Wonogiri merupakan salah satu nama Kabupaten di Jawa Tengah. Terletak di bagian tenggara Provinsi Jawa Tengah, wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah utaranya, dengan Gunung Kidul (Prov. Yogyakarta) di bagian baratnya, dengan Kabupaten Ponorogo, Magetan dan Pacitan (Prov. Jawa Timur) di bagian timurnya, dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di bagian selatannya. Semboyan dari Kabupaten Wonogiri adalah Wonogiri SUKSES (Stabilitas, Undang-undang, Koordinasi, Sasaran, Evaluasi, dan Semangat Juang).
via solopos.com |
Asal Usul Nama Wonogiri
Menurut asal katanya, kata Wonogiri berasal dari bahasa Jawa "wana" yang berarti hutan dan "giri" yang berarti gunung atau pegunungan. Dilihat dari maksud kata tersebut, maka nama ini memang tepat untuk menggambarkan kondisi wilayah Kabupaten Wonogiri yang sebagian besar berupa sawah, hutan dan gunung. Meski begitu, penamaan Wonogiri untuk wilayah ini tentunya tidak muncul begitu saja tanpa ada kisah yang melatarbelakanginya.
Menurut kisah legenda, sebutan Wonogiri berasal dari kisah salah seorang anggota Walisongo (Wali Penyebar agama Islam di tanah Jawa) yang bernama Sunan Giri. Konon suatu ketika bersama dengan anggota Walisongo lainnya, Sunan Giri mendapat perintah dari Sultan Demak, Raden Patah untuk mencari pohon jati besar dan tua sebagai bahan tiang penyangga Masjid Agung Demak yang hendak didirikan sebagai pusat penyebaran agama Islam.
Masing-masing para Wali pun segera berangkat untuk mencari kayu yang dimaksud, tidak terkecuali dengan Sunan Giri. Beliau memutuskan pergi ke wilayah jawa bagian selatan untuk mencari kayu jati yang sesuai sebagai bahan tiang masjid tersebut. Setelah sekian lama mencari, tibalah Sunan Giri di sebuah hutan lebat dengan perbukitan yang luas. Di Hutan tersebut, Sunan Giri banyak melihat pohon jati berukuran besar sehingga beliau pun memutuskan untuk berhenti dan mencari pohon yang dicarinya di sana.
Setelah mengamati satu persatu pohon, akhirnya Sunan Giri menemukan satu pohon jati besar dan tua yang sesuai untuk dijadikan sebagai tiang Masjid Agung Demak. Beliau pun tersenyum dan berucap syukur atas keberhasilan usahanya menemukan pohon ini. Namun seketika beliau juga galau karena beliau harus mencari tahu siapa pemilik hutan lebat ini untuk dimintai izinnya agar dapat membawa pulang pohon jati tersebut. Setelah berjalan mengelilingi hutan mengikuti jalan setapak, beliau pun akhirnya bertemu dengan Ki Donosari, pemilik hutan jati tersebut.
Setelah memperkenalkan diri, Sunan Giri segera mengutarakan maksud dan tujuannya menemui Ki Donosari, yakni untuk meminta izin mengambil salah satu pohon jati miliknya sebagai bahan untuk tiang Masjid Agung Demak. Mendengar permintaan Sunan Giri, Ki Donosari pun dengan senang hati mempersilahkan Sunan Giri untuk mengambil pohon jati yang dibutuhkan. Sunan Giri juga berterima kasih kepada Ki Donosari atas kemurahan hatinya untuk membantu kesultanan Demak Bintoro.
Setelah mendapat izin, pohon jati besar, lurus dan berumur tua itu pun segera ditebang oleh Sunan Giri. Konon pangkal pohon jati yang diberi nama Jati Cempurung ini masih ada bekasnya sampai sekarang dan dijadikan sebagai petilasan di Hutan Jati Donoloyo. Sebelum dibawa pulang ke Demak, Sunan Giri berpamitan kepada Ki Donosari sembari berkata, "Sebelum meninggalkan wilayah ini, sebagai tanda pengingat, saya namakan wilayah ini Wonogiri. Wana berarti hutan, Giri berarti Gunung". Itulah cerita rakyat tentang asal usul dari nama Wonogiri.
Sejarah Cikal Bakal dan Hari Jadi Kabupaten Wonogiri
Keberadaan Wonogiri sebagai sebuah wilayah pemerintahan tidak bisa dilepaskan dari peran seorang tokoh bernama Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa, sang pendiri Wonogiri. Adanya pemerintahan di Kabupaten Wonogiri pada mulanya berasal dari suatu daerah yang menjadi basis perjuangan Raden Mas Said dalam menentang ketidakadilan keraton dan penjajahan Belanda.
