Orang Kebumen pasti tahu dan harus tahu yang namanya kesenian Janeng, atau ada juga yang menyebut Janengan atau Jamjaneng. Kesenian ini memang tumbuh subur di kota Beriman ini. Setiap kecamatan bahkan setiap desa biasanya memiliki grup kesenian Janengnya masing-masing. Bahkan kesenian ini juga biasa ditampilkan atau diperdengarkan di televisi lokal seperti Ratih TV atau radio-radio lokal yang ada di Kebumen.
Namun sayangnya, keberadaan kesenian Janeng ini memang identik dengan kesenian yang dimainkan oleh orang-orang tua atau mbah-mbah, sehingga jarang dijumpai anak-anak muda yang ikut dalam kesenian janeng. Padahal sebagai warisan kesenian lokal yang telah berakar kuat bagi masyarakat Kebumen, kesenian janeng mesti dijaga keberadaannya agar jangan sampai tinggal cerita, salah satunya ya mungkin dengan melibatkan anak-anak muda untuk ikut berpartisipasi dalam melestarikan kesenian janeng ini.
Asal Usul Kesenian Janengan
Janengan merupakan salah satu bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kebumen. Masyarakat Kebumen menyebut Janengan sebagai seni musik tradisional khas Kebumen, hal ini karena kabarnya Janengan ini hanya ada di wilayah Kebumen, tidak berkembang di wilayah lain di sekitarnya seperti misalnya Purworejo, Wonosobo, Banyumas atau Purbalingga. Hampir semua desa di wilayah Kebumen mempunyai kelompok kesenian Janengan ini.
Asal usul keberadaan kesenian Janengan di Kebumen erat kaitannya dengan masa awal perkembangan agama Islam di tanah Jawa. Pada mulanya, keberadaan musik Janeng hampir sama fungsinya dengan kesenian wayang kulit semasa zaman walisongo, yakni digunakan sebagai sarana dakwah dalam penyebaran agama Islam.
Para pelaku kesenian Janengan pada umumnya bersepakat bahwa nama kesenian ini sebenarnya berasal dari kata “Zamzani”, nama tokoh yang dipercaya sebagai pencipta musik tradisional Islam-Jawa ini. Akan tetapi lidah orang Jawa lebih mudah untuk mengucapkan Jamjaneng, sehingga sampai sekarang musik ini tetap dikenal sebagai musik Jamjaneng, atau lebih akrab disebut Janeng atau janengan. Kyai Zamzani yang konon berasal dari daerah Kutowinangun ini diperkirakan hidup pada masa dimana Islam berkembang pesat di Tanah Jawa.
Menurut ceritanya, Kyai Zamzani menciptakan Kesenian Jamjaneng terinspirasi dari Sunan Kalijaga, sebagai orang yang pertama kali mempelopori kesenian sebagai sarana media dakwah Agama Islam. Kyai Zamzani kemudian mengumpulkan para seniman guna membuat alat-alat musik untuk kesenian yang diciptakannya.
Mereka menggunakan bahan baku seadanya yang dapat ditemui di daerah sekitar seperti dari poksor kayu glugu (kayu kelapa) sebagai bahan baku gong, kulit sapi untuk membrannya dan tulingnya terbuat dari bambu. Karena mudahnya bahan baku tersebut, maka masyarakat kemudian secara mudah gethok tular (memberi kabar) pada masyarakat kebumen untuk ramai-ramai membuatnya dan menghidupkan kesenian janengan.
Kesenian ini pernah mencapai kejayaannya sebelum berkembangnya budaya pop modern yang merasuki budaya hidup masyarakat kita. Pada masa lalu, musik Janengan sering dimainkan di mana-mana, di balai desa, kecamatan, pendopo kabupaten, dan di tempat orang-orang yang punya hajat.
Hampir tiap hajatan zaman dahulu banyak warga yang menampilkan jamjaneng sebagai hiburan disamping wayang, ebeg, cepetan, lengger dsb terutama jika bulan Mulud (kelahiran Nabi Muhammad SAW). Janengan pada saat itu menjadi hiburan dan tontonan laris yang banyak digemari oleh masyarakat Kebumen.
