Sebagai negara maritim, kerajaan Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat untuk menjamin keamanan di jalur-jalur pelayaran menuju Sriwijaya. Meski begitu, Sriwijaya juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Nusantara.
Sikap terbuka ini agaknya juga dipengaruhi oleh letak Sriwijaya yang strategis yaitu berada dalam lalu lintas perdagangan internasional antara India dan Cina. Tidak heran jika Sriwijaya juga banyak mengadopsi kebudayaan dari India seperti nama-nama, adat-istiadat, atau tradisi dalam agama Hindu-Budha.
Masyarakat Sriwijaya diperkirakan sangat majemuk. Mereka juga telah mengenal pembagian stratifikasi sosial meskipun tidak begitu tegas. Masyarakat Sriwijaya mengenal raja atau penguasa mereka dengan sebutan Dapunta Hyang atau Maharaja.
Selain Sang Raja, dalam Prasasti Kota Kapur juga disebutkan bahwa kedudukan para bangsawan terdiri dari para putera raja dan kerabat istana. Penyebutan istilah yuwaraja (putra mahkota), pratiyuwaraja (putra raja kedua), dan rajakumara (putra raja ketiga) menunjukkan akan hal itu.
Selain itu, disebutkan juga mengenai istilah-istilah yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan tertentu seperti jabatan nahkoda kapal yang disebut puhavam atau puhawan, bupati, dan senopati. Prasasti Kota Kapur juga menggambarkan adanya kelompok masyarakat yang memiliki profesi tertentu sebagai tenaga kerja seperti saudagar, tukang cuci, juru tulis, pembuat pisau, dan budak-belian yang dipekerjakan oleh raja.
Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya dapat dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi penting tentang kadatuan, vanua, samaryyada, mandala, dan bhumi. Kadatuan dapat bermakna kawasan datu, tempat tinggal bini haji, tempat disimpan mas dan hasil cukai (drawy) dan sebagai kawasan yang mesti dijaga.
Kadatuan ini dikelilingi oleh vanua, yang bisa berarti kotaraja Sriwijaya sehingga kadatuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya. Samaryyada adalah kawasan yang berbatasan dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus (samaryyada-patha) yang dapat bermaksud kawasan pedalaman. Sedangkan mandala merupakan suatu kawasan otonom dari bhumi yang berada dalam pengaruh kekuasaan kadatuan Sriwijaya.
Sementara dalam sektor ekonomi, perdagangan merupakan bidang andalan Sriwijaya. Keberadaan Sungai Musi di Palembang juga sangat membantu Sriwijaya dalam mengembangkan pertumbuhan ekonominya.
Terlebih setelah Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka, pertumbuhan ekonomi juga semakin berkembang pesat karena wilayah ini merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara. Bahkan untuk mengontrol aktivitas perdagangan di Selat Malaka, penguasa Sriwijaya juga membangun sebuah bandar di Ligor (Malaysia). Hal ini diketahui dari Prasasti Ligor yang bertahun 775 M.
Menurut Berita Cina dari I-Tsing, Sriwijaya juga berkembang menjadi pelabuhan transit bagi para pedagang baik dari dalam maupun luar negeri. Banyak kapal asing datang ke Sriwijaya untuk menambah perbekalan (nasi, daging, air minum), beristirahat, dan melakukan perdagangan. Para pelaut ini biasanya akan tinggal beberapa lama di Sriwijaya sambil menunggu datangnya angin yang akan membawa mereka berlayar menuju ke tempat tujuan.
Hasil bumi kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan. Sriwijaya menghasilkan beberapa kekayaan alam diantaranya cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus, gading, timah, emas, perak, kayu hitam kayu sapan, rempah-rempah, dan penyu.
Barang-barang tersebut menarik para pedagang asing untuk berlomba-lomba berdagang dengan Sriwijaya. Barang-barang tersebut biasanya dijual atau dibarter dengan kain katun, sutera, dan porselen melalui relasi dagangnya dengan Cina, India, Arab, dan Madagaskar.
Selain perdagangan, rakyat Sriwijaya kemungkinan juga mengandalkan sektor pertanian. Hal ini diketahui dari tulisan Abu Zaid Hasan, pelaut Persia yang mendapat keterangan dari seorang pedagang Arab bernama Sulaiman.
Abu Zaid menceritakan bahwa Zabaq (Sriwijaya) memiliki tanah subur dan wilayah kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan. Dengan tanah yang subur, Sriwijaya kemungkinan juga memiliki hasil pertanian yang cukup diminati para pedagang asing. Apalagi wilayah kekuasaan Sriwijaya demikian luasnya hingga mencapai ke pedalaman Sumatera dan Jawa.