Raden Mas Said adalah salah seorang pangeran dari Kerajaan Mataram (Kartasura), putra dari Kanjeng Pangeran Aryo Mangkunegoro. Raden Mas Said lahir di Kartasura pada Minggu Legi, tanggal 4 Ruwah 1650 tahun Jimakir, Windu Adi Wuku Wariagung, atau bertepatan dengan tanggal 8 April 1725. Meski memiliki darah seorang bangsawan, Raden Mas Said lebih banyak menghabiskan masa kecilnya bersama dengan anak-anak para abdi dalem sehingga ia mengerti betul bagaimana kehidupan kawula alit.
Suatu ketika, terjadi peristiwa yang membuat Raden Mas Said resah karena ketidakadilan Raja (Paku Buwono II) yang menempatkan ia hanya sebagai Gandhek Anom (Manteri Anom) atau sejajar dengan Abdi Dalem Manteri. Padahal sesuai dengan derajat dan kedudukannya, Raden Mas Said seharusnya menjadi Pangeran Sentana. Selain itu, ia juga tidak menyukai sikap Sang Raja yang selalu tunduk kepada aturan Belanda. Melihat ketidakadilan tersebut, Raden Mas Said pun akhirnya memutuskan keluar dari keraton untuk mengadakan perlawanan terhadap Raja.
Bersama dengan para pengikut setianya, Raden Mas Said menuju suatu daerah yakni Dusun Nglaroh, suatu wilayah di Kecamatan Selogiri. Di tempat ini, ia dan para pengikutnya menggelar pertemuan-pertemuan untuk menghimpun kembali kekuatan dan menyusun strategi untuk melawan penjajahan dan ketidakadilan. Di tempat ini, ia juga kemudian mendirikan sebuah pemerintahan sederhana sebagai basis perjuangannya. Ia mengangkat RM. Sutowijoyo sebagai senopati dan Ki Wirodiwongso sebagai patihnya.
Dalam menyusun strategi, Raden Mas Said menggunakan sebuah batu yang dikemudian hari dikenal sebagai Watu Gilang, tempat awal mula perjuangan Raden Mas Said dalam melawan ketidakadilan dan segala bentuk penjajahan. Raden Mas Said juga membentuk pasukan inti yang kemudian berkembang menjadi perwira-perwira perang yang mumpuni dengan sebutan Punggowo Baku Kawandoso Joyo.
Dalam berjuang, Raden Mas Said mengeluarkan ikrar sehidup semati yang terkenal dengan sumpah "Kawulo Gusti" atau "Pamoring Kawulo Gusti". Ikrar tersebut berbunyi "Tiji tibeh, Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh". Ini adalah konsep kebersamaan antara pimpinan dan rakyat yang dipimpin maupun sesama rakyat. Tidak kurang 250 kali pertempuran ia lalui dengan tidak menderita kekalahan yang berarti. Tidak heran jika Raden Mas Said di kemudian hari mendapat julukan "Pangeran Sambernyawa" karena dianggap sebagai penebar maut (Penyambar Nyawa) bagi musuh-musuhnya dalam setiap pertempuran.
Atas bujukan Sunan Paku Buwono III, Raden Mas Said akhirnya bersedia diajak ke meja perundingan guna mengakhiri pertempuran. Dalam perundingan yang melibatkan Sunan Paku Buwono III, Sultan Hamengkubuwono I dan pihak Kompeni Belanda, disepakati bahwa Raden Mas Said mendapat daerah kekuasaan dan diangkat sebagai Adipati Miji atau mandiri bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro I.
Kedudukannya sebagai Adipati Miji sejajar dengan kedudukan Sunan Paku Buwono III dan Sultan Hamengkubuwono I dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah Keduwang (daerah Wonogiri bagian timur), Honggobayan (daerah timur laut Kota Wonogiri sampai perbatasan Jatipurno dan Jumapolo Kabupaten Karanganyar), Sembuyan (daerah sekitar Wuryantoro dan Baturetno), Matesih, dan Gunung Kidul. Setelah memerintah selama kurang lebih 40 tahun, Raden Mas Said wafat pada tanggal 28 Desember 1795.
Adapun mengenai hari jadi kabupaten Wonogiri, ketentuan yang digunakan adalah berdasar pada peristiwa saat Raden Mas Said membentuk awal pemerintahannya di Nglaroh, sebagai cikal bakal keberadaan Kabupaten Wonogiri. Peristiwa tersebut diyakini terjadi pada hari Rabu Kliwon Tanggal 3 Rabiul Awal Tahun 1666 dengan candra sengkala "Roso Retu Ngoyag Jagad" atau bertepatan dengan tanggal 19 Mei 1741 M dengan surya sengkala "Kahutaman Sumbering Giri Linuwih". Ketentuan ini juga kemudian dikuatkan melalui Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1990 tentang Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Wonogiri. (diolah dari berbagai sumber)
Labels:
Sejarah
Thanks for reading Asal Usul Nama dan Sejarah Kabupaten Wonogiri. Please share...!
0 Komentar untuk "Asal Usul Nama dan Sejarah Kabupaten Wonogiri"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.