Memahami Makna Tut Wuri Handayani


Semua pelajar di negeri ini pasti tahu semboyan Tut Wuri Handayani ini. Semboyan ini memang sudah lama digunakan dalam dunia Pendidikan. Bahkan kalimat ini juga tertera dalam logo atau lambang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dan instansi di bawah naungannya.

Semboyan Tut wuri handayani dicetuskan oleh Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, Sang perintis pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

Meski awalnya filosofi ini ditujukan kepada para pendidik agar bisa menginspirasi, memberikan teladan dan memotivasi kepada siswanya. Namun filosofi ini juga bisa diterapkan dalam lingkup yang lebih luas, seperti dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat, atau dalam lingkup keluarga. 

Tut Wuri Handayani

Makna Filosofi Tut Wuri Handayani


Kita memang sangat tidak asing dengan kalimat ini. Bahkan biasanya kalimat ini juga dijumpai dalam seragam sekolah kita, seperti pada topi atau dasi. Tetapi apakah kita benar-benar mengerti makna dari kalimat ini?.

Mungkin kita pernah tahu dari pelajaran yang disampaikan oleh Bapak Ibu Guru kita, namun tampaknya saat itu kita hanya sekedar tahu, tanpa berusaha untuk mendalami makna sesungguhnya, atau pun mempraktekannya dalam keseharian kita. Jika dulu kita hanya sekedar tahu, pada kali ini kita akan mempelajari kembali ungkapan kalimat tersebut dengan lebih memahami, mendalami, dan mengamalkannya dalam keseharian kita.

Sebenarnya, filosofi kalimat Tut Wuri Handayani adalah penggalan dari kalimat panjang dalam bahasa Jawa yang berbunyi: "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Rangkaian kalimat tersebut artinya kurang lebih "Di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, dan di belakang mendorong". Mari kita coba untuk menjabarkan makna ketiga kalimat tersebut:

Ing Ngarsa Sung Tuladha


Kalimat ini secara singkat diartikan "Di depan memberikan teladan". Kita tahu bahwa seorang pendidik (guru), pemimpin, atau kepala keluarga adalah sosok figur yang dituakan, disegani, dihormati dan segala tindakannya dilihat oleh murid, bawahan atau anak-anaknya. Oleh karenanya, sebagai orang yang "berjalan di depan", maka ia haruslah menjadi figur yang selalu memberikan contoh teladan yang baik kepada murid, bawahan, atau putra-putrinya.

Sebagai seorang pendidik, maka jadilah guru yang bijaksana, yang selalu berusaha untuk menjadi teladan baik bagi murid-muridnya, sehingga ia memang benar-benar menjadi sosok yang tepat untuk digugu dan ditiru (guru).

Bagi seorang Pemimpin, wakil rakyat, pimpinan perusahaan atau organisasi, maka jadilah pemimpin yang bisa menjadi contoh bagi rakyat dan bawahannya. Saat seorang pemimpin berkuasa, ia tidak serta merta hanya memerintah, namun ia juga akan senantiasa dipantau oleh bawahannya. Ketika ia menggunakan kekuasaannya dengan bijaksana dan selalu berorientasi pada kesejahteraan rakyat atau bawahannya, maka memang seperti itulah yang diharapkan dari seorang pemimpin, sehingga ia benar-benar pantas untuk dihormati dan dijadikan suri tauladan bagi bawahannya.

Sedangkan dalam lingkup keluarga, seorang ayah atau pun juga ibu adalah panutan bagi anak-anaknya. Sebagai orang tua yang gerak-geriknya dilihat oleh anak-anaknya, maka jadilah orang tua yang baik dan menjadi teladan bagi anak-anaknya. Jangan kita hanya menyuruh anak berbuat baik sementara kita sendiri tidak melakukannya. Berilah contoh yang baik dengan menjadi orang tua yang bijaksana dan penyayang bagi keluarga.

Ing Madya Mangun Karsa


Kalimat kedua ini berarti "di tengah memberi semangat". Seorang guru, pemimpin, atau kepala keluarga haruslah bisa menggugah semangat orang-orang yang ada di sekelilingnya. Seorang guru harus selalu bisa menciptakan prakarsa dan ide bagi murid-muridnya. Ia juga harus senantiasa memberi semangat kepada anak didiknya agar kelak menjadi orang yang berguna bagi negara dan masyarakatnya.

Seorang pemimpin juga harus memberi motivasi, mengayomi, mau menerima kritik dan saran, serta mampu menggugah semangat bersama untuk meraih visi bersama. Selain itu, pemimpin juga mesti bisa merangkul semua bawahannya agar dapat mencapai tujuan bersama seperti yang diinginkan.

Sedangkan bagi orang tua, sudah menjadi keharusan bagi setiap orang tua untuk selalu menyemangati anak-anaknya agar bisa menjadi putra-putri yang diharapkan oleh mereka. 

Tut Wuri Handayani


Kalimat terakhir ini kurang lebih bermakna "di belakang memberi dorongan". Kalimat terakhir ini juga merupakan kelengkapan dari dua kalimat sebelumnya, sehingga bisa dikatakan bahwa ketiga kalimat ini merupakan rangkaian kalimat yang saling berkesinambungan.

Makna dari ketiga ungkapan ini bisa dipahami bahwa setiap dari kita harus bisa berperan bagi orang-orang di sekeliling kita. Kita harus bisa menempatkan diri saat di depan untuk memberikan teladan, di tengah untuk memberikan semangat, dan di belakang untuk memberikan dorongan atau arahan.

Ketiga perilaku ini penting untuk mewujudkan tujuan bersama. Dari sini dapat juga dipahami bahwa selain menjadi teladan dan pemberi semangat, seorang guru, pemimpin atau orang tua haruslah selalu memberi dorongan kepada orang-orang disekitarnya.

Dorongan bisa berupa dorongan moral, motivasi, semangat atau juga dorongan dalam bentuk materi jika memang dibutuhkan. Dengan menjalankan ketiga filosofi ini, maka kehidupan akan berjalan dalam harmoni yang penuh dengan kesejukan.

Memang tidak diragukan lagi, ketiga ungkapan ini merupakan kunci untuk membawa masyarakat menuju terciptanya kehidupan yang lebih maju dan sejahtera. Semoga.

Labels: Horizon, Seni Budaya

Thanks for reading Memahami Makna Tut Wuri Handayani. Please share...!

1 comments on Memahami Makna Tut Wuri Handayani

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.