Beberapa Ketentuan Jual Beli dalam Islam

Pengertian, Dasar Hukum dan Hukum Jual Beli


Pada dasarnya, jual beli merupakan sarana tolong menolong bagi sesama manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tercapainya masalahat-maslahat dalam hidup. Menurut bahasa, Jual beli (al bai') adalah saling menukar, atau mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu.

Sedangkan menurut istilah, arti jual beli yaitu pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (ijab-qabul) dengan cara yang diperbolehkan. Atau bisa juga dipahami bahwa jual beli yaitu menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu (akad).

Intinya, jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual sebagai pihak yang menyerahkan/menjual barang dan pembeli sebagai pihak yang membayar/membeli barang. 

Jual beli 1

Sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, jual beli dalam Islam juga mempunyai dasar-dasar hukum kuat yang berasal dari Al Qur'an maupun Al Hadits. Ayat-ayat Al Qur'an yang menerangkan tentang jual beli antara lain yaitu Surah Al Baqarah ayat 198 dan 275 serta Surah An Nisa ayat 29. Sedangkan hadits-hadits Nabi yang mengatur tentang jual beli ada banyak jumlahnya tergantung pada inti pembahasan atau penjabaran dalam jual beli tersebut.

Mengacu kepada ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits tersebut, maka hukum jual beli pada dasarnya adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itu bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.

Rukun dan Syarat Jual Beli


Yang dimaksud dengan rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara' (hukum Islam).

a. Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli)


Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:

  1. Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
  2. Baligh, jual belinya anak kecil yang belum baligh tidak sah. Akan tetapi, jika anak itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik buruk), maka diperbolehkan melakukan jual beli terhadap barang-barang yang harganya murah seperti permen, kue, jajan, dan kerupuk.
  3. Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan (membelanjakan) hartanya karena kurang sempurna akalnya/terbelakang mental, tidak sah jual belinya. Harta milik orang tersebut diurus oleh walinya yang baligh dan berakal sehat serta jujur. (lihat QS. An Nisa: 5)

b. Sighat atau Ucapan Ijab dan Kabul


Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).

c. Barang yang diperjualbelikan


Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan syara'. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:

  1. Barang yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang halal. 
  2. Barang itu ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya. 
  3. Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain, misalnya di gudang, dan penjual bersedia mengambilnya bila transaksi jual beli berlangsung. 
  4. Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Tidak sah jual beli kecuali pada suatu yang dimiliki" (HR. Abu Daud dan At Tirmizi). 
  5. Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya, kadarnya, maupun sifat-sifatnya. Sesuatu yang belum diketahui zat, bentuk, dan kadarnya dianggap tidak sah. Misalnya memperjualbelikan buah-buahan yang putiknya saja belum tampak di pohon (sistem ijon). Rasulullah SAW bersabda: "Nabi SAW melarang menjual buah-buahan sehingga nyata keadaan patutnya" (HR. Al Bukhari dan Muslim). 

d. Nilai Tukar Barang yang dijual 


Pada masa Rasulullah SAW, harga barang itu dibayar dengan mata uang yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang terbuat dari perak (dirham). Sedangkan pada zaman modern sekarang ini berupa uang kertas atau koin. 

Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:

  1. Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya. 
  2. Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek atau kartu kredit. Jika harga barang dibayar dengan cara utang atau kredit, waktu pembayaran harus jelas. 
  3. Apabila jual beli dilakukan secara barter atau al muqayyadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang), maka nilai tukarnya tidak boleh dengan barang haram misalnya dengan babi atau khamar. 

Khiyar


Khiyar adalah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkan karena sesuatu hal, misalnya ada cacat pada barang. Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak terjadi penyesalan bagi penjual maupun pembeli, antara lain disebabkan merasa tertipu.

Bila terjadi penyesalan dalam jual beli, baik kepada penjual atau pembeli, maka hukumnya sunnah untuk membatalkan jual beli dengan cara pembeli menyerahkan barang yang dibelinya kepada penjual dengan ikhlas. Sedangkan penjual menyerahkan uang (nilai tukar barang yang dibeli) kepada pembeli dengan ikhlas pula. Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang rela mencabut jual beli terhadap saudaranya, maka Allah pun akan mencabut kerugiannya di hari Kiamat". (HR. Thabrani). 

