Dalam sejarah, tercatat bahwa Inggris juga pernah berkuasa di Indonesia pada tahun 1811 hingga 1816. Inggris berhasil memegang kendali pemerintahan dan kekuasaannya di Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian tersebut memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda setelah era Daendels) kepada Inggris.
Ketika Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Belanda. Penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens ternyata tidak mampu bertahan dan terpaksa menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Prancis itu ditandai dengan Kapitulasi Tuntang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811 oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssens dari pihak Belanda. Isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut.
- Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris.
- Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
- Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatannya terus.
- Semua utang pemerintah Belanda yang dahulu, bukan menjadi tanggung jawab Inggris.
Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang, Raja Muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India, mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Jawa dan bawahannya (Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan). Hal itu berarti bahwa gubernur jenderal tetap berpusat di Calcuta, India. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya Raffles berkuasa penuh di Indonesia.
Pemerintahan Raffles di Indonesia cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat Indonesia. Hal ini karena hal-hal berikut ini.
- Para raja dan rakyat Indonesia tidak menyukai pemerintahan Daendels yang sewenang-wenang dan kejam.
- Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa kali melakukan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di Indonesia, seperti Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji akan memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan tersebut.
- Sebagai seorang liberalis, Raffles memiliki kepribadian yang simpatik. Ia menjalankan politik murah hati dan sabar walaupun dalam praktiknya berlainan.
Kebijakan Pemerintahan Thomas S. Raffles
Dalam menjalankan pemerintahan di Indonesia, Raffles didampingi oleh suatu Badan Penasihat (Advisory Council) yang terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe. Tindakan-tindakan Raffles selama memerintah di Indonesia (1811-1816) adalah sebagai berikut.
Bidang Birokrasi Pemerintahan
a. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan, yang terdiri atas beberapa distrik. Setiap distrik terdapat beberapa divisi (kecamatan) yang merupakan kumpulan dari desa.
b. Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat.
c. Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya sebagai kepala pribumi secara turun-temurun. Mereka dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung di bawah kekuasaan pemerintah pusat.
Bidang Ekonomi dan Keuangan
a. Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedangkan pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
b. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) karena dianggap terlalu berat dan dapat mengurangi daya beli rakyat.
c. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent). Sistem ini didasarkan pada anggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah dan para petani dianggap sebagai penyewa (tenant) tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani diwajibkan membayar pajak atas pemakaian tanah pemerintah.
d. Pemungutan pajak pada mulanya secara perorangan. Namun, karena petugas tidak cukup akhirnya dipungut per desa. Pajak dibayarkan kepada kolektor yang dibantu kepala desa tanpa melalui bupati.
Bidang Hukum
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles bisa dikatakan lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Jika Daendels lebih berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Menurut Raffles, pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu, harus ada benteng yang sama bagi setiap warga negara.
Bidang Sosial
a. Penghapusan kerja rodi (kerja paksa).
b. Penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya, ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare, yang sedang kekurangan tenaga kerja.
c. Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Masa pemerintahan Raffles di Indonesia memberikan banyak peninggalan yang berguna bagi ilmu pengetahuan, antara lain berikut ini.
a. Ditulisnya buku berjudul History of Java. Dalam menulis buku tersebut, Raffles dibantu oleh juru bahasanya Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II.
b. Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk mengadakan penelitian yang menghasilkan buku berjudul History of the East Indian Archipelago, diterbitkan dalam tiga jilid di Edinburg pada tahun 1820.
c. Raffles juga aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
d. Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi.
e. Dirintisnya Kebun Raya Bogor. Thomas Stamford Raffles berjasa besar dalam merintis dibangunnya Kebun Raya Bogor pada sekitar tahun 1811.
Selama lima tahun Raffles berkuasa di Indonesia, terjadi beberapa kali persengketaan dengan pribumi. Hal ini terjadi di Palembang (1811), Yogyakarta (1812), Banten (1813), dan Surakarta (1815),
Berakhirnya Kekuasaan Thomas S. Raffles
Berakhirnya pemerintahan Raffles di Indonesia ditandai dengan adanya Convention of London pada tahun 1814. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh wakil-wakil Belanda dan Inggris yang isinya sebagai berikut.
- Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
- Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap ditangan Inggris.
- Cochin (di Pantai Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
Raffles yang sudah terlanjur tertarik kepada Indonesia sangat menyesalkan lahirnya Convention of London. Akan tetapi, Raffles cukup senang karena bukan ia yang harus menyerahkan kekuasaan kepada Belanda, melainkan penggantinya yaitu John Fendall, yang berkuasa hanya lima hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu yang meliputi wilayah Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa penjajahan Belanda, maka masa pemerintahan Inggris itu juga biasa disebut sebagai masa interregnum (masa sisipan).