Baayun Mulud, Tradisi Mengayun Bayi Suku Banjar Saat Maulid Nabi


Masyarakat Muslim suku Banjar di wilayah Kalimantan Selatan memiliki tradisi unik setiap memasuki bulan Maulud (Rabi'ul Awwal). Para orang tua berkumpul di pelataran masjid sambil membawa bayi putra-putri mereka. Tradisi ini dikenal dengan upacara Baayun Maulid atau Baayun Mulud

Baayun Mulud adalah kegiatan mengayun bayi atau anak sambil membaca syair maulid. Tradisi yang hanya dapat ditemukan di Kalimantan Selatan ini dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal atau saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. 

Kata Baayun berarti ayunan atau buaian, sedangkan kata mulud secara khusus berasal dari bahasa Arab yang artinya ungkapan untuk kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagai sebuah tradisi yang setiap tahun digelar, tradisi Baayun Mulud memiliki makna sejarah dan nilai filosofis yang patut untuk kita cermati. 

Baayun Mulud
tradisi Baayun Mulud (Foto: Instagram/nchoy_fff)

Sejarah Asal Usul Tradisi Baayun Mulud


Sebelum datangnya agama Islam, tradisi mengayun anak sudah dilaksanakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan ketika mereka masih menganut kepercayaan nenek moyang (Kaharingan). Sejarawan H. A. Gazali Usman menyatakan bahwa tradisi ini semula hanya ada di Kabupaten Tapin (khususnya di Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara). Namun kemudian berkembang dan dilaksanakan di berbagai daerah di Kalimantan Selatan. 

Prosesi maayun (mengayun) anak pada tradisi baayun maulid sesungguhnya menggambarkan adanya akulturasi budaya antara unsur kepercayaan lama dengan Islam. 

Berdasarkan tradisi asalnya, tata cara maayun anak dalam upacara baayun maulid sebenarnya berasal dari tradisi bapalas bidan. Menurut Alfani Daud (1997) seorang bayi yang baru lahir dinyatakan sebagai anak bidan sampai dilaksanakannya upacara bapalas bidan, yakni suatu upacara pemberkatan yang dilakukan oleh bidan terhadap si bayi dan ibunya.

Selain dimaksudkan sebagai balas jasa terhadap bidan, prosesi bapalas bidan juga merupakan penebus atas darah yang telah tumpah ketika melahirkan. Dengan pelaksanaan palas bidan ini diharapkan tidak terjadi pertumpahan darah yang diakibatkan oleh kecelakaan atau perkelahian di lingkungan tetangga maupun atas keluarga sendiri. Karena menurut kepercayaan, darah yang tumpah telah ditebus oleh si anak pada upacara bapalas bidan tersebut.

Setelah Islam masuk dan berkembang berkat perjuangan dakwah para ulama, akhirnya upacara tersebut bisa “diislamisasikan”. Jika sebelumnya upacara ini diisi dengan bacaan-bacaan balian, mantra-mantra, doa dan persembahan kepada para dewa dan leluhur atau nenek moyang, akhirnya digantikan dengan pembacaan syair-syair maulid, yang berisi sejarah, perjuangan, dan pujian terhadap Nabi Muhammad SAW, serta dilaksanakan di masjid, sedangkan sistem dan pola pelaksanaan upacara tetap. 

Akulturasi terhadap tradisi ini terjadi secara damai dan harmonis serta menjadi substansi yang berbeda dengan sebelumnya, karena ia berubah dan menjadi tradisi baru yang bernafaskan Islam.

Jadi, Baayun Mulud merupakan sebuah tradisi yang dapat dimaknai sebagai suatu upaya menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Dengan begitu, umat akan tetap mampu menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan prinsip “setiap budaya yang tidak merusak akidah dapat dibiarkan hidup”, sekaligus mewariskan dan menjaga nilai-nilai dasar kecintaan umat kepada Nabi Muhammad Saw, untuk dijadikan teladan (uswah) dalam setiap aspek kehidupan.

Pelaksanaan Baayun Mulud


Bagi masyarakat Banjar, tradisi tahunan dengan mengayunkan anak pada bulan maulud ini biasa diselenggarakan secara massal di lingkungan Masjid-masjid di Kalimantan Selatan. Peralatan yang diperlukan dalam Baayun Mulud adalah ayunan yang dibuat dari kain sarung wanita (tapih bahalai) yang pada ujungnya diikat dengan tali/pengait. Ayunan ini dibuat dari kain 3 kain berbeda, yaitu kain sarigading pada lapisan pertama, kain kuning pada lapisan kedua, dan kain bahalai pada lapisan ketiga. 

