Cara Mensyukuri Nikmat: Belajar dari Salafuna Shalih

Jika bersyukur akan ditambah

Disebutkan dalam dua kitab Shahih, bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah meninggalkan ibadah shalat malam (qiyamullail) hingga kaki beliau bengkak. Maka ketika ada yang bertanya kepada beliau, "Ya Rasulullah, mengapa anda rajin melaksanakan shalat malam? Bukankah Allah telah menjamin bahwa anda bebas dari segala dosa, baik yang telah lalu dan yang akan datang?". Beliau menjawab, "Tidak baikkah jika aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?" 

Dari hadits di atas selayaknya kita kembali bercermin kepada diri kita masing-masing, Rasulullah SAW yang terjamin bebas dari dosa saja ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur, lantas bagaimana dengan diri kita?. Sudahkah kita bersyukur atas nikmat-nikmat tak terhitung jumlahnya yang telah kita peroleh?. 

Pengertian syukur adalah memanjatkan pujian kepada Sang pemberi nikmat atas keutamaan dan kebaikan yang dikaruniakan kepada kita. Realisasi syukur seorang hamba meliputi tiga rukun, belum dapat disebut syukur kecuali dengan terkumpulnya ketiga rukun tersebut. Tiga rukun itu adalah:

1. Mengakui kenikmatan secara batiniah. 

2. Mengucapkannya secara lahiriah. 

3. Menggunakannya sebagai motivasi untuk peningkatan ibadah kepada Allah SWT. 

Dengan demikian, syukur merupakan perpaduan antara perilaku hati, lisan dan anggota badan. Hati untuk makrifat dan mahabbah, lisan sebagai pencetus pujian dan sanjungan, sedangkan anggota badan digunakan sebagai media pelaksana dari rasa syukur itu sendiri dan mencegahnya dari berbuat maksiat kepada Allah SWT. 

Ajaran agama banyak menekankan kepada umatnya untuk memperbanyak syukur terhadap nikmat-nikmat Allah yang diterimanya. Hukum bersyukur adalah wajib, sehingga bagi yang kufur dan mengingkarinya maka ia termasuk berdosa dan kelak akan mendapat siksa yang pedih. Dalam surat Ibrahim ayat 7 Allah berfirman:

"Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu mengingatkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari, maka sesungguhnya azabKu amat pedih."

Allah menjadikan syarat bertambahnya nikmat dengan keharusan bersyukur, dan tambahan nikmat dari Allah itu sangatlah luas, sebagaimana rasa syukur kepadaNya juga tidak mengenal batas ruang dan waktu. Begitu tingginya derajat orang yang bersyukur ini, sampai-sampai iblis membuat program khusus untuk menjauhkan manusia dari sifat syukur, dalam Surat Al-A'raf ayat 17 disebutkan, "Kemudian kami akan mendatangi mereka dari muka dan belakang, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur." 

Memang pada kenyataannya manusia yang bersyukur kepada Allah itu amatlah sedikit jumlahnya, hal ini juga Allah singgung dalam firmanNya, "Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur." (QS. Saba, 13)

Bersyukur merupakan tali pengikat bagi nikmat dan menjadi penyebab bertambahnya kenikmatan. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: "Ikatlah nikmat-nikmat Allah dan bersyukurlah kepadaNya."

Ali bin Abi thalib berkata: "Sesungguhnya nikmat Allah itu ada korelasinya dengan rasa syukur, dan bersyukur sendiri selalu seiring dengan bertambahnya nikmat Allah, sebab antara keduanya tidak dibatasi dinding pemisah. Oleh karena itu bertambahnya nikmat Allah tidak akan terputus sehingga terputus pula rasa syukur dari hambaNya. 

Hasan Al Bashri pernah berkata: "Sering-seringlah menyebut nikmat yang telah diberikan, karena dengan senantiasa menyebutnya maka menunjukan adanya rasa syukur". Hal ini juga sejalan dengan seruan Allah kepada Nabinya, "Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaknya kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)" (QS. Ad Dhuha, 11)

Allah sangat senang bila nikmat yang telah diberikan kepada hambaNya membawa pengaruh ke arah kebaikan bagi manusia, karena yang demikian itu termasuk relevansi dari rasa syukur. Perilaku para Ulama Salafuna Shalih mungkin bisa kita jadikan panutan, Abul Mughirah misalnya, suatu saat ada orang bertanya kepadanya, "Bagaimana keadaan anda di pagi hari ini?". Maka Abul Mughirah menjawab:

"Pagi hari ini kami dalam keadaan tenggelam dalam kenikmatan, sampai-sampai tidak tahu bagaimana untuk mengungkapkan rasa syukur itu. Allah telah melingkupi kita dengan kecintaanNya yang besar, padahal Dia tidak bergantung kepada manusia, sebaliknya kita justru sering berbuat sesuatu yang membuatNya marah, sedangkan diri kita selalu bergantung kepadaNya."

