Tidak dapat dipungkiri banyak daerah yang asal namanya berasal dari sebuah legenda yang diyakini pernah terjadi di masa lampau. Biasanya, legenda-legenda tersebut berkaitan dengan seorang tokoh sakti yang pernah hidup dan kemudian darinya terciptalah nama sebuah tempat atau daerah yang pernah disinggahinya. Begitu pula dengan kisah berikut ini, yang menceritakan legenda dari seorang tokoh yang bernama Jaka Puring dan asal nama dari beberapa desa di wilayah pesisir selatan Kebumen. Memang kisah berikut ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya, meski begitu kisah berikut ini menjadi pelengkap khazanah kearifan lokal sebagai cerita rakyat yang patut dilestarikan.
Alkisah pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah Kadipaten yang berada di kaki Gunung Slamet, Jawa Tengah. Kadipaten tersebut adalah kadipaten Pucang Kembar. Kadipaten tersebut dipimpin oleh seorang Adipati yang bernama Raden Citra Kusuma. Sang Adipati memerintah dengan bijaksana dan selalu memperhatikan nasib rakyatnya. Adipati Citra Kusuma memiliki seorang putri yang bernama Dewi Sulastri. Dewi Sulastri memiliki paras yang cantik jelita, sehingga banyak pemuda yang ingin melamarnya menjadi pasangan hidupnya.
Suatu ketika, seorang Adipati Bulupitu yang bernama Jaka Puring hendak melamar Dewi Sulastri untuk menjadi istrinya. Oleh karenanya Jaka Puring pun mengajukan lamaran kepada ayah Dewi Sulastri, yaitu Adipati Citra Kusuma. lamaran dari Jaka Puring pun diterimanya, karena Jaka Puring terkenal sakti mandraguna, sehingga adipati tidak berani untuk menolaknya. Dewi Sulastri juga takut dan ragu-ragu untuk memberi tahukan kepada ayahandanya bahwa sebetulnya ia sudah punya pilihan sendiri, yaitu lelaki idaman pujaan hatinya yang bernama Raden Jono. Lagi pula Dewi Sulastri juga tidak menyukai Jaka Puring yang berwajah jelek (buruk rupa) dan mempunyai cacat.
Begitu Raden Jono mengetahui kalau Dewi Sulastri telah dilamar oleh Jaka Puring, ia pun marah besar. Raden Jono kemudian menghadap Adipati Citra Kusuma, ayah Dewi Sulastri, untuk melamar Dewi Sulastri. Setelah mendengar maksud Raden Jono, Sang Adipati yang bijaksana menjawab, "Silahkan kalau Sulastri mau, dan jika Jaka Puring murka, kau harus siap bertanggung jawab dan melindungi Sulastri". Artinya, lamaran Raden Jono pun diterima dengan syarat ia mampu menghadapi amarah Jaka Puring dan senantiasa melindungi Dewi Sulastri. Raden Jono pun menyanggupinya.
Jaka Puring yang lamarannya telah diterima lebih dulu, membawa pergi Dewi Sulastri untuk menuju Kadipaten Bulupitu, tempat Jaka Puring berkuasa. Raden Jono yang mengetahui hal itu lantas bergegas mengejar Jaka Puring yang telah membawa kabur calon istrinya itu. Begitu mengetahui Raden Jono mengejarnya, Jaka Puring memacu kudanya ke arah timur sejauh-jauhnya agar Raden Jono tidak dapat menyusulnya. Namun Raden Jono ternyata dapat menyusul dan menemukan keberadaan Jaka Puring ketika Jaka Puring sedang beristirahat sembari mengguyang (memandikan) kudanya. Dari kejadian saat Jaka Puring sedang mengguyang kudanya ini, maka tempat tersebut kini dinamai dengan Guyangan.
Begitu Raden Jono berhasil menemukan Jaka Puring, ia dan prajuritnya segera menyerang Jaka Puring dan prajuritnya. Menghadapi serangan tiba-tiba dari Raden Jono, Jaka Puring dan prajuritnya dibuat kewalahan. Jaka Puring beserta sebagian prajuritnya kemudian melarikan diri ke arah selatan. Setelah dirasa menemukan tempat yang aman, Jaka Puring dan prajuritnya beristirahat sementara waktu. Banyak dari prajurit Jaka Puring yang terluka dan juga tewas. Para prajurit yang terluka dan yang tewas kemudian dimandikan dengan air dari sebuah sumur. Anehnya begitu dimandikan, para prajurit yang terluka menjadi sembuh dan yang tewas menjadi hidup kembali. Dari kejadian ini, maka tempat tersebut kemudian dinamai dengan Podourip.
