Ketika saya masih kuliah di Semarang, setiap pulang kampung (Kebumen) saya pasti selalu melewati kota Ambarawa di mana di sana berdiri sebuah monumen bersejarah yang menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Ya, anda betul sekali, monumen Palagan (pertempuran) Ambarawa.
|
via wisatajateng.com |
Palagan Ambarawa
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap pasukan sekutu yang terjadi di Ambarawa, sebuah wilayah yang terletak di sebelah selatan kota Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini terjadi mulai dari tanggal 20 Oktober hingga 15 Desember 1945 yang berakhir dengan kemenangan Indonesia dimana kota Ambarawa berhasil direbut kembali oleh pasukan Indonesia.
Usai Jepang menyerah kepada sekutu, masuknya tentara sekutu ke wilayah Nusantara ternyata membawa masalah baru bagi bangsa Indonesia yang telah bertekad untuk mempertahankan eksistensi negara kebangsaan Indonesia. Kedatangan tentara sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya berbagai konflik dan pertempuran di sejumlah daerah di tanah air.
Selain kisah heroik perjuangan arek-arek Suroboyo (baca:
Sejarah Pertempuran Surabaya 10 November 1945), peristiwa lain yang tidak kalah heroik juga terjadi di Jawa tengah, tepatnya di kota Ambarawa, yakni ketika pecah juga perlawanan rakyat melawan pasukan tentara sekutu.
Kronologi Pertempuran Ambarawa
Pada tanggal 20 Oktober 1945, Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigjen Bethell mendarat di Semarang, Jawa Tengah. Pemerintah Indonesia memperkenankan pasukan sekutu untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tengah, Mr. Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu. Namun, mereka ternyata diboncengi oleh NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan. Akibatnya, pada tanggal 26 Oktober 1945 pecahlah insiden di Magelang yang berlarut menjadi insiden antara TKR dan tentara Sekutu.
Tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol.
M. Sarbini pun membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Insiden itu berhenti setelah kedatangan Presiden Soekarno dan Brigjen Bethell di Magelang pada tanggal 2 November 1945.
Keduanya mengadakan perundingan dan menghasilkan kesepakatan yang dituangkan ke dalam 12 pasal, antara lain sebagai berikut:
1. Sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi tawanan perang.
2. Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia dan Sekutu.
3. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dalam badan-badan yang berada di bawah kekuasaannya.
Ternyata pihak Sekutu ingkar janji. Kesempatan dan kelemahan dalam pasal-pasal itu dipergunakan untuk menambah jumlah pasukannya. Sementara itu, pada tanggal 20 November 1945 di Ambarawa pecah pertempuran antara TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan pasukan Sekutu. Pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu yang ada di Magelang ditarik ke Ambarawa.
Pada hari yang sama, pasukan TKR dari Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Androngi melakukan serangan fajar dari arah Magelang. Pasukan ini berhasil menduduki Desa Pingit dan kemudian merebut desa-desa sekitarnya. Ketika batalion Imam Androngi sedang melakukan pengejaran datang bantuan 3 batalion dari Yogyakarta, yaitu Batalion 10 Divisi III dipimpin Mayor Suharto, Batalion 8 dipimpin Mayor Sardjono, dan Batalion Sugeng sehingga musuh menjadi terkepung.
Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan pasukan yang berasal dari Purwokerto, Letnan Kolonel Isdiman gugur. Pimpinan pasukan kemudian diambil alih oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi Purwokerto. Koordinasi pun diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor.
Setelah mendapat laporan dari para komandan sektor, Kolonel Soedirman menyimpulkan bahwa musuh telah terjepit. Oleh karena itu, pada tanggal 12 Desember 1945 dini hari pasukan TKR bergerak menuju sasaran masing-masing. Kota Ambarawa dikepung selama 4 hari 4 malam. Akhirnya, pada tanggal 15 Desember 1945 tentara sekutu meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang.
|
Peta pertempuran Ambarawa |
Kemenangan pertempuran rakyat saat melawan tentara sekutu tersebut mempunyai arti penting karena apabila musuh berhasil menguasai Ambarawa, maka akan mengancam tiga kota lainnya sekaligus, yaitu Surakarta, Magelang, dan Yogyakarta sebagai Markas Tertinggi TKR. Kemenangan tersebut juga menjadi bukti akan kegigihan rakyat dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan NKRI tercinta.
Hari Juang Kartika TNI AD
Untuk mengenang pertempuran heroik tersebut, maka setiap tanggal 15 Desember kini diperingati sebagai Hari Juang Kartika TNI AD (sebelumnya disebut Hari Infanteri). Sementara di kota Ambarawa, peristiwa bersejarah tersebut juga diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa yang terletak di Jalan Mgr Sugiyopranoto, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
0 Komentar untuk "Sejarah Pertempuran Palagan Ambarawa (Peringatan Hari Juang Kartika TNI AD)"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.