Hadits Tentang Syafaat Nabi Muhammad SAW Kepada Umatnya

Hadits Tentang Syafaat Nabi Muhammad SAW Kepada Umatnya

Banyak hadits menyebutkan bahwa pada hari kiamat kelak, Baginda besar Nabi Muhammad SAW akan berdiri untuk memberikan syafaatnya kepada umatnya yang berdosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, dan Allah menerima syafaatnya. Di antara hadits-hadits tersebut, salah satu yang populer berkaitan dengan hal ini yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah RA. Dari Abu Hurairah, ia berkata:

Suatu ketika, kami bersama Rasulullah SAW sedang menghadiri sebuah jamuan makan. Kepada Rasulullah, dihidangkan daging paha kambing yang merupakan kesukaan beliau. Rasulullah SAW pun menggigitnya dan memakannya dengan lahap. Selanjutnya, beliau kemudian bersabda:

"Aku adalah pemimpin manusia pada hari kiamat, tahukah kalian dari apakah hal itu?. Allah akan mengumpulkan seluruh umat manusia sejak dari pertama hingga akhir di sebuah dataran yang maha luas pada hari kiamat. Orang yang melihat bisa memandang seluruhnya dan orang yang menyeru bisa mendengar mereka.

manusia pada hari kiamat
ilustrasi via kabarmakkah.com

Pada hari itu, matahari didekatkan kepada mereka sehingga manusia pada saat itu mengalami kesusahan dan kesempitan yang tidak tertahankan. Orang-orang kemudian berkata, "Tidakkah kalian lihat apa yang menimpa kalian dan apa yang kalian derita? Tidakkah kalian mencari orang yang memintakan bagi kalian syafaat (pertolongan) kepada Tuhan?. Sebagian manusia kemudian berkata kepada yang lain, "Temuilah Nenek moyang kalian, Adam".

Mereka pun kemudian mendatangi Nabi Adam dan berkata, "Wahai Adam, Engkau adalah nenek moyang manusia. Allah menciptakanmu dengan kedua tangan-Nya, dan meniupkan ruh-Nya ke dalam tubuhmu, memerintahkan para malaikat maka mereka pun sujud kepadamu, dan menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau memintakan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu?. Tidakkah engkau lihat apa yang telah kami alami dan kami derita?". 

Nabi Adam menjawab, "Tuhan sangat marah hari ini kepadaku. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelum dan sesudahnya. Dia telah melarangku dari pohon terlarang namun aku melanggarnya, aku hanya bisa memikirkan diriku sendiri!. Pergilah kalian (minta tolong) kepada selain diriku. Pergilah kalian kepada Nuh!". 

Mereka pun kemudian mendatangi Nabi Nuh dan berkata, "Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama kepada umat Manusia, Allah telah menyebutmu sebagai hamba yang bersyukur. Tidakkah engkau lihat apa yang telah menimpa kami?. Tidakkah engkau lihat apa yang telah kami alami?. Sudikah engkau untuk memintakan syafaat bagi kami kepada Tuhan?". 

Nabi Nuh menjawab, "Tuhanku sangat marah kepadaku hari ini. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelum dan sesudahnya, karena aku pernah mendoakan kaumku dengan kejelekan. Diriku, diriku, diriku!. Pergilah kalian kepada selain diriku!. Temuilah Ibrahim!".

Mereka pun segera pergi menemui Nabi Ibrahim dan berkata, "Engkau adalah Nabi Allah dan kekasih-Nya, mintalah syafaat kepada Tuhan untuk kami. Tidakkah engkau melihat apa yang kami alami?". Nabi Ibrahim kemudian berkata kepada mereka, "Tuhanku sangat marah kepadaku hari ini. Dia tidak pernah marah seperti ini sebelum dan sesudahnya, karena aku telah berbohong tiga kali". Beliau kemudian menyebutkannya, diriku, diriku, diriku!. Pergilah kalian kepada selain diriku, temuilah Musa!". 

Mereka pun menemui Nabi Musa dan berkata, "Wahai Musa, engkau utusan (Rasul) Allah, Allah telah memberimu keistimewaan dengan risalah-Nya dan kalam-Nya. Mintalah syafaat kepada Tuhan untuk kami. Tidakkah engkau lihat apa yang telah menimpa kami?". 

Nabi Musa pun berkata, "Tuhanku telah marah kepadaku hari ini, tidak pernah Dia marah seperti ini sebelum dan sesudahnya, aku telah membunuh seorang manusia yang tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Jiwaku, jiwaku, jiwaku!. Pergilah kalian kepada selain diriku, temuilah Isa!"

Mereka pun akhirnya menemui Nabi Isa dan berkata, "Wahai Isa, engkau Rasulullah dan kalam-Nya yang dititipkan kepada Maryam. Engkau telah berbicara kepada manusia ketika engkau masih dalam gendongan. Mintalah syafaat kepada Tuhan untuk kami. Tidakkah engkau lihat apa yang telah menimpa kami?". Nabi Isa berkata:

"Tuhanku sangat marah kepadaku hari ini. Tidak pernah Dia marah seperti ini sebelum dan sesudahnya - Isa tidak menyebutkan dosa atau kesalahan - jiwaku, jiwaku, jiwaku!. Pergilah kalian kepada selainku, temuilah Muhammad!". 

