Sejarah Singkat Kedatangan Bangsa Eropa dan Terbentuknya Kekuasaan Kolonial di Indonesia

Tidak dapat dipungkiri bahwa sekian lama negeri ini pernah berada di bawah kekuasaan bangsa asing selama ratusan tahun lamanya. Bangsa Eropa seperti Spanyol, Portugis, Prancis, Inggris dan Belanda pernah menginjakkan kakinya di negeri ini untuk mencapai 3 tujuan utama mereka yakni Gold, Glory, dan Gospel. Agar meraih keuntungan besar, mereka juga melakukan usaha monopoli di bidang perdagangan dengan cara merebut dan menguasai pusat-pusat perdagangan di tanah negeri ini. 

Bangsa Eropa di Indonesia
pic via fyraruswandi.wordpress.com

1. Kedatangan Bangsa Eropa di Indonesia


Pada tahun 1511, bangsa Portugis telah berhasil menguasai Malaka, dan pada tahun 1512 Portugis berlayar ke wilayah Indonesia Timur dan berhasil mendarat di Ternate, Maluku. Kedatangan Portugis di kepulauan rempah-rempah ini kemudian disusul oleh kedatangan Spanyol yang berhasil menjalin hubungan dengan kerajaan Tidore. Secara kebetulan pada saat itu antara Ternate dan Tidore sedang bermusuhan. Akibatnya, permusuhan itu merambat pada masing-masing sekutunya. 

Pertikaian Spanyol dan Portugis diakhiri dengan perjanjian damai yang disebut perjanjian Saragosa pada 22 April 1529. Inti dari perjanjian Saragosa antara lain sebagai berikut:
  • Bumi ini dibagi atas pengaruh dua bangsa, yaitu bangsa Spanyol dan Purtugis. 
  • Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Meksiko ke arah Barat sampai ke Filipina, sedangkan kekuasaan Portugis membentang dari Brasilia ke arah Timur sampai ke kepulauan Maluku. 
Pada akhir abad ke 17, giliran orang-orang Inggris dan Belanda datang ke Indonesia. Kedatangan Inggris pertama kali dilakukan oleh Francis Drake dan Thomas Cavendish pada tahun 1579 dan berlanjut pada tahun 1586. Tujuan mereka adalah untuk membawa rempah-rempah dari Ternate menuju ke Inggris melalui samudra Hindia. Melihat potensi yang ada, Ratu Elizabeth kemudian berniat untuk mengembangkan sayap perdagangannya ke daerah Asia untuk menyaingi perdagangan Spanyol, menggalakkan ekspor wol dan mencari rempah-rempah.

Ratu Elizabeth memberikan sebuah hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus segala hubungan perdagangan dengan Asia. EIC pun kemudian mengirimkan armadanya untuk menuju Indonesia. Menurut catatan sejarah, sejak pertama kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC telah mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di Ambon, Aceh, Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar. Meskipun demikian, armada Inggris ternyata tidak mampu menyaingi armada dagang barat lainnya di Indonesia, sehingga mereka pun akhirnya memilih untuk lebih memusatkan aktivitas perdagangannya di wilayah India. 

2. Terbentuknya Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia


Pada tahun 1596, bangsa Belanda mendarat di Banten di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Bangsa Belanda karena sikapnya yang semena-mena dan angkuh kemudian terusir dari Banten. Belanda kemudian mengalihkan tujuan perdagangannya ke Maluku. Di Maluku inilah Belanda memperoleh keuntungan besar dalam melakukan perdagangan. 

Untuk menghindari persaingan dagang sesama orang Belanda dan menghadapi kelompok pedagang Eropa lainnya, para pedagang Belanda membentuk persekutuan dagang yang disebut VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) pada tanggal 20 Maret 1602. Untuk menjalankan misi dagangnya, VOC diberi hak istimewa (Hak Oktroi) oleh pemerintah Kerajaan Belanda dalam menerapkan beberapa kebijakannya. 

