Bagi anda yang suka dengan pelajaran sejarah, terutama sejarah peradaban di Nusantara, pastinya tidak asing dengan yang namanya prasasti. Dikutip dari Ensiklopedi Nasional Indonesia, pengertian prasasti adalah artefak yang berupa huruf-huruf, kata-kata, atau tanda-tanda konvensional yang dipahat atau ditulis pada bahan yang mudah musnah seperti batu, tanah liat (baik dibakar maupun dijemur), logam (baik itu emas, perak, perunggu) serta tanduk binatang.
Sedangkan dalam pengertian modern, prasasti juga bisa berarti batu pertama atau tanda peringatan.
Sedangkan dalam pengertian modern, prasasti juga bisa berarti batu pertama atau tanda peringatan.
Prasasti Ciaruteun (Tarumanegara) via cagarbudaya.kemdikbud.go.id |
Pada dasarnya, pada masa lalu prasasti dibuat untuk menyampaikan informasi, mencatat peristiwa yang dianggap penting, atau sekadar keindahan. Kebiasaan menulis prasasti ini timbul setelah nenek moyang kita mempelajari aksara dari kebudayaan India.
Prasasti atau peninggalan tertulis berupa pahatan ini merupakan salah satu sumber sejarah yang penting untuk penulisan sejarah kuno. Tercatat ada sekitar 3000 prasasti telah ditemukan yang berasal dari zaman Indonesia (Nusantara) klasik.
Prasasti atau peninggalan tertulis berupa pahatan ini merupakan salah satu sumber sejarah yang penting untuk penulisan sejarah kuno. Tercatat ada sekitar 3000 prasasti telah ditemukan yang berasal dari zaman Indonesia (Nusantara) klasik.
Pada masa lalu, prasasti biasanya merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tinggi kerajaan. Pada umumnya, prasasti-prasasti tersebut mempunyai bentuk dan susunan yang hampir sama, yaitu diawali dengan uraian mengenai pembebasan tanah disertai dengan angka tahun, batas serta ukuran tanah yang dibebaskan, daftar orang-orang yang diserahi melaksanakan tugas, hadiah-hadiah yang disediakan untuk keselamatan, upacara-upacara yang dilakukan dan akhirnya juga mengenai kutukan-kutukan terhadap mereka yang tidak menaati aturan yang telah ditetapkan oleh raja.
Pada umumnya, prasasti berisi tentang hal-hal sebagai berikut:
- Penghormatan kepada Dewa. Dalam agama Hindu biasanya diawali dengan Ong Civaya, sedangkan dalam agama Budha diawali dengan kata Ong nama Budhaya.
- Angka tahun dan penanggalan yang biasanya diawali dengan kata-kata: "Swasti Cri Cakrawarsitta" yang artinya "Selamat tahun yang sudah berjalan".
- Menyebut nama Raja yang biasanya diawali dengan kata-kata: "Tatkala Cri Maharaja Rakai Dyah... ".
- Perintah kepada pegawai tinggi yang biasanya melalui Rakyan Mahapatih dengan istilah: "Umingsor ring rakyan Mahapatih..." sehingga Raja tidak memberikan perintah langsung.
- Penetapan daerah sima (bebas pajak) yang merupakan hadiah dari Raja kepada orang yang berjasa kepada Raja atau kepada orang banyak.
- Sambhada (sebab musabab mengapa suatu daerah dijadikan daerah sima).
- Para saksi.
- Desa perbatasan sima yang disebut "wanua tpisring".
- Hadiah yang diberikan dari daerah yang dijadikan daerah sima kepada Raja, pendeta, dan para saksi.
- Jalannya upacara.
- Tontonan yang diadakan.
- Kutukan atau sumpah serapah kepada orang-orang yang melanggar peraturan daerah sima.
Prasasti Telaga Batu (Sriwijaya) via dictio.id |
Dalam rentang sejarah, prasasti-prasasti di Nusantara pada abad ke 4 sampai abad ke 8 ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Tulisan Pallawa ini mirip dengan tulisan yang digunakan di India Selatan, Srilangka, dan Asia Tenggara Daratan.
Prasasti-prasasti tersebut biasa ditulis dalam bentuk syair dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan dari India. Hal ini misalnya dapat dilihat dari prasasti-prasasti Yupa yang dikeluarkan oleh Raja Mulawarman dari Kutai, dimana isinya menunjukkan proses penghinduan di daerah Kutai.
Prasasti-prasasti tersebut biasa ditulis dalam bentuk syair dengan menggunakan kaidah-kaidah penulisan dari India. Hal ini misalnya dapat dilihat dari prasasti-prasasti Yupa yang dikeluarkan oleh Raja Mulawarman dari Kutai, dimana isinya menunjukkan proses penghinduan di daerah Kutai.