Akhirnya, rombongan manusia itu pun menemuiku dan berkata, "Wahai Muhammad. Engkau adalah Rasul (utusan) Allah dan penutup para Nabi. Allah telah mengampuni dosa-dosamu baik yang telah lalu atau yang akan datang. Mintalah syafaat kepada Tuhanmu untuk kami. Tidakkah engkau melihat apa yang telah menimpa kami?". 

Kemudian aku (Muhammad) pergi menuju ke 'Arsy, aku bersujud di hadapan Tuhanku, kemudian Tuhan membukakan kepadaku simpanan pujian dan penghormatan-Nya yang tidak pernah dibuka kepada seorang pun sebelumku. Allah berfirman, "Wahai Muhammad, bangunlah!. Mintalah, niscaya Aku kabulkan. Mintalah syafaat, pasti Aku berikan!". 

Aku pun mengangkat kepalaku dan berkata, "Umatku ya Tuhan, umatku ya Tuhan". Maka Allah berfirman, "Wahai Muhammad, masukkanlah umatmu yang tanpa hisab dari pintu surga yang kanan, mereka bersekutu dengan yang lain selain pintu tersebut". 

Beliau (Nabi Muhammad SAW) kemudian berkata, "Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, lebar pintu surga seperti jarak antara Makkah dan Himyar atau seperti Makkah dan Basra". (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga memperjuangkan umatnya yang masuk neraka agar mendapatkan syafaatnya. Beliau berkata, "Saat itu aku kembali bersujud kepada-Nya. Allah SWT kemudian berfirman, "Angkatlah kepalamu Muhammad. Mintalah, pasti akan Aku kabulkan". Aku pun mengangkat kepalaku dan memohon, "Umatku, umatku, ya Tuhanku". Maka Allah berfirman, "Temuilah umatmu, siapa saja yang kau temukan di hatinya keimanan walau seberat biji sawi, maka masukkanlah ke dalam surga". Lalu aku pun melakukan apa yang diperintahkan dan memasukkannya ke dalam surga".

Selengkapnya
Misteri Hari Kiamat, Rahasia Allah Yang Hanya Bisa Kita Ketahui dari Tanda-Tandanya

Misteri Hari Kiamat, Rahasia Allah Yang Hanya Bisa Kita Ketahui dari Tanda-Tandanya

Hari Kiamat biasa diartikan sebagai hari berakhirnya kehidupan di dunia, atau hari kehancuran alam semesta beserta isinya. Jika ditinjau dari segi penyebutannya, istilah ini berasal dari bahasa Arab "يوم القيامة‎" yang artinya adalah "Hari Kebangkitan" seluruh umat manusia dari Nabi Adam hingga manusia terakhir. Ajaran ini diyakini oleh umat dari tiga agama samawi di dunia yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Bahkan kata Al-Qiyaamah juga merupakan nama surat ke 75 di dalam kitab suci Al-Qur'an.

bumi hancur
ilustrasi via pixabay

Misteri tentang waktu tiba hari kiamat memang menjadi rahasia Allah. Hanya Allah yang tahu kapan datangnya hari kiamat itu. Meski begitu, prediksi-prediksi manusia tentang kapan hari kiamat ini sering kita jumpai muncul dari waktu ke waktu. Mungkin ada yang masih ingat bahwa dulu ada yang meramal bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 1999 bulan 9 jam 9.09. Atau dunia juga sempat dihebohkan dengan isu kiamat pada 21 Desember 2012 yang konon berawal dari ramalan Suku Maya. Bahkan sampai dibuat buku dan filmnya. Namun ternyata, ramalan-ramalan itu hanyalah isapan jempol belaka.

Memang, sebagai muslim kita harus meyakini akan datangnya hari kiamat. Bahkan keyakinan ini juga merupakan salah satu dari rukun iman yaitu rukun iman kelima. Pada hari kiamat nanti, Allah akan membangkitkan orang-orang yang berada di dalam kubur. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firmanNya:

وَأَنَّ السَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ لَّا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِى الْقُبُورِ

"Dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur." (QS. Al-Hajj, 7)

Senada dengan hal itu, ilmu pengetahuan juga tidak menyangkal akan datangnya hari dimana kehidupan di dunia ini akan berakhir. Pada tanggal 15 Januari 1997, para ahli astronomi yang tergabung dalam Organisasi masyarakat Astronomi Amerika pernah mengadakan pertemuan di Toronto Kanada. Pertemuan para ahli yang notabene mendasarkan pemikirannya pada ilmu yang mereka kuasai ini menghasilkan adanya persamaan persepsi bahwa dunia ini dibatasi oleh umur. Artinya, pada waktunya nanti dunia pasti akan berakhir alias kiamat. 