Dalam riwayat lain, Yunus bin Ubaid menceritakan, "Seseorang bertanya kepada Abu Ghanimah, "Apa kabar dan bagaimana keadaan anda di pagi ini?". Maka kemudian dijawab oleh Abu Ghanimah:

"Alhamdulillah, pagi hari ini aku berada di antara dua kenikmatan yang aku sendiri bingung mana yang lebih besar dan utama dari keduanya. Kedua nikmat itu ialah dosa-dosa yang telah ditutupi (disembunyikan) oleh Allah untukku, sehingga tidak seorang pun akan mencelaku, sedangkan yang kedua yaitu rasa kasih sayang orang lain terhadapku yang telah dimasukkan oleh Allah ke dalam hati mereka, padahal amalku belum sampai ke tingkat itu."

Mensyukuri Nikmat Anggota Badan


Ada seseorang bertanya kepada Abu Hazim, "Bagaimanakah cara kita mensyukuri nikmat atas karunia mata ini?". Maka dijawab oleh Abu Hazim:

"Jika kamu melihat yang baik, maka ceritakanlah, dan jika melihat yang buruk, maka simpanlah untuk dirimu sendiri." 

Ditanyakan lagi tentang cara mensyukuri nikmat dua telinga, maka Abu Hazim menjelaskan:

"Bila mendengar perkataan atau ucapan yang baik, maka boleh diterima, tetapi bila hal itu buruk, maka harus ditolak." 

Selanjutnya ditanyakan mengenai cara yang benar untuk mensyukuri nikmat dua tangan, maka dijelaskan:

"Dilarang mengambil sesuatu yang bukan milik sendiri dan tidak pula mengambil alih hak Allah yang ada pada keduanya." 

Sedangkan mengenai cara mensyukuri nikmat perut, maka dijawabnya:

"Hendaknya mengisi di bagian bawahnya dengan makanan dan bagian atasnya dengan ilmu pengetahuan."

Kemudian ditanyakan pula tentang mensyukuri nikmat alat kemaluan, Abu Hazim menjawab:

"Perhatikan firman Allah, ".. dan (orang-orang yang beruntung) ialah orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu (zina dan yang semacamnya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al Mukminun, 5 - 7)

Dan terakhir ditanya tentang mensyukuri nikmat dua kaki, Abu Hazim pun menjawab:

"Jika engkau tahu ada orang meninggal, yang perlu engkau iri adalah amal baiknya, maka segeralah langkahkan kakimu untuk melakukan amalan sebagaimana perilaku yang baik dari orang tersebut, sedangkan perbuatan-perbuatan buruk yang ditinggalkan, jangan kamu tiru, dan bersyukurlah kepada Allah atas petunjukNya kepadamu. Adapun orang yang hanya bersyukur di bibir saja dan tidak ditunjukkan dengan perilaku kesehariannya, maka orang yang seperti itu ibarat orang yang mempunyai sehelai kain panjang, namun dia hanya memegangi ujungnya dan tidak mengenakannya. Oleh karenanya sia-sialah dia memiliki kain tersebut, sebab seluruh tubuhnya tidak terlindungi dari sengatan terik matahari, dinginnya malam dan hujan."

Demikianlah keutamaan dan pentingnya mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita. Oleh karenanya, segala yang kita miliki, baik berupa nikmat kesehatan, kekuatan, harta benda, jabatan, keluarga, kemampuan melihat, mendengar, merasa, berjalan dan sebagainya, hendaknya menjadikan kita semakin banyak dalam bersyukur atas semua karunia dari Allah ini. Marilah kita mensyukuri nikmat Allah berupa apapun bentuknya yang kita miliki dengan menjadikannya sebagai alat mengabdi kepada Allah, serta menjadikan diri kita semakin bermanfaat bagi sesama umat manusia. 

Rasulullah pernah berpesan kepada sahabat Mu'adz:

"Demi Allah aku mencintaimu, maka jangan lupa kau ucapkan setiap selesai shalat: "Ya Allah, berikanlah pertolongan pada hambaMu ini untuk selalu mengingat (dzikir), mensyukuri dan memperbaiki ibadah kepadaMu."



Labels: Refleksi

Thanks for reading Cara Mensyukuri Nikmat: Belajar dari Salafuna Shalih. Please share...!

0 Komentar untuk "Cara Mensyukuri Nikmat: Belajar dari Salafuna Shalih"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.