Selain untuk penulisan prasasti, penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta untuk proses penghinduan juga disematkan pada nama-nama Raja pada masa itu. Misalnya nama keturunan Raja Kundungga (nama penduduk asli setempat) yang menjadi Mulawarman (nama Sanskerta). Begitu pula nama Sanskerta pada Purnawarman (Raja Tarumanegara), Sanjaya (Raja Medang/Mataram Kuno), atau Gajayana (Raja Kanjuruhan).
Dalam perkembangannya, penggunaan huruf Pallawa pada beberapa prasasti kemudian berubah menjadi huruf Kawi (Jawa Kuno). Bentuk huruf atau simbol-simbol yang digunakan dalam huruf Kawi merupakan bentuk tulisan khas Jawa. Sejak Prasasti Dinoyo (prasasti pertama berhuruf Jawa Kuno yang dipadu dengan bahasa Sanskerta) dari tahun 682 Saka (760 M) ditemukan di Malang, huruf Kawi diketahui telah menjadi huruf yang dipakai di Nusantara pada masa itu.
Menjelang abad ke 8, maka bahasanya bukan lagi bahasa Sanskerta yang menjadi bahasa resmi, melainkan bahasa Kawi (Jawa Kuno). Bahasa dan huruf Kawi selanjutnya pun menjadi bahasa dan tulisan resmi di Nusantara klasik. Namun ada pengecualian misalnya pada prasasti-prasasti raja-raja Syailendra di Jawa Tengah yang menggunakan huruf Dewanagari dan bahasa Sanskerta. Akan tetapi, peranannya untuk masa-masa berikutnya tidak banyak.
Berdasarkan bahasa dan tulisan yang dipergunakan, prasasti-prasasti di Nusantara dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Prasasti Berbahasa Sanskerta
Prasasti yang menggunakan bahasa Sanskerta pada umumnya digunakan oleh kerajaan-kerajaan dari abad ke 5 sampai dengan abad ke 9.
- Huruf Pallawa, misalnya: prasasti Yupa dari kerajaan Kutai, prasasti-prasasti dari kerajaan Tarumanegara seperti prasasti Ciaruteun, prasasti Kebun Kopi, prasasti Jambu. Serta prasasti Mataram Hindu pada masa awal perkembangannya seperti prasasti Tuk Mas dan prasasti Canggal.
- Huruf Pra-Nagari atau huruf Siddham (yang banyak dipakai di India Utara dan Srilangka dari abad 11 sampai 12), misalnya prasasti Kalasan, prasasti Kelurak, Ratu Boko, dan prasasti Plaosan Lor.
- Huruf Jawa Kuno (Kawi), misalnya prasasti Dinoyo, prasasti Plumpungan (prasasti hamparan).
b. Prasasti berbahasa Jawa Kuno
- Huruf Jawa Kuno, dipakai pada abad ke 10, misalnya prasasti Kedu atau prasasti Mantyasih (907 M) peninggalan Mataram Kuno, prasasti Randusari I dan II dari masa pemerintahan Balitung, dan prasasti Trowulan I, II, III, IV, yang berasal dari kerajaan Majapahit.
- Huruf Pra-Nagari (Siddham), misalnya prasasti Sanur, tulisan pada sandaran arca-arca di Candi Singasari dan Candi Jago.
c. Prasasti Berbahasa Melayu Kuno
Prasasti yang menggunakan bahasa Melayu Kuno adalah prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, baik di Sumatera maupun di Semenanjung Malaka. Isinya terutama berupa sumpah-sumpah dan kutukan-kutukan yang dibuat agar rakyat tunduk pada kekuasaan raja. Misalnya prasasti Kedukan Bukit, prasasti Talang Tuo, prasasti Telaga Batu, dan prasasti Ligor.
d. Prasasti berbahasa Bali Kuno
Prasasti yang menggunakan bahasa Bali Kuno merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan di Bali. Prasasti tersebut pada umumnya berisi Raja Casana atau peraturan dari Raja. Huruf yang digunakan adalah huruf Pallawa, Jawa Kuno, dan Pranagari. Misalnya prasasti Julah, prasasti Ugrasena, dan prasasti Tugu Sanur.
Labels:
Info & Sains,
Sejarah
Thanks for reading Sekilas Tentang Prasasti dan Penulisannya dalam Sejarah Nusantara. Please share...!
0 Komentar untuk "Sekilas Tentang Prasasti dan Penulisannya dalam Sejarah Nusantara"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.