Meskipun begitu, lagi-lagi kita mesti ingat bahwa sejak zaman Rasulullah SAW, Al Qur'an sudah menjelaskan bahwa tentang kapan terjadinya hari kiamat itu merupakan rahasia Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan terjadinya, termasuk kekasih dan RasulNya, Nabi Muhammad SAW. Firman Allah dalam Surah Al A'raf ayat 187 menegaskan:

يَسْئَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسٰىهَا  ۖ  قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّى  ۖ  لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَآ إِلَّا هُوَ  ۚ  ثَقُلَتْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضِ  ۚ  لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً  ۗ  يَسْئَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِىٌّ عَنْهَا  ۖ  قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

"Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, Kapan terjadi? Katakanlah, Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu, kecuali secara tiba-tiba. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Al-A'raf, 187)

Sebagai seorang Muslim, sudah seharusnya kita mempercayai Al Qur'an dengan sepenuh hati. Percaya bahwa datangnya hari kiamat adalah rahasia Allah dan hanya Allah sajalah yang tahu. Artinya, janganlah kita percaya kepada para tukang prediksi atau tukang tebak hari kiamat yang jelas-jelas tidak pernah terbukti. Sebab, informasi tentang hal itu boleh jadi datangnya dari syetan karena betapa lihainya syetan di dalam mengelabui umat manusia. Untuk itu, kita hanya boleh meyakini apa yang sudah digariskan oleh Allah dan RasulNya.
Meski menjadi rahasia Allah, kepastian akan datangnya hari kiamat ini bisa kita ketahui lewat berbagai fenomena dan tanda-tandanya. Di antara tanda-tanda dekatnya peristiwa hari kiamat menurut penuturan Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:

1. Banyak Terjadi Fitnah dan Orang Menjual Agama demi Harta

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya suasana mendekati kiamat itu ada berbagai fitnah bagaikan potongan malam yang gelap. Seorang lelaki di waktu pagi masih mukmin, sore harinya menjadi kafir, dan sorenya mukmin paginya kafir. Dia menjual agamanya dengan imbalan kesenangan dunia yang hanya sedikit." (HR. At Tirmidzi dari Abi Musa).

2. Amanat Disia-siakan

Suatu ketika Rasulullah SAW ditanyai oleh seseorang yang datang dari pedusunan, "Kapan hari kiamat akan tiba?". Rasulullah menjawab, "Apabila amanat disia-siakan, tunggu saja saat kehancurannya". Orang itu bertanya lagi, "Bagaimana menyia-nyiakannya?". Beliau menjawab, "Bila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya". (HR. Bukhari).

3. Berlomba-lomba dalam Bangunan

Ketika Rasulullah SAW ditanya tentang tanda-tanda hari kiamat oleh Malaikat Jibril, beliau menjawab, "Budak wanita melahirkan tuannya, dan kamu melihat para penggembala kambing yang miskin tanpa busana dan alas kaki berlomba-lomba dalam bangunan". (HR. Bukhari).

4. Tercampaknya Ilmu Agama dan Merajalelanya Kebobrokan Akhlak

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah hilangnya ilmu agama dan tetapnya kebodohan, diminumnya minuman keras, merajalelanya perzinaan dengan terang-terangan dan banyaknya wanita serta sedikitnya laki-laki, sehingga satu laki-laki menguasai 50 perempuan". (HR. Bukhari).

Adapun tanda-tanda akan datangnya hari kiamat yang termasuk dalam kategori Alaamatul Kubra di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Terbitnya Matahari dari arah barat. 

2. Keluarnya Dajjal. 

3. Keluarnya Daabbah. 

4. Keluarnya Dukhan. 

5. Turunnya Nabi Isa AS. 

6. Munculnya Ya'juj dan Ma'juj. 

7. Datangnya api yang menggiring manusia ke negeri Syam.

Selengkapnya
Keutamaan Bulan Sya'ban dan Anjuran Perbanyak Ibadah di Dalamnya

Keutamaan Bulan Sya'ban dan Anjuran Perbanyak Ibadah di Dalamnya

Bulan Sya'ban adalah bulan kedelapan dalam penanggalan hijriyah yang jatuh setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Bisa juga dikatakan, Sya'ban merupakan bulan pengantar ke gerbang Ramadhan sehingga sangat tepat jika bulan ini dijadikan sebagai momentum bagi umat Islam untuk melatih pencucian jiwa agar pada saat memasuki bulan Ramadhan kelak tidak mengalami kesulitan atau merasa berat dalam menjalankan puasa Ramadhan. 

bulan Sya'ban

Mengenai pengertian "Sya'ban", para Ulama memberikan penafsiran berbeda sesuai dengan versi masing-masing. Ada yang menafsirkan bulan ini disebut sya'ban karena muncul (sya'aba) di antara dua bulan yang mulia, yakni Rajab dan Ramadhan. Ada juga yang menafsirkan disebut Sya'ban karena pada zaman dahulu di bulan ini orang-orang Arab berpencar (yatasya'abuun) untuk mencari sumber air. Ada juga yang mengartikan karena orang-orang Arab dahulu berpencar (tasya'ub) di gua-gua.

