Dalam kitab Safinatun Naja (kitab yang sering dikaji di pesantren-pesantren NU) disebutkan bahwa niat adalah "Qasdus Syai'i muqtaranan bifi'lihi wamahalluha al qalb watalaffudzu biha sunnah". Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa niat adalah menyengaja untuk melakukan sesuatu (perbuatan/ibadah), yang dilakukan berbarengan dengan perbuatan tersebut, dan tempatnya (niat) adalah di dalam hati, sedangkan melafadzkan niat adalah sunnah.
Jadi jelas bahwa tempat niat adalah di dalam hati, bukan sekedar dalam ucapan lisan. Ucapan dalam lisan (nawaitu/ushalli) disunnahkan agar dapat membantu supaya niat mudah dikrentegkan (dihadirkan) dalam hati. Namun di kalangan orang awam masih banyak yang salah kaprah dalam memahaminya. Kadang kala mereka berniat dalam lisannya namun hatinya masih kosong belum ada krenteg niat. Padahal kalau pun ia tidak mengucapkan niat dalam lisan namun sudah dikrentegkan dalam hati, maka perbuatan (ibadah) kita sudah sah, di samping harus memenuhi beberapa syarat dan rukun lainnya. Meski demikian, sebagai kesunnahan (menurut madzhab Syafi'i dan Hambali) niat dapat diwujudkan pula dalam ucapan lisan (dilafadzkan).
Hakikat Niat dalam Ibadah dan Perbuatan Mubah
Hakikat niat bukan terletak pada ucapan seseorang melalui lisannya "nawaitu" akan tetapi ia merupakan dorongan dalam hati dan berfungsi ketika hati telah tertembus oleh hidayah dari Allah SWT. Di saat tertentu hal itu mudah diperoleh dan di saat lain, sulit untuk memperolehnya. Orang yang hatinya terbiasa menjalankan perintah agama, maka mudah baginya untuk menghadirkan niat menuju kebaikan. Berangkat dari segi inilah biasanya dapat menimbulkan motivasi untuk berbuat baik bahkan sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Namun bagi orang yang condong pada dunia dan dia tunduk oleh hawa nafsunya, maka hal demikian tidak mudah baginya, bahkan untuk melaksanakan hal-hal yang bersifat fardhu sekalipun, kecuali jika dipaksakan.
Dalam haditsnya yang terkenal, diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA, Rasulullah SAW pernah bersabda:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
"Setiap perbuatan hanyalah bergantung pada niat, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkan. Maka barang siapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yang berhijrah untuk duniawi maka dia akan memperolehnya, atau kepada perempuan yang akan dia nikahi, maka hijrahnya itu kembali pada apa yang diinginkannya" (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Syafi'i berkata, "Hadits (dari Umar) tersebut adalah sepertiga dari seluruh ilmu". Pengertian dari sabda Nabi bahwa "Setiap perbuatan hanya bergantung pada niat" mengandung makna bahwa kesalehan suatu amal perbuatan yang tidak bertentangan dengan sunnah itu disebabkan oleh niat yang baik (lurus). Dan maksud dari sabda beliau, "Setiap orang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan" adalah bahwa pahala orang yang beramal itu sesuai dengan niatan baiknya (saleh), yang terkumpul dan terproyeksi lewat amal-amal perbuatan.
Adapun sabda Rasul yang berbunyi, "Maka barang siapa yang berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yang berhijrah untuk duniawi maka dia akan memperolehnya, atau kepada perempuan yang akan dia nikahi, maka hijrahnya itu kembali pada apa yang diinginkannya", maka arti dari semua itu, setelah kaidah pertama ditetapkan, Rasul menyebutkan satu contoh berkenaan dengan amal-amal perbuatan yang bentuknya terlihat sama, namun sebenarnya berbeda.
Perlu ditegaskan kembali bahwa setiap niat yang baik tidak dapat memutar kemaksiatan dari porosnya. Oleh karenanya, sabda Nabi SAW tidak boleh diartikan bahwa perbuatan mungkar bisa menjadi ma'ruf disebabkan oleh niatnya. Sabda Rasulullah itu hanya diterapkan khusus untuk amalan-amalan yang bersifat ketaatan (ibadah) dan yang bersifat mubah, karena ketaatan suatu saat dapat pula berbalik menjadi maksiat disebabkan niat yang buruk. Di lain pihak, perkara mubah bisa menjadi suatu amalan yang baik (taat) atau maksiat juga karena niatnya. Adapun maksiat sendiri tidak akan berbalik menjadi ketaatan oleh niat yang baik. Dan kemaksiatan yang diikuti oleh niat yang buruk, dan ada unsur kesengajaan, maka berlipat ganda pula dosa dan siksanya di akhirat kelak.
Nilai ketaatan (ibadah ritual murni) berhubungan erat dengan niat, baik dalam hal keabsahannya maupun untuk melipatgandakan pahala. Pada dasarnya, niat yang baik itu merupakan perbuatan yang semata berdiri di atas keinginan untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT. Jika sedikit saja terkontaminasi oleh rasa riya', maka rusaklah semua unsur kebaikannya sehingga menjadi suatu kemaksiatan. Di sisi lain, bila mengharapkan mendapatkan balasan pahala yang besar, maka harus diimbangi dengan peningkatan intensitas dan kualitas niatnya. Lain halnya dengan perkara yang mubah, untuk mengubahnya menjadi perbuatan taqarrub kepada Allah (ibadah non ritual), dan memperoleh derajat yang tinggi di sisiNya, maka harus disertai dengan niat yang baik.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab RA berkata, "Perbuatan yang paling utama adalah menunaikan apa yang telah difardhukan (digariskan) Allah SWT, berhati-hati dan menjaga diri (wara') dari apa yang diharamkan Allah dan kesungguhan niat untuk mencapai apa yang ada di sisiNya (diridhaiNya)".
Di antara para Ulama Salafus Shalih ada yang berpendapat, "Sering terjadi suatu perkara yang sepele (ringan) berubah menjadi besar (berat nilainya) karena niat, dan sebaliknya perkara yang berat bisa menjadi ringan karena niat pula".
Yahya bin Katsir pernah berkata, "Pelajarilah niat baik, karena niat itu lebih cepat sampai (kepada Allah) daripada amal perbuatannya".
Labels:
Horizon
Thanks for reading Hakikat Niat dalam Ibadah dan Perbuatan Mubah. Please share...!
0 Komentar untuk "Hakikat Niat dalam Ibadah dan Perbuatan Mubah"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.