Mawaris atau mawarits berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan warisan. Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang mawarits disebut dengan ilmu faraid. Ilmu faraid adalah ilmu pengetahuan yang menguraikan cara membagi harta peninggalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Terkait pentingnya ilmu faraid, Rasulullah SAW bersabda:
Rukun dan Syarat-Syarat Waris
- Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak mewarisinya.
- Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi.
- Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.
- Meninggalnya seorang pewaris baik secara hakiki maupun secara hukum.
- Adanya ahli waris yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia.
- Diketahui dengan jelas hubungan ahli waris dengan si mayit.
- Satu alasan yang menetapkan seseorang bisa mendapatkan warisan secara rinci (lewat sidang pengadilan).
Sebab-Sebab Ahli Waris Berhak Memperoleh Harta Warisan
- Kekeluargaan, misalnya: anak, cucu, ayah, ibu, dan saudara-saudara, berhak memperoleh harta warisan yang ditinggalkan pewaris karena adanya hubungan kekeluargaan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 7).
- Perkawinan, istri mendapat bagian dari harta warisan peninggalan suami atau sebaliknya. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).
- Wala', yaitu berhak mendapat bagian dari harta warisan karena memerdekakan hamba sahaya. Rasulullah SAW bersabda, "Hubungan orang yang memerdekakan dengan yang dimerdekakannya itu seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan" (HR. Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
- Hubungan seagama, yakni sama-sama Islam. Dalam hal ini, seseorang yang meninggal namun tidak memiliki ahli waris yang memiliki sebab-sebab di atas untuk bisa mewarisinya, maka harta tinggalannya tersebut diserahkan kepada baitul maal untuk dikelola demi kemaslahatan umat Islam.
Sebab-Sebab Ahli Waris Tidak Berhak Memperoleh Harta Warisan
- Budak belian (hamba), ahli waris yang kedudukannya sebagai budak belian tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya karena kalau mereka diberi bagian dari harta warisan, maka bagiannya itu akan menjadi milik tuannya.
- Membunuh, ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang dibunuhnya. Rasulullah SAW bersabda, "Yang membunuh tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarga yang dibunuhnya" (HR. An-Nasai).
- Murtad, ahli waris yang murtad (keluar dari Islam) tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya, seorang Muslim/ Muslimah tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarganya yang bukan Islam.
- Beda Agama, orang yang tidak beragama Islam (kafir) tidak berhak menerima harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian pula sebaliknya, orang Islam tidak berhak mewarisi harta pusaka peninggalan keluarganya yang tidak beragama Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang kafir, dan orang kafir tidak berhak pula mewarisi harta peninggalan orang Islam". (HR. Al-Jamaah).
Ahli Waris
1. Ahli Waris Laki-laki
- Anak laki-laki.
- Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan terus ke bawah asalkan pertaliannya masih terus laki-laki.
- Bapak.
- Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas.
- Saudara laki-laki sekandung.
- Saudara laki-laki sebapak.
- Saudara laki-laki seibu.
- Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung.
- Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak.
- Paman yang sekandung dengan bapak.
- Paman yang sebapak dengan bapak.
- Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak.
- Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak.
- Suami.
- Laki-laki yang memerdekakan si pewaris.
2. Ahli Waris Perempuan
- Anak perempuan.
- Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan pewaris masih terus laki-laki.
- Ibu.
- Nenek (ibu dari ibu) dan seterusnya ke atas.
- Nenek (ibu dari bapak) dan seterusnya ke atas.
- Saudara perempuan seibu sebapak.
- Saudara perempuan sebapak.
- Saudara perempuan seibu.
- Istri.
- Wanita yang memerdekakan pewaris.
Baca juga: Ringkasan Materi Fiqih Munakahat
a. Dzawil Furud
- Anak perempuan tunggal. (Lihat Surah An-Nisa, ayat 11).
- Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.