Jual beli 2

Secara umum, khiyar dikategorikan ke dalam tiga macam, yaitu:

  1. Khiyar majlis, yaitu hak untuk memilih bagi pihak-pihak yang melakukan transaksi jual-beli antara melanjutkan atau membatalkan transaksi selama masih berada dalam majlis akad (seperti di toko, kios, pasar dan sebagainya). Atau bisa dikatakan bahwa khiyar majlis adalah kebebasan untuk memilih bagi pihak penjual dan pembeli untuk melangsungkan jual beli atau membatalkannya selama masih berada di tempat jual beli. Artinya, jika kedua belah pihak telah terpisah dari majlis, maka hilanglah hak khiyar sehingga perubahan dalam jual beli itu tidak bisa dilakukan lagi.
  2. Khiyar syarat, yaitu hak untuk memilih yang dijadikan syarat pada waktu akad jual beli, artinya pembeli atau penjual memilih antara meneruskan atau membatalkan transaksi sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.  Setelah hari yang ditentukan itu tiba, maka jual beli itu harus dipastikan apakah dilanjutkan atau tidak.
  3. Khiyar 'aib, yaitu hak untuk memilih antara meneruskan atau membatalkan akad jual beli jika ditemukan kecacatan (aib) pada barang yang diperjualbelikan, sedang pembeli tidak mengetahui adanya kecacatan tersebut pada saat akad berlangsung. Atau dengan kata lain, jika seseorang membeli barang yang mengandung kecacatan dan ia tidak mengetahuinya hingga si penjual dan si pembeli berpisah, maka pihak pembeli berhak mengembalikan barang dagangan tersebut kepada penjualnya, dengan meminta ganti barang yang baik atau meminta kembali uangnya, atau sesuai dengan perbandingan kerusakan dan harganya. Namun perlu diingat bahwa kecacatan tersebut murni dari pihak penjual (cacat bawaan) dan bukan karena kelalaian atau kesalahan pembeli seperti akibat terjatuh dan lainnya.

Macam-Macam Jual Beli


Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang. 

1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang, yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya (lihat penjelasan di atas). 

2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil), yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam). 

Contoh jual beli jenis ini seperti:

  • Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi. 
  • Jual beli air mani hewan ternak. Sahabat Ibnu Umar menjelaskan: "Rasulullah SAW telah melarang menjual mani hewan" (HR. Bukhari). 
  • Jual beli anak hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir). Hadits dari Ibnu Umar menyebutkan: "Rasulullah SAW telah melarang menjual anak (hewan) yang masih berada dalam perut induknya" (HR. Bukhari dan Muslim). 
  • Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan, misalnya mengurangi timbangan (takaran) dan memalsukan kualitas barang yang dijual. 

3. Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid). Ada beberapa contoh jual beli yang hukumnya sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab tertentu misalnya:

  • Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain. 
  • Mempersulit peredaran barang. 
  • Merugikan kepentingan umum. 

Jual beli 3

Contoh jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid):

  1. Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke kota, dan membeli barang-barang mereka dengan harga yang sangat murah, kemudian menjualnya di kota dengan harga yang tinggi. Jual beli seperti ini dilarang karena akan merugikan para pedagang dari desa, dan juga menyebabkan naiknya harga pasar. Rasulullah SAW bersabda yang artinya "Janganlah kamu mencegat orang-orang yang berkendaraan (membawa dagangannya) sebelum mereka tiba di pasar dan mengetahui harga pasar". (HR. Bukhari dan Muslim).
  2. Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang vital atau kebutuhan pokok. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak akan menimbun barang kecuali orang yang salah atau durhaka" (HR. Muslim). 
  3. Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat maksiat. Allah SWT berfirman: "... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan..." (QS. Al-Ma'idah: 2). 
  4. Menawar suatu barang dengan maksud hanya untuk mempengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah teman si penjual. Jual beli seperti ini disebut najsyi. Hadits dari Ibnu Umar menyebutkan: "Rasulullah SAW melarang jual beli dengan cara najsyi" (HR. Bukhari dan Muslim). 
  5. Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan melampaui harga pasaran. Rasulullah SAW melarang jual beli seperti ini, karena akan merugikan kepentingan umum. 

Itulah beberapa ketentuan mendasar dalam jual beli menurut Islam. Pada dasarnya, kajian fiqih Islam selalu dapat berkembang menyesuaikan zaman dan kemaslahatan manusia, sehingga beberapa ketentuan dalam transaksi jual beli menurut Islam pun dapat mengalami perkembangan seiring zaman serba modern seperti sekarang ini. Demikian. Wallahu A'lam.

Labels: Kajian Islam

Thanks for reading Beberapa Ketentuan Jual Beli dalam Islam. Please share...!