Belajar dari Sejarah Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit


Saat membicarakan kejayaan Nusantara di masa lalu, biasanya kita akan menyebut Sriwijaya dan Majapahit, sebagai dua kerajaan besar berperadaban maju di eranya. Pada umumnya, peneliti lebih sering menelisik sejarah kejayaan suatu peradaban dengan luasnya wilayah ekspansi, padahal, kejayaan suatu peradaban juga ditentukan oleh majunya perekonomian peradaban tersebut. Peradaban yang maju pastinya mempunyai pegangan yang kuat dalam menjalankan roda perekonomian, sehingga hal ini berimbas pula pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. 

Memang benar kerajaan besar di Nusantara silam dikenal kuat dalam perdagangan laut dan armada lautnya. Ini juga membuktikan bahwa orientasi pembangunan kemaritiman negeri ini telah maju pada masanya. Tetapi di sisi lain kita juga tidak bisa menafikan bahwa pada hakikatnya kultur agraris (daratan) juga punya peran yang dominan dalam nadi budaya bangsa. Dari sini kita melihat bahwa selain pembangunan sektor kelautan, sektor konstruksi daratan juga tidak kalah pentingnya bagi kejayaan suatu peradaban. 

Mungkin perlu bagi kita untuk belajar dari sejarah kejayaan masa lampau negeri ini, sehingga kita sebagai bangsa yang mandiri bisa mengembalikan jati diri bangsa ini untuk meraih kejayaannya kembali sebagaimana yang pernah diraih pada masa lalu. Kita tahu bahwa kita juga memiliki sistem yang mandiri dan kita bisa melihat bahwa sistem yang kita bangun adalah sistem terbaik yang bisa kita lakukan, bukan menginduk pada konsep yang ditawarkan bangsa lain.

Kejayaan Maritim Sriwijaya

Prasasti tertua Sriwijaya yang berangka tahun 683 di bukit Segantung menunjukkan betapa kerajaan Sriwijaya tidak hanya meliputi Sumatera, tetapi juga hingga di seberang Selat Malaka dan Selat Sunda. Ia menjadi sebuah kerajaan maritim pertama yang terbesar. Luas kerajaan Sriwijaya begitu mengesankan, sampai-sampai seorang saudagar Arab bernama Sulaeman pada tahun 851 takjub dan berkata, "Bila ayam jantan mulai berkokok di saat fajar menyingsing, maka ayam-ayam itu saling bersahutan di sepanjang jarak 625 km, karena kampung-kampung itu berderet rapat tanpa terputus-putus". Tidak kurang dari pedagang Arab, Persia, dan China yang berkunjung ke Sriwijaya, dan tentu saja pintu gerbangnya adalah pelabuhan kosmopolitan saat itu.

Kejayaan bahari pertama dalam skala besar ditunjukkan oleh kerajaan Sriwijaya. Bagaimana konstruksi kapal mereka saat itu (abad ke 7) bisa kita lihat gambarannya di sebuah relief di dinding Candi Borobudur. Menurut Van Erp, seorang ahli arkeologi zaman Belanda di Indonesia, kapal-kapal itu dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yakni perahu lesung sederhana, perahu lesung yang dipertinggi dengan cadik, dan perahu tanpa cadik. Kejayaan Sriwijaya yang mampu menaklukan lautan Nusantara di sepanjang wilayah Sumatera sampai Malaya (sekarang Malaysia), adalah karena kebijaksanaan kerajaan melibatkan suku Orang Laut yang piawai dalam teknologi pembuatan kapal dan strategi perang laut.

Relief perahu Sriwijaya di Candi Borobudur
Relief bergambar perahu Sriwijaya pada dinding Candi Borobudur

Suku orang laut mendiami daerah muara sungai-sungai dan hutan bakau di pantai timur Sumatera, Kepulauan Riau, dan pantai barat Semenanjung Malaya. Waktu itu, Sriwijaya telah berhasil menjadi kekuatan perdana dalam sejarah Nusantara yang mendominasi wilayah sekitar perairan timur pulau Sumatera, yang merupakan jalur kunci perdagangan dan pelayaran internasional (sampai saat ini). Ia bergerak ke perairan Laut Jawa untuk menguasai jalur pelayaran rempah-rempah dan bahan pangan hasil pertanian. 

Sriwijaya saat itu merupakan pusat perdagangan Asia Tenggara yang memiliki orientasi pembangunan ekonomi maritim. Kerajaan ini mengalami masa kejayaannya pada tahun 833-836 M pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa. Wilayah Sriwijaya meliputi sebagian besar Nusantara bagian barat, diperoleh setelah runtuhnya kerajaan Fu Nan di Champa (Kamboja), selain itu kehandalan armada dagang Sriwijaya yang telah mampu membuka jalur perdagangan dengan China dan India juga mengambil andil penting dalam perluasan wilayah.

Sebagai pusat perdagangan maritim, Sriwijaya mempunyai beberapa produk unggulan. Di antaranya adalah pala, cengkeh, kapulaga, pinang, kayu gaharu, kura-kura cendana, gading, timah, emas, perak, penyu serta beraneka rempah-rempah. Barang-barang tersebut dibeli oleh pedagang dari China, India, Arab, dan Madagaskar. Terkadang pula barang-barang tersebut dibarter dengan kain, porselen dan barang-barang gerabah. Inilah sebuah keunggulan fakta bahwa sebagai bangsa maritim, Sriwijaya telah mampu menguasai market Asia. Bahkan pembangunan kanal ekonomi tiga arah Nusantara, China dan India telah menjadi saksi sejarah bahwa mayoritas dari produk domestik bruto dunia dapat dikuasai oleh kerjasama tiga negara tersebut.