Yahya bin Mu'adz memberikan penjelasan bahwa kata sya'ban terdiri dari lima huruf yaitu syiin, 'ain, ba', alif, dan nun. Masing-masing huruf ini memiliki makna sendiri dengan penjabaran sebagai berikut:
  • Huruf syiin menunjukan bahwa di bulan tersebut orang-orang mukmin akan diberi syaraf (kehormatan) dan syafaat.
  • Huruf 'ain merupakan pertanda mereka juga akan diberi 'izzah (keperkasaan) dan karamah (kemuliaan).
  • Huruf ba' menunjukan mereka akan diberi birr (kebajikan).
  • Huruf alif pertanda mereka akan diberi ulfah (kelemah-lembutan). 
  • Huruf nun pertanda mereka akan diberi nur (cahaya).
Sedangkan bila dihubungkan dengan makna bulan Rajab, Sya'ban, dan Ramadhan, maka ketiga-tiganya memiliki keterkaitan makna yang sangat penting, dimana pada bulan Rajab adalah saat manusia memohon ampun atas segala dosa-dosanya, bulan Sya'ban merupakan bulan rehabilitasi qalbu dari segala cacat, dan bulan Ramadhan merupakan bulan peleburan dosa. Pantaslah bila Rasulullah SAW diketahui banyak menjalankan ibadah puasa di bulan Sya'ban.

Betul, Rasulullah memang biasa menjalankan puasa di bulan Sya'ban. Bahkan kabarnya melebihi bulan-bulan lainnya selain Ramadhan. Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Nabi SAW perihal ini, "Ya Rasulullah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa di bulan lain (selain Ramadhan) lebih banyak dari puasa engkau di bulan Sya'ban?". Rasul pun menjelaskan, "Bulan itu sering dilupakan orang karena diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan. Padahal pada bulan itu (Sya'ban) diangkat amalan-amalan (manusia dan dilaporkan) kepada Tuhan Rabbul 'Alamiin. Karena itu aku ingin agar ketika amalanku diangkat naik, aku tengah berpuasa". (HR. Ahmad dan Nasa'i). 

Dalil-Dalil Tentang Keutamaan Beribadah di Bulan Sya' ban


1. Sayyidina Ali RA pernah menyampaikan sabda Rasulullah SAW agar di malam Nisfu Sya'ban kita memperbanyak ibadah dan berpuasa di siang harinya. Rasulullah bersabda:

"Jika malam nisfu sya'ban tiba, maka shalatlah di malam harinya, dan berpuasalah di siang harinya. Sesungguhnya Allah menyampaikan pemberitahuanNya pada malam itu hingga ke langit dunia sejak matahari tenggelam. (Isi pemberitahuannya): Ketahuilah! Siapa saja yang minta, akan Aku beri permintaannya, jika ada yang meminta ampun, akan Aku ampuni, jika ada yang meminta rizki maka Aku beri dia rizki, .... Hingga terbit fajar". (HR. Ibnu Majah). 

2. Aisyah RA pernah menceritakan, pada suatu malam, ia kehilangan Rasulullah SAW lalu ia mencarinya dan mendapatkan beliau di Baqi' sedang menengadahkan wajah beliau ke langit. Beliau berkata, "Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla turun ke langit dunia pada malam nisfu Sya' ban dan mengampuni dosa yang banyaknya melebihi jumlah bulu domba Bani Kalb" (HR. Turmudzi, Ahmad, dan Ibnu Majah). 

3. Dalam riwayat lain Aisyah RA juga pernah menyebutkan, "Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh selain dalam bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat beliau dalam bulan-bulan yang lain berpuasa lebih banyak daripada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim). 

4. Abu Musa Al- Asy'ari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah pada malam Nisfu Sya'ban mengawasi seluruh makhluk-Nya dan mengampuni semuanya kecuali orang musyrik dan orang yang saling bermusuhan". (HR. Ibnu Majah). 

5. Ibnu Rajab Al-Hanbali dalam kitabnya "Lathaiful Maarif" menyebutkan bahwa puasa di bulan sya'ban lebih utama dari berpuasa di bulan-bulan haram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Kedudukan puasa sya'ban di antara yang lain itu laksana kedudukan shalat Rawatib terhadap shalat fardhu sebelum dan sesudahnya, yakni sebagai penyempurna kekurangan dalam melaksanakan shalat wajib. 

Itulah sekelumit tentang keutamaan bulan sya'ban dan anjuran untuk memperbanyak amal ibadah di dalamnya. Marilah kita isi bulan Sya'ban kali ini dengan koreksi diri (muhasabah) akan berbagai kesalahan dan kekhilafan, serta memohon ampun kepada Allah karena pada bulan sya'ban segala amalan kita akan diangkat dan dilaporkan kepada Allah SWT sebagaimana keterangan yang tertera pada salah satu hadits di atas.

Selain itu, seyogyanya kita juga memperbanyak amal ibadah, berpuasa sunnah, menjauhi persengketaan dan perpecahan sesama Muslim, serta banyak memohon ampun kepada Allah SWT. Biasanya pada saat malam nisfu sya'ban, banyak masjid, mushalla, dan khususnya kalangan pesantren sehabis maghrib mereka menjalankan shalat, membaca Al-Qur'an terutama surah Yasin dan juga memanjatkan doa agar diberikan kesejahteraan, diampuni segala dosanya, dijauhkan dari segala mara bahaya, dan diberikan limpahan rizki yang berkah dan melimpah. Wallahu A'lam. 

