Kita yang pernah mengenyam bangku sekolahan pasti pernah diajarkan pelajaran sejarah mengenai jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Peristiwa yang banyak merenggut korban jiwa tersebut sangat berdampak pada melemahnya kekuatan Jepang sehingga akhirnya mereka menyerah kepada sekutu. Bagi bangsa Indonesia, peristiwa tersebut juga membuka jalan lebar bagi percepatan kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Pada tahun-tahun awal Perang Dunia II, para ahli menetapkan energi yang berasal dari 1 gram uranium jika "dibakar" dengan kondisi yang tepat akan setara dengan 10 juta kali energi yang keluar dari pembakaran batu bara dan udara dengan jumlah berat yang sama. Pada awal tahun 1940-an, ketika perang berkecamuk di daratan Eropa, para ahli fisika dari kedua pihak yang berperang diperintahkan meneliti uranium sebagaimana mereka meneliti kekuatan yang dilepaskan atom dalam pembentukan sebuah bom.
Proses Pembuatan Bom Atom
Rencana pembuatan bom atom sebagai senjata perang bermula ketika Vannever Bush menghadap kepada Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt dan Wakil Presiden Henry A. Wallace. Dalam pertemuan itu, Bush menguraikan penemuan-penemuan terakhir dan memberikan taksiran biaya sementara pembuatan suatu instalasi produksi yang diperlukan untuk menimbun uranium serta perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan senjata yang diharapkan. Atas paparan Bush itu, akhirnya FD. Roosevelt menyetujui rencana pembuatan bom atom.
Pada tanggal 7 Desember 1941, pangkalan Amerika di Pearl Harbour diserang Jepang. Untuk membalas serangan itu, FD. Roosevelt lalu mengerahkan beribu-ribu orang untuk membangun sebuah badan yang dikenal dengan nama The Manhattan Enginer District atau lebih dikenal dengan sebutan Proyek Manhattan. Namun sayangnya, pada tanggal 12 April 1945 Presiden FD. Roosevelt meninggal dunia akibat tekanan darah tinggi dan penyakit jantung yang dideritanya.
Penggantinya, Harry S. Truman (Presiden AS, 1945-1953) kemudian meneruskan Proyek Manhattan dengan melakukan manuver, yaitu menguji coba bom atom pertama di dunia. Proyek ini mencakup sebuah program besar untuk membuat bahan-bahan baku perakitan bom atom. Koordinator program tersebut adalah Jenderal Leslie Groves, seorang insinyur West Point berusia 46 tahun. Groves bertugas mengawasi pengoperasian fasilitas-fasilitas instalasi pembuatan bom atom. Pelaksanaan penyelidikan dan produksi bom atom dipusatkan di tiga tempat terpencil, yaitu di Oak Ridge (Tennessee), Hanford (Washington), dan Los Alomos (New Mexico). Di bawah pengawasan Julius Robert Oppenheimer, akhirnya bahan-bahan yang dihasilkan di Oak Ridge dan Hanford dirakit dan dibuat senjata nuklir.
Ketika instalasi-instalasi di Oak Ridge dan Hanford sedang memproduksi dalam jumlah sedikit bahan-bahan baku bom atom berupa U-235 dan plutonium (Pu-239), dua rancangan bom atom telah selesai dibuat di Los Alomos. Bom atom yang telah berhasil dibuat itu diberi nama "Thin Man" dan "Fat Man". Thin Man adalah ikon dari FD. Roosevelt yang memang kurus, sedangkan Fat Man adalah ikon Perdana Menteri Inggris Winston Churchill yang bertubuh gemuk. Dalam perkembangannya, laras senjata Thin Man terpaksa dipendekkan sehingga dalam bentuk akhirnya menyerupai Little Boy. Sejak itulah nama Thin Man berganti nama menjadi Little Boy.
Sukses merakit bom atom, Jenderal Leslie Groves melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu Operasi Silver dan Plate. Operasi ini mempunyai misi untuk mengujicobakan bom atom. Untuk keperluan misi itu dibangunlah instalasi Angkatan Udara Rahasia di Gurun Utah, yang dilengkapi dengan sebuah oasis terpencil dengan nama Lapangan Wendover. Tempat ini dikenal dengan nama sandi Kingman ditentukan atau W.47. Letak Wendover adalah 1.25 mil sebelah barat Salt Lake City.
Program ini melibatkan kurang lebih 1.500 orang yang terdiri dari kalangan ilmuwan dan militer yang kemudian membentuk kelompok gabungan ke-509 dengan komandannya Kolonel Paul Tibbets. Kelompok Gabungan ke-509 bertanggung jawab menjalankan misinya untuk membidikkan bom atom ke arah sasaran yang akan ditentukan.
Untuk melaksanakan uji coba bom atom dibentuklah Skuadron 393 oleh Paul Tibbets. Skuadron ini merupakan bagian dari Kelompok ke-509. Anggota skuadron tersebut antara lain Mayor Thomas Ferebee (anggota regu pembom), Dutch van Kirk (navigator pesawat terbang), dan Mayor Chuck Sweeney (pelatih pilot yang mengemudikan pesawat B-29 gaya baru).
Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi pergantian jabatan komandan Skuadron 393. Paul Tibbets digantikan nana oleh Mayor Chuck Sweeney. Chuck Sweeney sebelumnya adalah pelatih Regu ke-15, yaitu salah satu regu yang berada dalam Skuadron 393. Regu ini dibentuk pada musim gugur tahun 1944. Di tengah-tengah latihan intensif pada tanggal 16 Juli 1945, di bawah pengawasan Leslie Groves, Vannever Bush, dan James Conant, para ilmuwan berhasil melakukan ujicoba bom plutonium di Gurun Pasir New Mexico (Los Alamos). Uji coba atom tersebut semula diragukan akan berhasil, namun dalam kenyataannya justru menghasilkan daya ledak yang dahsyat.
