Di era modern ini, pembahasan mengenai emansipasi wanita selalu menjadi topik pembicaraan yang banyak dikupas oleh kalangan para akademis Muslim. Penyetaraan hak dalam berbagai bidang antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai solusi untuk mengangkat derajat kaum wanita yang katanya selama ini "termarjinalkan" oleh kuasa kaum pria. Tetapi bagaimanakah sebenarnya emansipasi wanita dalam pandangan Islam?
Terciptanya laki-laki dan perempuan merupakan kuasa dan kebijaksanaan Allah. Kebijaksanaan Allah sebagai Sang Maha Mengatur ini tidak mungkin salah dan tersalahkan. KebijaksanaanNya ini juga tidak mungkin terkalahkan oleh siapa pun, di mana pun dan sampai kapan pun. Allah Maha Tahu untuk apa manusia, baik laki-laki atau pun perempuan diciptakanNya dan Allah Maha Tahu pula bagaimana mengatur kedua jenis manusia ini.
Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan dibekali persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Masing-masing diciptakan sedemikian rupa sehingga keduanya dapat bekerja sama di dalam kebedaan dan kesamaannya untuk melaksanakan tugas sebagai khalifah di bumi Allah, sebagai makhluk yang paling besar peranannya memelihara kehidupan di muka bumi.
Selama ini masih ada yang beranggapan bahwa Islam bersikap tidak adil antara perlakuan kepada laki-laki dan perempuan. Mereka memandang bahwa peran kaum perempuan sangat dibatasi dalam kehidupan ini. Anggapan seperti ini sebetulnya menunjukan masih dangkalnya pemahaman kita terhadap prinsip-prinsip ajaran Islam secara keseluruhan. Selain itu pandangan seperti ini juga agaknya banyak dipengaruhi oleh kurangnya pengertian terhadap hak-hak perempuan dalam Islam, karena lebih banyak orang berbicara tentang kewajiban-kewajiban perempuan saja.
Padahal sebenarnya, Islam juga memberikan peranan bagi kaum perempuan dalam berbagai bidang kehidupan yang cukup luas. Bukan saja di dalam urusan biologis dan alamiah semata, tetapi di dalam bidang-bidang lain, perempuan juga punya peranan sebagaimana kaum laki-laki punya peranan.
Hanya saja memang ada perbedaan besar kecilnya peranan di dalam suatu bidang tertentu, sesuai dengan sifat-sifat yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Adakalanya di suatu bidang perempuan punya peranan lebih besar dan adakalanya di bidang lain laki-laki punya peranan lebih besar. Kecilnya peranan pada bidang tertentu bukan berarti kelemahan secara keseluruhan, karena pada bidang yang lain mungkin perannya justru lebih besar.
Sebagai contoh kita umpamakan dalam kehidupan berkeluarga. Peranan laki-laki di dalam bidang pencarian nafkah memang lebih besar, tetapi peranan perempuan di dalam bidang pendidikan anak serta pemeliharaannya juga lebih besar. Artinya, baik laki-laki maupun perempuan punya peranan yang sama-sama besar di dalam memelihara kesejahteraan keluarga dan rumah tangga. Dalam rumah tangga, laki-laki sebagai suami merupakan orang pertama sedangkan perempuan atau istri adalah orang kedua. Suami memikul beban tanggung jawab sepenuhnya ke luar, sedangkan istri mengurus tanggung jawab ke dalam. Inilah garis besarnya.
Secara keseluruhan, peranan perempuan dan laki-laki di dalam semua bidang kehidupan adalah sama besar. Adanya perbedaan besar-kecilnya peranan ini sesuai dengan perbedaan sifat dan keadaan masing-masing, tegasnya yakni sesuai dengan kebijaksanaan Allah Yang Maha Kuasa. Tidak ada satu pun segi bidang kehidupan manusia yang tidak memerlukan peranan perempuan, baik langsung atau tidak langsung, karena memang sekian banyak segi bidang kehidupan manusia itu satu sama lain selalu ada hubungannya, tidak ada yang secara mutlak berdiri sendiri.