(Artikel di atas dinukil dan diolah dari tulisan S. Usman dalam Majalah Asy Syifaa' Edisi 321-330)

Selengkapnya
Ziarah Kubur, Dasar Hukum, Tujuan, dan Pendapat Ulama Tentangnya

Ziarah Kubur, Dasar Hukum, Tujuan, dan Pendapat Ulama Tentangnya

Bagi warga NU, ziarah kubur merupakan tradisi yang sudah turun temurun dijalankan. Tidak hanya ziarah ke makam keluarga atau para pendahulu, mereka juga biasanya mengadakan rangkaian ziarah ke makam para Wali atau Ulama seperti ziarah Walisongo dan semacamnya. Meski begitu, kadang ada sebagian orang yang masih saja menanyakan tentang hukum ziarah kubur bagi seorang muslim. 

ziarah kubur
ilustrasi via republika.co.id

Ziarah kubur adalah aktivitas mengunjungi kuburan (makam) dengan maksud untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia, ingat akan kematian, atau ingat akan tujuan akhir manusia yaitu di akhirat kelak. 

Dasar Hukum


Pada zaman dahulu, yakni pada masa permulaan agama Islam disampaikan oleh Rasul kepada sekalian manusia di alam ini, khususnya di negeri Arab, beliau pernah melarang umatnya untuk melakukan ziarah kubur. Akan tetapi setelah akidah Islamiyah sudah menjadi kuat tertanam di dalam kalbu pengikutnya, maka kemudian ziarah kubur diizinkan oleh Nabi SAW. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits bahwa suatu saat Nabi bersabda:

كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا

"Aku melarang kepada kamu sekalian untuk berziarah kubur, maka berziarahlah..." (HR. Muslim) 

Hadits di atas memberikan pengertian bahwa semula praktek ziarah kubur itu memang dilarang oleh Nabi SAW, namun kemudian diizinkan bahkan dianjurkan oleh beliau ketika iman kaum Muslimin telah menjadi kuat. Oleh karenanya, para Ulama kemudian sepakat bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah. 

Tujuan Ziarah Kubur


Adapun maksud dari ziarah kubur antara lain yaitu mempunyai tujuan untuk memberi peringatan akan kehidupan akhirat bagi orang yang masih hidup. Hal ini sebagaimana bunyi hadits:

.. فإنها تذكر الأخرة

"Sesungguhnya ziarah kubur itu akan dapat mengingatkan kepada akhirat" (HR. Muslim)

Di samping itu, ziarah kubur akan dapat pula mengingatkan kepada kematian, dalam artian orang yang masih hidup diingatkan kembali bahwa dirinya pun kelak akan mengalami mati seperti halnya yang diziarahi. Hal ini sesuai dengan lafadz hadits:

.. فإنها تذكر الموت

"Sesungguhnya ziarah kubur itu akan dapat mengingatkan kepada kematian" (HR. Abu Daud) 

Selain itu, ziarah kubur juga mempunyai maksud untuk mendo'a kepada Allah agar dirinya diampuni dosa-dosanya oleh Allah dan sekalian para ahli kubur. Hal ini sebagaimana firman Allah:

... رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوٰنِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمٰنِ .. 

"Ya Tuhan kami, ampunilah (dosa-dosa) kami dan (dosa-dosa) sudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami" .. (QS. Al-Hasyr, 10) 

Sebuah riwayat juga menyebutkan bahwa Nabi sendiri pernah berziarah kubur yaitu ke kubur Baqi' seraya memberi salam dan mendo'akan kepada ahli kubur Baqi'. Rasulullah SAW berdo'a:

اللهم اغفر لأهل البقيع

"Ya Allah, semoga Engkau memberi ampun kepada para ahli kubur Baqi'" (HR. Bukhari dan Muslim) 

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dimengerti bahwa sebenarnya praktek ziarah kubur adalah sudah sesuai dengan tuntunan syara' yang diajarkan oleh Allah SWT dan RasulNya. 

Pendapat Ulama Tentang Ziarah Kubur


Pada dasarnya, para Ulama sepakat satu pendapat bahwa ziarah kubur itu sunnah hukumnya, selama diletakkan sesuai tatacara aturan syara'.

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata:

والإستجاب في زيارة القبور خص بالرجال

"Hukum sunnah berziarah kubur itu hanya untuk laki-laki" (Fathul Majid, 251)

Menurut pendapat ini, yang terkena sasaran hukum sunnah berziarah kubur adalah khusus bagi kaum pria, sedangkan bagi wanita tidak sunnah bahkan bisa haram hukumnya. 

Prof. Dr. Mahmud Saltout berpendapat bahwa berziarah kubur itu sunnah hukumnya baik bagi laki-laki maupun perempuan. Beliau mengatakan:

إذااتخذت فيها الأداب الشرعية كانت مشروعة للرجال والنساء

"Dan apabila di dalam berziarah kubur itu dipakai adab atau tatacara syara', maka ziarah kubur itu disyariatkan (dianjurkan) bagi laki-laki maupun perempuan" (Al-Fatawa, 221)

Pendapat kedua ini tampak jelas, bahwa apabila di dalam berziarah kubur itu sudah dipakai adab (tatacara) syara', maka sesungguhnya hukum ziarah kubur itu sunnah baik bagi pria maupun wanita. Sebaliknya, hukumnya bisa menjadi haram, baik bagi pria maupun wanita, apabila dalam berziarah kubur tidak mengindahkan tatacara aturan syara', karena hal ini dikatakan akan mudah terjerumus dalam jurang syirik. 