Ayunan juga dihias dengan janur pohon nipah atau pohon enau dan pohon kelapa yang dibentuk mirip tangga puteri, tangga pangeran, payung singgasana, patah kangkung, kambang sarai, gelang-gelang serta hal-hal lain yang berkenaan dengan aksesoris kerajaan. Selain itu ada juga buah pisang, kue cucur, kue cincin, ketupat dengan segala bentuk, dan hisan lainnya. Baayun mulud memiliki syarat upacara yang disebut piduduk. Piduduk terdiri dari 3,5 liter beras, 1 gula merah, garam untuk anak laki-laki dan sedikit garam ditambah minyak goreng untuk anak perempuan.

Ritual dimulai dengan membaca syair Maulid Al Habsy, Maulid Ad Diba’i, atau Maulid Al Barzanji. Kemudian anak-anak yang akan diayun dalam upacara tersebut dibawa masuk ketika pembacaan Asyrakal dan mulai diayun selama pembacaannya itu secara perlahan. Fungsi diayun tersebut adalah untuk mengambil keberkahan atas kemuliaan Nabi Muhammad SAW. 

Seakan mengerti sedang didendangkan, biasanya sebagian besar balita akan tertidur pulas. Setelahnya, acara kemudian dilanjutkan dengan ceramah dan ditutup dengan do’a. Setelah itu para Ulama dan Umara yang hadir akan memberkati anak tersebut sambil membacakan Shalawat Badar. Jika proses Baayun Mulud selesai, ayunan yang juga dihiasi aneka buah seperti pisang, kue cincin dan uang pecahan, bisa mereka bawa pulang. 

Dalam pelaksanaan prosesi Baayun Mulud, di beberapa tempat biasanya juga tidak hanya para balita yang ikut dalam tradisi ini, sejumlah ibu-ibu lanjut usia juga tidak sungkan ikut diayun menggunakan kain kuning, kain kramat suku Banjar. Selain itu, mereka yang ikut dalam tradisi Baaayun Maulud ini biasanya juga kaum ibu yang sudah lama menikah namun belum juga dikaruniai keturunan. Dengan mengikuti prosesi Baayun Mulud, mereka berharap agar segera bisa mendapatkan keturunan yang soleh dan solehah.

Makna Filosofi Baayun Mulud


Seperti disebutkan sebelumnya bahwa tradisi ini dilaksanakan saat memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW (Maulud Nabi). Adanya peringatan Maulid nabi sendiri merupakan pencerminan rasa syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Sedangkan adanya puji-pujian dan shalawat yang menyertai peringatan maulid nabi juga merupakan sebuah simbol akan kecintaan kepada nabi dan sekaligus harapan umat Islam yang selalu mengenang, meneladani kehidupan, dan mengharap syafaat dari Rasulullah pada hari Kiamat kelak. 

Pelaksanaan tradisi Baayun Mulud yang biasanya diselenggarakan di masjid juga merupakan harapan agar sang anak dari sejak kecil hingga dewasa hatinya akan selalu terpaut untuk selalu shalat berjamaah di masjid. Terlepas dari motif masing-masing peserta baayun yang nota bene diikuti oleh orang-orang tua, maka maksud maayun anak bersamaan dengan peringatan maulid nabi adalah untuk mengagungkan Nabi sekaligus berharap berkah atas kemuliaan Nabi Muhammad SAW, disertai doa agar sang anak yang diayun menjadi umat yang taat, bertakwa kepada Allah SWT. 

Dengan iringan bacaan shalawat, tradisi Baayun Mulud juga bertujuan agar sang anak jika sudah besar nanti menjadi orang yang sehat berbakti kepada orang tua, serta dapat mengikuti ketauladanan Nabi Muhammad SAW. Diolah dari berbagai Sumber.

Labels: Seni Budaya

Thanks for reading Baayun Mulud, Tradisi Mengayun Bayi Suku Banjar Saat Maulid Nabi. Please share...!

0 Komentar untuk "Baayun Mulud, Tradisi Mengayun Bayi Suku Banjar Saat Maulid Nabi"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.