- Saudara perempuan tunggal yang seibu sebapak (Lihat QS. An-Nisa, ayat 176).
- Saudara perempuan tunggal yang sebapak.
- Suami, apabila pewaris (istrinya) tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).
- Suami, apabila istrinya yang meninggal mempunyai anak atau cucu. (Lihat Surah An-Nisa, ayat 12).
- Istri, seorang atau lebih, bila pewaris (suaminya) tidak meninggalkan anak atau cucu. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).
- Istri, seorang atau lebih, apabila pewaris (suami) meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).
- Dua orang anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 11).
- Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada.
- Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 176).
- Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.
- Ibu, apabila si pewaris (anaknya) tidak meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki), atau dua orang saudaranya (lebih) laki-laki maupun perempuan, sekandung/sebapak atau seibu saja. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 11).
- Dua orang saudara seibu atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).
- Bapak atau kakek, apabila ada anak/cucu.
- Ibu, apabila ada anak atau cucu atau ada dua orang saudara (lebih).
- Nenek, seorang atau lebih, bila tidak ada ibu.
- Seorang saudara seibu, baik laki-laki maupun wanita.
- Cucu perempuan, seorang atau (lebih), apabila ada seorang anak perempuan, tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat bagian apa-apa.
- Seorang saudara perempuan sebapak, atau lebih, apabila ada seorang saudara perempuan sekandung, tetapi apabila saudara sekandungnya lebih dari seorang, maka saudara-saudara perempuan sebapak menjadi terhalang (tidak dapat waris).
b. Ashabah
- Anak laki-laki.
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
- Bapak.
- Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas.
- Saudara laki-laki seibu sebapak.
- Saudara laki-laki sebapak.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak.
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
- Paman yang seibu sebapak dengan bapak.
- Paman yang sebapak dengan bapak.
- Anak laki-laki paman yang seibu sebapak dengan bapak.
- Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak.
- Anak laki-laki yang memerdekakan si pewaris ketika masih menjadi budak.
- Anak perempuan dengan sebab adanya anak laki-laki. Ketentuan bagian harta pusakanya untuk anak laki-laki sebanyak dua kali lipat bagian anak perempuan.
- Cucu perempuan dari anak laki-laki dengan sebab adanya cucu laki-laki dari anak laki-laki. Ketentuan bagian harta warisannya sama dengan anak perempuan dan anak laki-laki seperti tersebut di atas.
- Saudara perempuan seibu sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki seibu sebapak.
- Saudara perempuan sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki sebapak.
- Saudara perempuan sekandung, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
- Saudara perempuan sebapak, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
Hijab
- Cucu laki-laki tidak berhak memperoleh harta warisan, apabila ada anak laki-laki.
- Kakek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada bapak.
- Nenek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada ibu.
- Saudara seibu sebapak tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada anak laki-laki dan bapak.
- Saudara laki-laki/perempuan sebapak tidak berhak memperoleh harta warisan apabila ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung, dan saudara perempuan sekandung jika ber ashabah bersama-sama dengan anak perempuan (cucu perempuan).
Penghitungan Warisan
- Menentukan ahli waris laki-laki dan ahli waris wanita.
- Menentukan dzawil furud dan siapa-siapa yang termasuk ashabah.
- Menentukan ahli waris yang bagiannya berkurang karena terhalang oleh ahli waris hijab nuqshan.
- Menentukan ahli waris yang sama sekali tidak berhak memperoleh bagian warisan karena terhalang oleh ahli waris hijab hirman.
- Menentukan apakah ahli waris terdiri dari dzawil furud saja, ashabah saja, atau terdiri dari dzawil furud dan ashabah.
Hal Lain Yang Perlu Diketahui dalam Penghitungan Warisan
a. Al-Gharawain
b. Al-Aul
c. Radd
Thanks for reading Ringkasan Materi Fiqih Mawaris Lengkap. Please share...!