Sayyid Abdurrahman Al-Masyhur juga berpendapat bahwa:

زيارة القبور إما لمجرد تذكر الموت والأخرة فتكون برؤية القبور من غير معرفة أصحابها أولنحو دعاء فتسن لكل مسلم

"Ziarah kubur itu hanyalah bertujuan agar ingat kepada mati dan akhirat, maka dapat dilakukan dengan melihat ke kuburannya, meskipun tidak mengetahui siapa ahli kubur di dalamnya, atau juga bertujuan untuk mendo'akan (berdo'a), maka ziarah kubur yang demikian ini disunnahkan bagi setiap muslim" (Bughyatul Mustarsyidin, 97)

Menurut pendapat di atas, berziarah kubur itu sunnah hukumnya bagi setiap muslim, asalkan bertujuan untuk mengingatkan kepada mati dan akhirat dan juga untuk berdoa (baik untuk dirinya maupun untuk diri mayit) meskipun tanpa mengetahui ahli kubur yang diziarahinya. 

Sementara itu, Syaikh Zakariya Al-Anshari berpendapat bahwa:

وزيارة القبور اي قبور المسلمين لرجل

"Ziarah kubur itu, yakni kubur orang-orang Islam, adalah (sunnah hukumnya) bagi laki-laki" (Fathul Wahab, 100)

Menurut pendapat Al-Anshari di atas, sunnah hukumnya berziarah kubur bagi laki-laki. Sedangkan bagi wanita dan orang banci, beliau mengatakan:

ولغيره اي غير الرجل من انثى وخنثى مكروهة لقلة صبر النثى وكثرة جزعها. والحق بها الخنثى إحتياطا

"Dan berziarah kubur yang dilakukan oleh orang yang bukan laki-laki, yaitu kaum perempuan dan orang banci, maka hukumnya makruh, karena mereka itu sedikit kesabarannya dan banyak dukanya. Disamakannya orang banci dengan perempuan dalam hal ini adalah untuk kehati-hatian" (Fathul Wahab, 100)

Jadi menurut pendapat ini, ziarah kubur yang dilakukan oleh perempuan dan orang banci hukumnya adalah makruh dengan alasan bahwa perempan itu pada umumnya sedikit kesabarannya, mudah terbawa emosi, dan banyak duka citanya. Begitu pula hukum makruh bagi orang banci dengan tujuan untuk lebih berhati-hati di dalam meletakkan hukum tersebut. 

Selanjutnya, beliau juga berpendapat bahwa "terhadap ziarah kubur makam Nabi, keduanya (perempuan dan banci) hukumnya adalah sunnah sebagaimana ketetapan hukum haji bagi keduanya. Demikian pula sama halnya terhadap kubur para Wali, Ulama dan Nabi-Nabi yang lain" (Fathul Wahab, 101).

Dari uraian dan penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa berziarah kubur itu menurut mayoritas Ulama adalah hukumnya sunnah baik bagi laki-laki maupun perempuan (terutama laki-laki) selama dipakai tatacara syara' yakni bertujuan untuk berdoa, mengingat akan mati dan akhirat.

Sebagai catatan, dapat dilihat bahwa mereka yang berziarah kubur tidak dijumpai ada yang menyimpang dari tatanan syara'. Kalau seandainya ada, maka itu adalah suatu kemungkinan kecil dan ini biasanya terjadi pada diri seseorang yang masih belum mengetahui apa yang harus dikerjakan dalam tatacara berziarah kubur yang benar. Praktek ziarah kubur semacam inilah yang kadang bisa membawa kecenderungan menyimpang dari aqidah Islam. 

Meskipun begitu, kejadian semacam ini tidaklah berarti boleh digeneralisir secara umum, dalam artian bahwa setiap orang yang berziarah kubur pasti terselip di dalamnya unsur syirik sehingga timbul kesimpulan sempit yang keliru bahwa setiap orang yang berziarah kubur itu dianggap musyrik. Oleh karenanya, bagi para Ulama, Kyai, Ustadz, hendaknya selalu mengatur dan mengarahkan jamaahnya/ para za-iriin agar amalan ziarah kubur mereka tidak keliru jalannya, sehingga praktek ziarah kubur tersebut benar-benar cocok dengan ketentuan-ketentuan sesuai ajaran Islam. Wallahu A'lam

Selengkapnya
Ringkasan Materi Fiqih Mawaris Lengkap

Ringkasan Materi Fiqih Mawaris Lengkap

Mawaris atau mawarits berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan warisan. Sedangkan ilmu yang mempelajari tentang mawarits disebut dengan ilmu faraid. Ilmu faraid adalah ilmu pengetahuan yang menguraikan cara membagi harta peninggalan seseorang kepada ahli waris yang berhak menerimanya. Terkait pentingnya ilmu faraid, Rasulullah SAW bersabda:

تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا، فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى، وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي

"Pelajarilah ilmu faraid, dan ajarkanlah dia kepada manusia, karena faraid itu separuh ilmu, ia akan dilupakan orang kelak dan ia pulalah yang mula-mula akan tercabut dari umatku". (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daruquthni)

fiqh waris

Sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan Islam, ilmu faraid bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits. Tujuan disyariatkannya ilmu faraid adalah agar pembagian warisan dilakukan secara adil, tidak ada ahli waris yang merasa dirugikan sehingga tidak akan terjadi perselisihan atau perpecahan di antara ahli waris karena masalah pembagian warisan. 