Setelah berkuasa selama kurang lebih dua abad lamanya, VOC mengalami kebangkrutan. Hal itu disebabkan oleh biaya perang yang membengkak untuk memadamkan perlawanan daerah jajahan dan korupsi yang dilakukan para pegawainya. VOC kemudian dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Kebetulan saat itu Belanda juga kalah perang dari Prancis, sehingga wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda pun menjadi milik Prancis.

Pemerintah Perancis melalui Napoleon kemudian mengirim Daendels menuju pulau Jawa dengan tugas utama membenahi, memperkuat dan mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.

A. Masa Pemerintahan Herman William Daendels (1800 - 1811)


Untuk melaksanakan tugasnya, Daendels mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Membentuk pasukan yang beranggotakan orang-orang Indonesia. 
  2. Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya. 
  3. Membangun pangkalan Angkatan Laut di Merak dan Ujung Kulon. 
  4. Mendirikan benteng-benteng pertahanan. 
  5. Membuat jalan dari Anyer sampai Panarukan. 
Sementara itu, untuk memperoleh pemasukan untuk mengisi kas negara, Daendels mengambil tindakan antara lain sebagai berikut:
  • Tanah-tanah yang dianggap sebagai milik negara dijual kepada swasta, seperti orang Belanda dan Tionghoa. 
  • Peraturan penyerahan sebagian hasil bumi sebagai pajak (contingenten) dan peraturan penjualan hasil bumi secara paksa oleh pemerintah (verplichte leverentie) tetap berjalan. 
  • Pelaksanaan kerja paksa tanpa upah (rodi).
  • Perluasan penanaman tanaman wajib kopi.
Daendels juga berusaha melakukan pengaturan sistem pemerintahan sebagai berikut:
  • Memperbaiki gaji pegawai, memberantas korupsi, dan memberikan hukuman bagi para pengawas yang melanggar.
  • Wilayah Jawa dibagi menjadi sembilan karesidenan.
  • Para bupati seluruh Jawa dijadikan pegawai pemerintah.
  • Mendirikan badan-badan peradilan yang akan mengadili orang-orang Indonesia sesuai dengan adat istiadatnya.
Pada masa Daendels dibuatlah jalan raya dari Anyer sampai Panarukan yang menyebabkan ribuan nyawa penduduk Jawa meninggal. Oleh karena kekejamannya, Daendels kemudian ditarik kembali ke negerinya dan digantikan oleh Yansens.

B. Masa Pemerintahan Thomas Stamford Raffles (Inggris) 


Gubernur Jenderal Yansens ternyata tidak mampu mempertahankan pemerintahannya dari serangan Inggris. Yansens kemudian menyerah kepada Inggris dan menandatangani perjanjian damai di Tuntang (Salatiga, Jawa Tengah). 

Pada tanggal 11 September 1811, Thomas Stamford Raffles diangkat oleh Inggris sebagai gubernur di wilayah Hindia Belanda (1811 - 1816). Beberapa kebijakan yang diambil Thomas Stamford Raffles antara lain sebagai berikut:
  1. Penghapusan segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Segala perdagangan budak dilarang.
  2. Penguasa pribumi hanya sebagai pemerintah kolonial. Wilayah pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Yogyakarta dan Surakarta. Setiap karesidenan mendapatkan sebuah land road (badan peradilan).
  3. Raffles menganggap bahwa pemerintah kolonial sebagai pemilik semua tanah yang ada di daerah jajahan sehingga petani dianggap sebagai penyewa. 
1. Kebijaksanaan Sistem Sewa Tanah (landrent) 
  • Pajak tanah diberlakukan pada semua hasil pertanian sebesar 1/2, 1/5, atau 1/3 dari hasil panen yang diwujudkan dalam bentuk uang atau beras. 
  • Pungutan pajak tanah tersebut dilakukan oleh bupati. 
Pada prakteknya, sistem sewa tanah ini mengalami kegagalan, sebab:
  • Bangsa Indonesia belum mengenal sistem mata uang dengan bentuk fisik dan nilai standar.
  • Sangat sulit untuk menentukan jumlah pajak bagi setiap pemilik tanah secara tepat. 
2. Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah (landrent) 

Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah di Indonesia mengalami kegagalan sehingga pemerintahan Raffles melakukan tindakan keras, antara lain sebagai berikut:
  1. Pemerintah kolonial Inggris menghidupkan kembali kerja paksa untuk menanam tanaman eksport, seperti kayu jati dan kopi. 
  2. Rakyat harus bekerja keras, sebab harus memberikan keuntungan kepada dua pihak, yakni kaum bangsawan pribumi dan pemerintah kolonial.