Setelah berhasil dalam ujicoba, maka langkah selanjutnya adalah menggunakan bom atom untuk kepentingan perang. Melalui dokumen berjudul Down Fall, diketahui adanya rencana penyerbuan ke pulau-pulau utama Jepang. Tujuannya adalah memaksa Jepang menyerah tanpa syarat. Akhirnya, Presiden Harry S. Truman memperintahkan supaya bom atom dijatuhkan di dua kota, yaitu Hiroshima dan Kokuro, serta kota Nagasaki sebagai cadangan. Hiroshima dipilih sebagai kota pertama untuk kelinci percobaan bom atom berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
- Hiroshima adalah basis militer dan pusat logistik.
- Hiroshima merupakan pusat pengendalian perekonomian dan pemerintahan di distrik Chugoku.
- Letak geografis Hiroshima strategis sehingga ilmuwan Amerika dapat dengan mudah-mengukur daya kekuatan bom atom.
Jatuhnya Bom Atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki
|
Gambar via wikipedia |
Bom atom di Hiroshima dijatuhkan pada tanggal 6 Agustus 1945, pukul 08 15 waktu Asia (5 Agustus malam waktu Washington). Misi pemboman dipimpin oleh Kolonel Paul Tibbets dari skuadron Angkatan Udara USA. Jenis pesawat yang digunakan adalah B-29 No. 91. Misi tersebut menggunakan tiga pesawat. Pesawat pertama dengan pilot George Marquardt bertugas membawa kamera-kamera berkecepatan tinggi untuk mengabadikan peristiwa peledakan bom atom. Pesawat kedua yang diberi nama The Great Arteste dengan pilot Mayor Chuck Sweeney bertugas mendeteksi proses peledakan bom atom. Pesawat ketiga yang diberi nama Anola Gay dengan pilot Paul Tibbets bertugas menjatuhkan bom atom U-235 yang diberi nama Little Boy.
Dalam melaksanakan misinya, pilot Paul Tibbets dibantu oleh Kapten Robert Lewis (Bob Lewis) sebagai copilot. Sebagai pembidik dan pembomnya, Mayor Thomas Ferebee serta Kapten W. Persons sebagai penjaga Little Boy selama penerbangan dengan tujuan menghindari terjadinya ledakan setelah tinggal landas.
Bom atom di Nagasaki dijatuhkan pada tanggal 9 Agustus 1945. Sebenarnya, kota Nagasaki hanyalah kota cadangan sasaran bom atom. Kota kedua setelah Hiroshima yang menjadi sasaran sesungguhnya adalah kota Kokuro. Kota ini merupakan gudang persenjataan Jepang. Akibat banyak asap pabrik yang bercampur kabut di kota Kokuro, maka sasaran pemboman dialihkan ke kota Nagasaki. Misi pemboman dipimpin oleh Letkol Ashworth dan Mayor Chuck Sweeney dari skuadron 393. Jenis pesawat yang digunakan adalah B-29. Misi itu juga menggunakan tiga pesawat.
Pesawat pertama adalah Myron Faryna dengan pilot Mayor Jim Hopkins yang bertugas membawa kamera. Pesawat kedua ialah The Great Arteste dengan pilot Fred Bock yang bertugas membawa peralatan penelitan ilmiah. Pesawat ketiga adalah Bock's Car (No. 77) dengan Mayor Chuck Sweeney sebagai pilotnya yang bertugas membawa bom atom plutonium 239 yang diberi nama Fat Man.
Korban tewas akibat serangan bom atom itu sendiri bukan hanya disebabkan oleh dahsyatnya daya ledak. Namun, banyak korban tewas berbulan-bulan atau bertahun-tahun kemudian akibat radiasi yang ditimbulkan pasca ledakan bom atom tersebut. Diperkirakan jumlah korban tewas di Hiroshima mencapai 140.000 jiwa yang disebabkan ledakan atom. Adapun di Nagasaki diperkirakan 74.000 jiwa tewas akibat kedakan atom. Adapun jumlah korban tewas dari kedua kota akibat dampak ledakan sekitar 214.000 jiwa. Di kedua kota tersebut, rakyat sipil menjadi korban dari penggunaan bom atom yang pertama kali diuji coba Amerika Serikat pada masa Perang Dunia II.
Pasca diledakannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang akhirnya mengumumkan menyerah kepada sekutu. Kaisar Jepang Hirohito mengatakan bahwa musuh memiliki senjata mematikan untuk membunuh banyak korban tidak bersalah. Bila perang dilanjutkan, maka akan menyebabkan kehancuran di seluruh Jepang dan kemusnahan umat manusia. Oleh karenanya, dia memilih untuk kalah daripada warga Jepang dimusnahkan.
Penggunaan bom atom oleh Amerika tersebut memang banyak mengundang perdebatan. Di pihak Amerika Serikat, penggunaan bom atom dijadikan alasan untuk mengakhiri perang dengan cepat. Dengan demikian, langkah yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini dapat menyelamatkan banyak nyawa di kedua belah pihak dari aksi-aksi invasi yang dilakukan Jepang. Adapun di pihak Jepang, masyarakat umum cenderung memandang bahwa pemboman itu adalah suatu hal yang tidak perlu dilakukan hanya sebagai upaya untuk mendesak Jepang menyerah.