Rukun dan Syarat-Syarat Waris


Rukun dan syarat dalam waris Islam ada 3 (tiga), yaitu:
  1. Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit yang diwarisi oleh orang lain yang berhak mewarisinya. 
  2. Orang yang mewarisi (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit dengan salah satu dari beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi. 
  3. Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya.

Sedangkan syarat-syarat dalam waris adalah sebagai berikut:
  1. Meninggalnya seorang pewaris baik secara hakiki maupun secara hukum. 
  2. Adanya ahli waris yang masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia. 
  3. Diketahui dengan jelas hubungan ahli waris dengan si mayit. 
  4. Satu alasan yang menetapkan seseorang bisa mendapatkan warisan secara rinci (lewat sidang pengadilan). 

Sebab-Sebab Ahli Waris Berhak Memperoleh Harta Warisan


Dalam ajaran Islam, sebab-sebab seseorang (ahli waris) dapat memperoleh harta warisan ada empat, yaitu:
  • Kekeluargaan, misalnya: anak, cucu, ayah, ibu, dan saudara-saudara, berhak memperoleh harta warisan yang ditinggalkan pewaris karena adanya hubungan kekeluargaan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 7).
  • Perkawinan, istri mendapat bagian dari harta warisan peninggalan suami atau sebaliknya. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12). 
  • Wala', yaitu berhak mendapat bagian dari harta warisan karena memerdekakan hamba sahaya. Rasulullah SAW bersabda, "Hubungan orang yang memerdekakan dengan yang dimerdekakannya itu seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan" (HR. Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim). 
  • Hubungan seagama, yakni sama-sama Islam. Dalam hal ini, seseorang yang meninggal namun tidak memiliki ahli waris yang memiliki sebab-sebab di atas untuk bisa mewarisinya, maka harta tinggalannya tersebut diserahkan kepada baitul maal untuk dikelola demi kemaslahatan umat Islam.

Sebab-Sebab Ahli Waris Tidak Berhak Memperoleh Harta Warisan


Sebab-sebab seseorang (ahli waris) tidak berhak untuk memperoleh harta warisan yang ditinggalkan keluarganya adalah sebagai berikut:
  • Budak belian (hamba), ahli waris yang kedudukannya sebagai budak belian tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya karena kalau mereka diberi bagian dari harta warisan, maka bagiannya itu akan menjadi milik tuannya. 
  • Membunuh, ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak mewarisi harta peninggalan pewaris yang dibunuhnya. Rasulullah SAW bersabda, "Yang membunuh tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarga yang dibunuhnya" (HR. An-Nasai). 
  • Murtad, ahli waris yang murtad (keluar dari Islam) tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya, seorang Muslim/ Muslimah tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarganya yang bukan Islam.
  • Beda Agama, orang yang tidak beragama Islam (kafir) tidak berhak menerima harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Demikian pula sebaliknya, orang Islam tidak berhak mewarisi harta pusaka peninggalan keluarganya yang tidak beragama Islam. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Muslim tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang kafir, dan orang kafir tidak berhak pula mewarisi harta peninggalan orang Islam". (HR. Al-Jamaah). 

Ahli Waris


Ditinjau dari segi jenis kelamin, ahli waris dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu ahli waris laki-laki dan ahli waris wanita. Ahli waris laki-laki berjumlah lima belas orang atau golongan sedangkan ahli waris wanita berjumlah sepuluh orang atau golongan.

1. Ahli Waris Laki-laki

  • Anak laki-laki. 
  • Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan terus ke bawah asalkan pertaliannya masih terus laki-laki.
  • Bapak. 
  • Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas. 
  • Saudara laki-laki sekandung. 
  • Saudara laki-laki sebapak. 
  • Saudara laki-laki seibu. 
  • Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung. 
  • Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak. 
  • Paman yang sekandung dengan bapak. 
  • Paman yang sebapak dengan bapak. 
  • Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak. 
  • Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak. 
  • Suami. 
  • Laki-laki yang memerdekakan si pewaris. 

Jika lima belas orang ahli waris tersebut semuanya ada, maka yang memperoleh bagian dari harta warisan hanya tiga orang yaitu ayah (bapak), suami, dan anak laki-laki.