C. Indonesia Kembali di bawah Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda


Penyerahan wilayah Hindia Belanda (Indonesia) dari Inggris kepada Belanda berlangsung di Batavia pada tanggal 19 Agustus 1819. Pemerintahan Inggris diwakili John Ferdall yang menggantikan Raffles karena menolak menyerahkan Indonesia. Sedangkan pemerintah Belanda diwakili komisaris Jenderal yang terdiri atas Ellout, Vander Capellen, dan Buykes. 

Kebijakan yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda selama berkuasa kembali di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Sistem Tanam Paksa (cultur stelsel). 

Pemerintah Kerajaan Belanda mengalami kesulitan keuangan, sehingga kemudian mengangkat Van Den Bosch sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia dengan misi utama mencari dana. Secara teori, peraturan sistem tanam paksa yaitu sebagai berikut:
  • Penduduk desa wajib menyerahkan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman perdagangan. 
  • Waktu yang digunakan untuk menanami tanaman wajib tersebut tidak melebihi waktu yang diperlukan untuk menanam padi. 
  • Tanah yang disediakan untuk melakukan penanaman tanaman wajib bebas dari pajak. 
  • Hasil panen dari penanaman diserahkan kepada pemerintah Belanda. Apabila hasilnya lebih besar daripada jumlah pajak yang harus dibayar, maka akan dikembalikan kepada pemiliknya.
  • Kerugian akibat panen yang gagal akan ditanggung oleh pemerintah. 
  • Bagi mereka yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari dalam satu tahun. 
  • Pengolahan tanah untuk tanaman wajib akan diawasi langsung oleh para penguasa pribumi. 
Namun pada prakteknya, pelaksanaan tanam paksa banyak mengalami pelanggaran. 

b. Pelaksanaan Politik Kolonial Liberal 

Karena mendapatkan reaksi keras dari warga negaranya, maka pemerintah Belanda segera mengambil keputusan menghapus sistem tanam paksa secara bertahap. Penghapusan sistem tanam paksa dimulai dari penanaman lada (1860), kemudian penanaman nila dan teh (1865), dan secara keseluruhan jenis tanaman wajib (1870). Kaum liberal di Belanda juga ingin mengelola tanah jajahan di Indonesia, sehingga pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-Undang Gula (Saicker Wet) pada tahun 1870. Dikeluarkannya 2 Undang-Undang tersebut menyebabkan banyak pemodal dari Eropa, khususnya dari Belanda yang datang dan membuka usaha di Indonesia. Masa ini juga disebut masa Politik Pintu Terbuka. 

c. Pelaksanaan Politik Etis 

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera. Politik etis dikemukakan oleh Van de Venter yang meliputi tiga hal, yaitu edukasi (pendidikan), irigasi, dan transmigrasi. Program balas budi yang dikemukakan Van de Venter ini juga disebut dengan Trias Van de Venter. Meski bertujuan baik, namun pada kenyataannya pelaksanaan politik etis di Indonesia sebenarnya hanya untuk memenuhi kepentingan pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Kebijakan kolonial tersebut berdampak pada bidang ekonomi, pemerintahan, dan bidang sosial budaya.
 
Labels: Sejarah

Thanks for reading Sejarah Singkat Kedatangan Bangsa Eropa dan Terbentuknya Kekuasaan Kolonial di Indonesia. Please share...!

0 Komentar untuk "Sejarah Singkat Kedatangan Bangsa Eropa dan Terbentuknya Kekuasaan Kolonial di Indonesia"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.