya memperhatikan manusia, dan saya lihat masing-masing mereka menyerahkan diri kepada makhluk lain seumpamanya: sebagian karena sawah ladangnya, sebagian karena perniagaannya, sebagian karena hasil karya produksinya, dan sebagian lain karena kesehatan badannya. Maka saya melihat kepada firman Allah Ta’ala:

ﻭَﻣَﻦْ ﻳَﺘَﻮَﻛَّﻞْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓَﻬُﻮَ ﺣَﺴْﺒُﻪُ
Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Ia akan mencukupi (keperluannya). (Surat al-Thalaq : 3)

Maka saya kemudian menyerahkan diri dan mempercayakan semuanya kepada Allah Ta’ala, karena Dia akan mencukupi segala keperluanku.

Mendengar pernyataan-pernyataan Hatim, sang guru yaitu Imam Syaqiq al-Balkhi berkata dan mendoakannya: Wahai Hatim, “Semoga Allah memberi pertolongan kepadamu.”
Labels: Refleksi

Thanks for reading Renungan Hidup dari Imam Hatim al-Asham. Please share...!

0 Komentar untuk "Renungan Hidup dari Imam Hatim al-Asham"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.