Raden Jono beserta prajuritnya menyusul Jaka Puring ke arah selatan. Begitu kedua pihak bertemu, terjadilah perang campuh antara rombongan prajurit Raden Jono dan Jaka Puring. Perang tanding pun terjadi antara Raden Jono dan Jaka Puring. Karena sama-sama sakti, keduanya bertarung hingga berguling-guling di tanah. Kedua pihak pun sama-sama kepayahan sampai pet-petan (pusing/kepala berkunang-kunang) hampir semaput (pingsan). Dari kejadian ini, maka tempat keduanya bertarung sampai pet-petan ini kemudian dinamai Petanahan.
Setelah kepayahan bertarung, Jaka Puring kembali bangkit dan berusaha melarikan diri lagi menuju ke arah selatan. Raden Jono pun hendak mengejar Jaka Puring, namun sayangnya ia kehilangan jejak. Raden Jono juga ragu-ragu (monga mungu) dalam hatinya apakah pengejaran hendak diteruskan atau tidak. Dari peristiwa ragu-ragu (monga-mangu) Raden Jono ini, maka tempat tersebut kemudian dinamai dengan nama Desa Munggu.
Jaka Puring yang masih membawa Dewi Sulastri terus berlari ke selatan sampai masuk alas (hutan) gadung. Karena rimbunnya alas gadung, kaki para prajurit Jaka Puring kesrimpet-srimpet pohon gadung yang menjalar di tanah. Dari kejadian ini tempat tersebut kemudian dinamai Karanggadung. Jaka Puring meneruskan larinya sampai ke wilayah pesisir. Di sana Dewi Sulastri diikat pada gerumbulan pohon pandan yang daunnya berwarna kuning. Tempat Dewi Sulastri diikat pada pandan itu kemudian dinamai dengan desa Pandan Kuning.
Raden Jono yang sebelumnya sempat ragu, kembali meneruskan pengejaran Jaka Puring sampai akhirnya tiba di pesisir. Raden Jono yang melihat Dewi Sulastri diikat pada gerumbulan pandan, segera menyelamatkannya. Dewi Sulastri pun berhasil direbut oleh Raden Jono. Jaka Puring yang semakin terdesak kembali melarikan diri. Raden Jono pun terus mengejar Jaka Puring untuk membunuhnya agar tidak lagi menjadi ganjalan dan penghalang baginya.
Jaka Puring dan prajuritnya yang tersisa berlari ke arah utara barat hingga masuk suatu daerah yang para warganya hidup reja (sejahtera). Daerah tersebut kemudian dinamai Desa Karangreja. Dari Karangreja, Jaka Puring terus berlari ke arah barat karena terus diburu oleh Raden Jono dan prajuritnya. Karena peperangan hanya tersisa orang-orang tua yang berkejaran (buron), maka tempat perburuan itu kemudian dinamai dengan nama Tuaburu.
Para prajurit Jaka Puring telah kehabisan tenaga, hati patah semangat, khawatir (maras) serta dilanda ketakutan untuk menghadapi serangan para prajurit Raden Jono yang semangatnya justru semakin berapi-api. Dikarenakan para prajurit Jaka Puring maras hatinya, maka tempat tersebut kemudian dinamai Moros. Melihat kejadian itu, Jaka Puring pun memberikan motivasi kepada prajuritnya agar semangatnya bangkit kembali. Di tengah perjalanan, mereka bertemu sebuah kali (sungai) kecil yang airnya mengalir tidak pernah kering. Orang-orang di sana menyebutnya criwikan. Para prajurit Jaka Puring pun membasuh muka dan mandi di criwikan tersebut, tempat tersebut kemudian dinamai Criwik.
Tidak begitu jauh dari Desa Criwik, Jaka Puring dan prajuritnya menjumpai orang-orang yang hidup enak atau mulia hidupnya dengan menjadi petani tambak, maka tempat tersebut kemudian dinamai Tambak Mulya. Dalam kejaran Raden Jono dan bala prajuritnya, Jaka Puring terus berlari ke arah barat sampai ia terdesak dan terhalang gunung karang. Dengan kesaktiannya, Jaka puring menabrakan tubuhnya ke gunung karang tersebut hingga berlubang (bolong). Tempat tersebut kemudian dikenal dengan nama Karangbolong.
Jaka Puring yang terus dikejar oleh Raden Jono akhirnya menyeburkan tubuhnya ke sungai (kali). Raden Jono pun melemparkan pusaka Bungkul Kencana miliknya dan mengenai Jaka Puring. Maka berubahlah Jaka Puring menjelma menjadi seekor buaya putih. Itulah asal mula tempat tersebut kemudian dinamai Buayan. Konon menurut warga sekitar, terkadang ada yang menjumpai keberadaan siluman buaya putih di tempat tersebut. Dengan kalahnya Jaka Puring, Raden Jono dan Dewi Sulastri kembali ke kadipaten Pucang Kembar dan hidup bahagia sampai akhir hayatnya. Tamat, sekian. Demikianlah legenda Jaka Puring dan Asal Nama-Nama Desa di Pesisir Selatan Kebumen. Semoga bermanfaat.
0 Komentar untuk "Legenda Jaka Puring dan Asal Nama-Nama Desa di Pesisir Selatan Kebumen"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.