Kejayaan Agraris Majapahit

Majapahit berada pada posisi di atas angin ketika dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Kedudukannya sebagai raja Majapahit dimulai pada tahun 1350 hingga 1389 Saka. Usianya baru 16 tahun saat memimpin Majapahit, dengan gelar ke-Rajaannya adalah Sri Rajasanagara atau dikenal pula dengan Bhra Hyang Wekasing Sukha. Kitab Negara Kertagama anggitan Mpu Prapanca berangka tahun 1365 menerangkan tentang pembagian wilayah kekuasaan Majapahit dalam empat kelompok wilayah, yaitu:

Pertama, wilayah-wilayah Melayu dan Sumatera terdiri atas Jambi, Palembang, Samudra dan Lamori (Aceh).

Kedua, wilayah-wilayah di Tanjung Negara (sekarang Kalimantan) dan Tringgano (Trengganu).

Ketiga, wilayah-wilayah di sekitar Tumasik (menjadi Singapura).

Terakhir, wilayah-wilayah di sebelah timur pulau Jawa, yaitu Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku sampai Papua.

Untuk daftar lengkap mengenai nama-nama wilayah taklukan Majapahit, sebagaimana diambil  Achmad Aditya, dijelaskan dalam buku Fruin Mess (1919) "Geschiedenis van Java" halaman 82-84 (Fruin-Mess mengumpulkannya berdasarkan Pararaton, Negara Kertagama, dan Hikayat Raja-Raja Pasai).

Peta wilayah Majapahit
Peta wilayah kekuasaan Majapahit

Sebuah gambaran tentang kemakmuran peradaban, Majapahit tampil dengan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Era ini berbagai kegiatan di bidang ekonomi dan kebudayaan menjadi fokus pemerintahan. Hasil pajak dan upeti dialokasikan untuk menopang lancarnya pertumbuhan ekonomi dan kemajuan di bidang yang lain. Kakawin Negara Kertagama dan beberapa prasasti yang berasal pada masa Hayam Wuruk memberitakan keterangan tentang hal itu. Sementara di bidang agraris, raja memberikan titah untuk membangun bendungan, memperluas saluran irigasi, dan menambah lahan pertanian. Selain itu, rute distribusi hasil kekayaan dari satu daerah ke daerah lain dipersiapkan tempat-tempat penyeberangan atau dermaga.

Naskah kesejarahan menyebutkan bahwa masyarakat kita telah mengenal dua jenis pertanian, yaitu gaga (ladang) dan sawah. Banyaknya prasasti yang ditemukan memberitakan masalah politik suatu kerajaan, tetapi di bagian lain prasasti yang ditemukan, terdapat sebutan pendek tentang cara bertani di ladang (gaga) dan pembangunan bendungan yang cukup memberi kesan bahwa pertanian sudah memperoleh perhatian besar dari kerajaan. 

Seperti undang-undang kerajaan Majapahit yang menyebutkan bahwa petani dapat mengerjakan ladang atau sawahnya dengan tenang dan baik, karena raja memberikan perlindungan kepada mereka. Pemakaian tanah juga diatur oleh undang-undang, di mana dalam undang-undang disebutkan "Barangsiapa membakar padi di ladang, tidak pandang besar atau kecil, si pelaku harus mengembalikan lima kali lipat kepada pemiliknya. Ditambah lagi dengan denda dua laksa oleh raja yang berkuasa"(Perundang-undangan Majapahit, 1967).

Abad 16 perdagangan internasional dari kerajaan Nusantara sedang menemukan momentumnya. Ketika harga pala melejit dikarenakan pala secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat yang sangat mujarab di daratan Eropa, maka pada saat itu Nusantara menjadi pemasok utama pala ke wilayah Eropa. Sentra perdagangan Nusantara saat itu adalah di pulau Run (pulau Banda) kabupaten Masohi, provinsi Maluku. Hingga terjadi hegemoni perdagangan rempah-rempah Indonesia oleh importir palawija yang berasal dari Turki dengan memperketat komoditas ini di India dan Timur Tengah. Untuk masuk pasaran Eropa, para saudagar Turki menggunakan pelabuhan Venesia di Italia sebagai jalur distribusi utama atas komoditas pala.

Dari uraian sejarah di atas, diketahui bahwa Asia, terlebih Asia Tenggara pada masa peradaban modern awal merupakan laboratorium canggih yang baik dan cocok untuk meneliti masalah global. Banyak sekali peneliti, pedagang, dan pihak lain yang silih berganti mendatangi atau meninggalkan Asia Tenggara khususnya Nusantara. Tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban saat itu bertumpu pada tiga gerbong besar kerajaan yang ada di Asia, yaitu China, India, dan Nusantara (Sriwijaya dan Majapahit). Dari sejarah kejayaan dua kerajaan besar di Nusantara ini, semoga kita bisa mengambil pelajaran penting untuk langkah ke depan kita, sehingga akan tercipta kemandirian dari bangsa ini untuk berkiprah di kancah internasional sebagai peradaban yang berdaulat sebagaimana ditunjukkan oleh nenek moyang kita pada masa lampau. (Sumber: Jurnal Justisia, 2009)

Labels: Sejarah

Thanks for reading Belajar dari Sejarah Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit. Please share...!

0 Komentar untuk "Belajar dari Sejarah Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.