Bentuk Kesenian Janengan
Sebagaimana saat diciptakan oleh Kyai Zamzani, kesenian Janengan berisi paduan syair-syair (syingiran) yang diiringi dengan musik tradisional jawa. Lagu-lagu syi’iran ini terdiri dari shalawat dan syi’ir dalam bahasa Jawa. Namun juga terdapat lagu-lagu Janengan yang hanya terdiri dari bait-bait lagu syi’ir Jawa. Dalam kesenian Jamjaneng, syair lagu yang dibawakan dibagi menjadi dua.
via pituruhnews.com |
Yang pertama adalah lagu wajib. Lagu ini merupakan lagu pokok yang berisikan puji-pujian kepada Allah, ataupun berisi tentang petuah-petuah hidup yang menyangkut tentang agama Islam, misalnya sholawat nabi dan lagu-lagu islami. Sedangkan yang kedua adalah lagu Blederan. Lagu Blederan ini lebih bersifat menghibur dan ringan. Lagu blederan ini biasanya berbentuk lagu-lagu campursari. Lagu ini juga kadang digunakan sebagai penghibur pemain Janeng agar tidak mengantuk sewaktu memainkannya di malam hari.
Dalam kesenian janengan, biasanya dijumpai penyanyi janeng yang mempunyai suara melengking dengan nada tinggi. Teknik kemampuan bernyanyi semacam ini memang kini jarang dimiliki oleh para pegiat seni Janengan. Oleh karena itu, pemimpin Kelompok Janengan yang ada sekarang kebanyakan telah merubah teknik semacam ini dan menggantinya dengan nada yang lebih rendah dan tidak melengking.
Karena alasan ini pula biasanya pimpinan Janengan yang biasanya disebut dengan dalang merupakan orang yang memiliki kemampuan dan kualitas suara melengking. Dalang merupakan pemimpin kelompok Janengan yeng bertugas mengatur irama Janengan dari mulai pembukaan sampai penutup.
Pada awalnya, naskah-naskah syi’iran dalam kesenian Janeng ditulis dalam huruf Arab pegon. Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian diganti dengan huruf latin, karena banyak masyarakat awam yang kesusahan dalam membaca naskah Arab Pegon. Syair-syair yang digunakan dalam kesenian jamjaneng ada yang masih menggunakan bahasa Arab asli dan ada yang menggunakan bahasa Jawa.
Adapun isi dari lagu-lagu Janeng atau jamjaneng yang biasa dibawakan antara lain berjudul Assalam, Bismillahirrohmanirrohim, La ilaha illalloh, Dzikrulloh, Yo Elingo, Bagus Endi, Sugih Endi, Ayu Endi dan sebagainya. Dan sebagian ada juga yang mengambil dari Kitab Al barzanji.
Alat Musik Janengan
Pada awalnya, Janengan merupakan seni tradisi Islam yang sangat sederhana. Musik tradisional ini pada awalnya hanya terdiri dari alat musik tepuk. Alat-alat musik dalam kesenian Janeng memiliki sedikit persamaan dengan alat musik Rebana. Namun, alat musik Janeng ukurannya lebih besar. Bahan bakunya berupa kayu, bambu, dan kulit sapi.
Pada umumnya, alat musik Janengan terdiri dari tuling, kemeng, ukel, gong dan kendang. Seiring dengan perkembangan zaman, pada masa sekarang banyak ditambahkan pula alat musik modern dalam pertunjukkan janengan. Sebagian kelompok seni janengan pada masa kini juga ada yang menggunakan alat musik elektronik seperti gitar atau keyboard.
Demikianlah sekilas tentang kesenian Janengan, janeng atau jamjaneng. Kesenian ini telah sekian lama menjadi jantung kesenian tradisional di kabupaten Kebumen. Namun di masa yang modern ini, sedikit sekali yang berusaha menggelorakan kembali kesenian janengan ini, kecuali mbah-mbah yang memang masih peduli terhadap kesenian ini.
Semoga ada upaya dari pemerintah atau warga Kebumen umumnya untuk menyemarakkan kembali kesenian yang telah eksis di kebumen sejak dahulu kala ini, sehingga kesenian asli Kebumen ini tetap terjaga kelestariannya.
Labels:
Kebumen,
Seni Budaya
Thanks for reading Mengenal Kesenian Janeng, Janengan atau Jamjaneng dari Kebumen. Please share...!
0 Komentar untuk "Mengenal Kesenian Janeng, Janengan atau Jamjaneng dari Kebumen"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.