Al Qur'an adalah kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip mengenai hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama manusia serta dengan alam sekitarnya. Kita meyakini bahwa semua ayat Al Qur'an bersifat absolut benar datangnya dari Allah SWT (qath'iy al-wurud), tetapi tidak semua ayat-ayat Al Qur'an mengandung arti yang sifatnya jelas tanpa dapat diberi interpretasi lagi.
Para Ulama mencoba mengklasifikasikan antara ayat-ayat yang artinya satu lagi jelas dan absolut (qath'iy al-dalalah) dan ayat-ayat yang artinya tidak jelas dan bisa jadi mengandung arti lebih dari satu (zanniy al-dalalah). Ayat-ayat yang mengandung hanya satu arti lagi jelas, maka hal itu tidak lagi dipermasalahkan oleh para Ulama. Artinya, terhadap ayat-ayat yang termasuk dalam klasifikasi qath'iy al-dalalah ini, karena langsung bisa diketahui kejelasan maksudnya, tidak bisa diberikan interpretasi di atas arti harfinya.
Akan tetapi adanya ayat-ayat yang bisa mengandung lebih dari satu arti (zanniy al-dalalah), menimbulkan perbedaan faham dikalangan para Ulama. Terhadap hal ini, sebagian Ulama ada yang mengambil arti harfinya dan sebagian yang lain ada yang mengambil arti metaforis sesuai dengan kecenderungan dan pemikiran masing-masing.
Selain pemahaman terhadap Al Qur'an, pemahaman terhadap hadits Nabi sebagai sumber utama kedua ajaran Islam setelah Al Qur'an juga adakalanya memunculkan penafsiran yang berbeda di kalangan para Ulama. Terlebih pemahaman terhadap hadits juga memerlukan berbagai penelitian khusus seperti terkait kualitas hadits dari segi matan, sanad dan yang lainnya. Perbedaan itu di antaranya adalah pemahaman para Ulama terkait suatu teks hadits. Ada yang memahaminya secara tekstual dan ada pula yang memahami secara kontekstual.
Bahkan perbedaan pemahaman seperti ini juga pernah terjadi di kalangan para sahabat saat Nabi masih hidup. Peristiwa ini terjadi saat Nabi memerintahkan sejumlah sahabat untuk pergi ke perkampungan Bani Quraidzhah. Sebelum berangkat beliau berpesan: "Janganlah ada salah seorang di antara kamu yang shalat ashar kecuali di kampung Bani Quraidzhah".
Tetapi karena perjalanan yang panjang menuju kampung tersebut, membuat para sahabat kehabisan waktu ashar sebelum tiba di sana. Menanggapi hal itu, para sahabat terpecah menjadi dua kelompok dalam memahami maksud dari pesan Nabi sebelum mereka berangkat. Sebagian memahaminya secara kontekstual dengan maksud untuk bergegas dalam perjalanan agar dapat tiba disana sebelum waktu ashar habis. Sehingga secara kontekstual pesan Nabi dipahami bukan berarti melarang shalat ashar kecuali setelah tiba disana. Dengan demikian mereka boleh shalat ashar walaupun belum sampai di tempat yang dituju. Tetapi sebagian sahabat yang lain memahaminya secara tekstual. Oleh karena itu mereka baru melaksanakan shalat ashar setelah sampai di kampung Bani Quraidzhah, walaupun waktu ashar telah berlalu.
Di kalangan para Ulama, untuk memahami suatu hadits juga dikenal istilah asbabul wurud, yakni sebab dituturkannya sebuah hadits, atau dengan kata lain "konteks sebuah hadits". Namun tidak jarang pula konteks yang dimaksud tidak diketahui secara pasti atau kabur bagi sebagian peneliti, sehingga bisa saja menimbulkan kekeliruan pemahaman. Perbedaan-perbedaan pendapat mengenai maksud ayat-ayat dan hadits seperti inilah yang akhirnya menjadi salah satu sebab penting bagi timbulnya madzhab-madzhab dan aliran-aliran dalam Islam.
Selain pemahaman terhadap Al Qur'an, pemahaman terhadap hadits Nabi sebagai sumber utama kedua ajaran Islam setelah Al Qur'an juga adakalanya memunculkan penafsiran yang berbeda di kalangan para Ulama. Terlebih pemahaman terhadap hadits juga memerlukan berbagai penelitian khusus seperti terkait kualitas hadits dari segi matan, sanad dan yang lainnya. Perbedaan itu di antaranya adalah pemahaman para Ulama terkait suatu teks hadits. Ada yang memahaminya secara tekstual dan ada pula yang memahami secara kontekstual.
Bahkan perbedaan pemahaman seperti ini juga pernah terjadi di kalangan para sahabat saat Nabi masih hidup. Peristiwa ini terjadi saat Nabi memerintahkan sejumlah sahabat untuk pergi ke perkampungan Bani Quraidzhah. Sebelum berangkat beliau berpesan: "Janganlah ada salah seorang di antara kamu yang shalat ashar kecuali di kampung Bani Quraidzhah".