Dalam menilai peranan dan hasil karya perempuan, sering kali kita terpengaruh oleh "gemerlapnya" lahir, atau apa yang tampak mencolok saja. Umpamanya: Seorang perempuan tokoh organisasi, pandai berpidato, sibuk ke sana kemari, dinilai lebih tinggi prestasi dan peranannya daripada seorang ibu yang tidak banyak keluar rumah, tetapi tekun memelihara rumah-tangga, mendidik putra-putrinya sehingga berhasil menjadi manusia-manusia yang baik, yang berguna untuk masyarakat, negara dan agama.
Penilaian ini belum tentu tepat dan belum tentu benar. Pernahkah kita renungkan "Berapa nilai sukses mendidik seorang anak menjadi orang baik? dan berapa pula nilai sukses menyelenggarakan suatu pertemuan atau rapat dengan baik?". Banyak perempuan yang disibukkan dengan aktivitas di luar rumah, tetapi kehidupan rumah tangganya justru terbengkalai dan anak-anak tidak terurus selayaknya. Kiranya kita masih perlu beberapa kali berpikir dan mempertimbangkan pilihan mana yang sebenarnya lebih penting.
Memang aktivitas di luar rumah, menjadi wanita karir, aktivis organisasi dan sebagainya juga penting, tetapi itu semua juga harus berjalan dengan seimbang. Kegiatan di luar rumah tangga oleh seorang istri sudah pasti tidak akan sebebas yang bisa dilakukan oleh seorang suami. Hal ini tidak dapat dianggap sebagai suatu ketidakadilan. Bahkan sebaliknya menyamaratakan kesempatan bergerak di luar rumah tangga bagi suami dan istri secara umum, justru akan merusak ketertiban hidup kemanusiaan, karena hal ini bertentangan dengan sifat-aifat dan kepentingan hidup manusia yang telah ditetapkan, dicipta dan diatur oleh Allah Yang Maha Bijaksana.
Islam tidak pernah mengekang peran dan kebebasan berekspresi kaum wanita. Banyak peran dan tugas yang bisa digarap oleh perempuan, mulai dari bidang politik, pendidikan, sosial dan sebagainya sampai kepada perdagangan. Semuanya tidak dilarang oleh Islam, bahkan adakalanya dianjurkan. Seperti misalnya di dalam mencari ilmu adalah sama wajibnya atas laki-laki dan perempuan. Bahkan istri-istri Nabi pernah mendapat tugas ambil bagian di dalam bidang pertahanan negara secara langsung ikut ke medan perang. Istri-istri Nabi juga naik kuda, naik unta, belajar, memanah dan sebagainya.
Hanya saja di dalam segala kegiatan ini harus tetap dipelihara kesopanan dan hukum-hukum agama di dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang akan banyak dialami di dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah tangga. Kesimpulannya, Islam membuka pintu bagi perempuan untuk beraktivitas di berbagai bidang, dengan syarat atas persetujuan suami dan terpeliharanya kepentingan hidup berumah tangga dalam arti sebenarnya.
Akhirnya, perlu ditegaskan kembali bahwa emansipasi bukanlah berarti kesamaan mutlak di dalam segala hal, tetapi hakikat emansipasi menurut Islam haruslah berarti:
1. Keseimbangan antara hak dan kewajiban yang sesuai dengan sifat, bakat, minat dan kepentingan masing-masing dan sekaligus kepentingan bersama,
2. Bukan "mempertemukan peranan" atau "mencampuradukannya" sampai masing-masing menjadi "setengah laki-laki" dan "setengah perempuan" atau "laki-laki semua" dan "perempuan semua",
3. Pemeliharaan eksistensinya masing-masing secara terhormat.
Islam adalah agama yang membawa kemaslahatan bagi umatnya. Islam mengatur dan memberikan masing-masing peranan kepada laki-laki dan perempuan untuk kemaslahatan bersama di kehidupan ini. Islam memberikan kedudukan, peranan, hak, kewajiban dan peraturan kepada perempuan untuk dapat menjadi "perempuan sejati", demikian pula kepada laki-laki, supaya dapat menjadi "laki-laki sejati". Peranan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan tidak kalah pentingnya dengan peranan laki-laki. Masing-masing memiliki peran yang saling mengisi dan diatur untuk kemaslahatan bersama menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Disarikan dari Fikih Perempuan Praktis, karya KH. Abdul Muchith Muzadi.
Labels:
Kajian Islam
Thanks for reading Emansipasi Wanita dalam Islam. Please share...!
0 Komentar untuk "Emansipasi Wanita dalam Islam"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.