Tetapi karena perjalanan yang panjang menuju kampung tersebut, membuat para sahabat kehabisan waktu ashar sebelum tiba di sana. Menanggapi hal itu, para sahabat terpecah menjadi dua kelompok dalam memahami maksud dari pesan Nabi sebelum mereka berangkat. Sebagian memahaminya secara kontekstual dengan maksud untuk bergegas dalam perjalanan agar dapat tiba disana sebelum waktu ashar habis. Sehingga secara kontekstual pesan Nabi dipahami bukan berarti melarang shalat ashar kecuali setelah tiba disana. Dengan demikian mereka boleh shalat ashar walaupun belum sampai di tempat yang dituju. Tetapi sebagian sahabat yang lain memahaminya secara tekstual. Oleh karena itu mereka baru melaksanakan shalat ashar setelah sampai di kampung Bani Quraidzhah, walaupun waktu ashar telah berlalu.
Di kalangan para Ulama, untuk memahami suatu hadits juga dikenal istilah asbabul wurud, yakni sebab dituturkannya sebuah hadits, atau dengan kata lain "konteks sebuah hadits". Namun tidak jarang pula konteks yang dimaksud tidak diketahui secara pasti atau kabur bagi sebagian peneliti, sehingga bisa saja menimbulkan kekeliruan pemahaman. Perbedaan-perbedaan pendapat mengenai maksud ayat-ayat dan hadits seperti inilah yang akhirnya menjadi salah satu sebab penting bagi timbulnya madzhab-madzhab dan aliran-aliran dalam Islam.
Dengan kata lain, salah satu penyebab penting munculnya madzhab-madzhab dan aliran-aliran dalam Islam pada awalnya adalah karena adanya perbedaan penafsiran tentang ayat-ayat yang mengandung arti zanniy dan hadits-hadits yang bisa dipahami secara kontekstual. Meskipun demikian, karena perbedaan itu hanya merupakan perbedaan penafsiran tentang ayat-ayat dan hadits-hadits yang tidak jelas atau samar-samar maksudnya, dan bukan mengenai ajaran dasar Islam, maka perbedaan-perbedaan itu masih dapat diterima selama masih dalam kebenaran dan tidak keluar dari Islam.
Masih dalam kebenaran dan tidak keluar dari Islam maksudnya adalah bahwa perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara bidang-bidang dan aliran-aliran itu bukanlah mengenai dasar-dasar agama atau ushuluddin, tetapi hanya mengenai penafsiran dan cabang dari dasar-dasar agama atau furu'. Sebagai contoh misalnya terjadi perbedaan pendapat antara pendapat hukum Madzhab Maliki dan Madzhab Syafi'i mengenai persoalan bacaan basmalah pada awal surat al fatihah ketika shalat. Madzhab Maliki berpendapat bahwa bacaan basmalah adalah tidak termasuk dari surat al fatihah sehingga dalam shalat juga tidak perlu dibaca, sementara pendapat madzhab Syafi'i mengatakan bahwa basmalah merupakan bagian dari surat al fatihah sehingga basmalah juga harus dibaca jelas dalam bacaan surat al fatihah ketika shalat. Tetapi meskipun keduanya berbeda pendapat, tidak ada orang yang mengatakan bahwa hanya salah satu dari keduanya yang benar dan yang satu lagi tidak benar. Artinya, meskipun berbeda, putusan hukum dari kedua madzhab ini diakui sebagai masih dalam kebenaran.
Memang kalau perbedaan yang terjadi di antara madzhab atau aliran masing-masing ditinjau secara horizontal, kadang kala kita akan menjumpai perbedaan-perbedaan besar, bahkan adanya pertentangan-pertentangan juga bisa membuat kita mudah membuat kesimpulan bahwa tidak ada yang bisa sama-sama benar dan hanya salah satu atau sebagian sajalah yang mesti benar sedangkan yang lain harus salah dan dianggap bukan Islam lagi. Akan tetapi, kalau ditinjau secara vertikal dari Al Qur'an dan Hadits sebagai sumber utama dari ajaran-ajaran itu, maka kita akan menjumpai bahwa perbedaan-perbedaan itu sebenarnya berasal dari satu sumber. Dengan kata lain, dasarnya sebenarnya adalah satu, hanya saja cabangnya yang banyak dan berbeda. Karena dasarnya satu, maka semua itu sebenarnya masih dalan kebenaran sungguh pun berbeda dalam penafsiran dan perincian.
Kesimpulannya, peninjauan secara horizontallah yang menimbulkan sikap saling menyalahkan dan mudah mengkafirkan bahkan antar sesama umat Islam. Sementara peninjauan secara vertikal yang sering diabaikan justru sebenarnya dapat memperkecil arti perbedaan-perbedaan yang ada dan dapat menghilangkan sikap saling menyalahkan dan mudah mengkafirkan sebagaimana yang masih sering terjadi di zaman modern sekarang ini. Memang perlu tinjauan lebih lanjut terhadap kajian seperti ini, tetapi hendaknya kita bisa lebih arif dan bijak dalam menyikapi segala perbedaan yang ada. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk kepada kita agar selalu melangkah di atas jalan kebenaranNya.
Labels:
Kajian Islam
Thanks for reading Menggali Akar Perbedaan di antara Umat Islam. Please share...!
0 Komentar untuk "Menggali Akar Perbedaan di antara Umat Islam"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.