2. Ahli Waris Perempuan


Adapun ahli waris perempuan rinciannya adalah sebagai berikut:
  • Anak perempuan. 
  • Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannya dengan pewaris masih terus laki-laki. 
  • Ibu. 
  • Nenek (ibu dari ibu) dan seterusnya ke atas. 
  • Nenek (ibu dari bapak) dan seterusnya ke atas. 
  • Saudara perempuan seibu sebapak. 
  • Saudara perempuan sebapak. 
  • Saudara perempuan seibu. 
  • Istri. 
  • Wanita yang memerdekakan pewaris. 

Jika sepuluh orang ahli waris tersebut semuanya ada, maka yang memperoleh bagian dari harta warisan hanya lima orang, yaitu: anak perempuan, cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki), ibu, saudara perempuan seibu-sebapak, dan istri. 

Jika ahli waris laki-laki dan wanita yang berjumlah dua puluh lima orang ini semuanya ada, maka yang memperoleh bagian harta warisan hanya lima orang saja yaitu anak laki-laki, anak perempuan, ibu, bapak, dan suami/istri. 
Ditinjau dari segi ketentuan perolehan bagian dari harta warisan, ahli waris dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu Dzawil Furud (Ahlul Furud) dan Ashabah. 

a. Dzawil Furud


Dazwil Furud adalah ahli waris yang perolehan bagian harta warisannya sudah ditentukan oleh syara' (Al-Qur'an dan Hadits). Di antara mereka ada yang memperoleh bagian: 1/2, 1/4, 1/8, 1/3, 2/3, dan 1/6 dari harta warisan. 

▪ Ahli waris yang bagiannya 1/2 dari harta warisan:
  1. Anak perempuan tunggal. (Lihat Surah An-Nisa, ayat 11). 
  2. Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki. 
  3. Saudara perempuan tunggal yang seibu sebapak (Lihat QS. An-Nisa, ayat 176). 
  4. Saudara perempuan tunggal yang sebapak. 
  5. Suami, apabila pewaris (istrinya) tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12). 

▪ Ahli waris yang bagiannya 1/4 dari harta warisan:
  1. Suami, apabila istrinya yang meninggal mempunyai anak atau cucu. (Lihat Surah An-Nisa, ayat 12). 
  2. Istri, seorang atau lebih, bila pewaris (suaminya) tidak meninggalkan anak atau cucu. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12). 

▪ Ahli waris yang bagiannya 1/8 dari harta warisan:
  1. Istri, seorang atau lebih, apabila pewaris (suami) meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).

▪ Ahli waris yang bagiannya 2/3 dari harta warisan:
  1. Dua orang anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 11). 
  2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada. 
  3. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 176). 
  4. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak. 

▪ Ahli waris yang bagiannya 1/3 dari harta warisan:
  1. Ibu, apabila si pewaris (anaknya) tidak meninggalkan anak atau cucu (dari anak laki-laki), atau dua orang saudaranya (lebih) laki-laki maupun perempuan, sekandung/sebapak atau seibu saja. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 11).
  2. Dua orang saudara seibu atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 12).

▪ Ahli waris yang bagiannya 1/6 dari harta warisan:
  1. Bapak atau kakek, apabila ada anak/cucu. 
  2. Ibu, apabila ada anak atau cucu atau ada dua orang saudara (lebih). 
  3. Nenek, seorang atau lebih, bila tidak ada ibu. 
  4. Seorang saudara seibu, baik laki-laki maupun wanita. 
  5. Cucu perempuan, seorang atau (lebih), apabila ada seorang anak perempuan, tetapi apabila anak perempuannya lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat bagian apa-apa. 
  6. Seorang saudara perempuan sebapak, atau lebih, apabila ada seorang saudara perempuan sekandung, tetapi apabila saudara sekandungnya lebih dari seorang, maka saudara-saudara perempuan sebapak menjadi terhalang (tidak dapat waris). 

b. Ashabah


Ashabah adalah ahli waris yang bagian dari harta warisannya tidak tertentu. Misalnya, seluruh harta warisan jatuh ke tangannya karena tidak ada ahli waris dzawil furud, sisa dari harta warisan setelah diambil oleh dzawil furud, atau tidak berhak memperoleh bagian pusaka karena harta warisan itu habis dibagikan kepada dzawil furud yang berhak menerimanya. 

Ashabah dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

▪ Ashabah binafsihi, yaitu ahli waris yang menjadi ashabah karena secara otomatis, bukan karena ditarik oleh ahli waris dzawil furud. Ashabah binafsihi terdiri dari 13 orang, semuanya laki-laki dengan urutan sebagai berikut:
  1. Anak laki-laki. 
  2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah. 
  3. Bapak. 
  4. Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas. 
  5. Saudara laki-laki seibu sebapak.
  6.  Saudara laki-laki sebapak.
  7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak. 
  8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak. 
  9. Paman yang seibu sebapak dengan bapak.
  10. Paman yang sebapak dengan bapak.
  11. Anak laki-laki paman yang seibu sebapak dengan bapak. 
  12. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak. 
  13. Anak laki-laki yang memerdekakan si pewaris ketika masih menjadi budak. 

Apabila ahli waris termasuk ashabah binafsihi tersebut semuanya ada, yang mendapat bagian harta warisan hanyalah ahli waris yang mempunyai hubungan terdekat dengan si pewaris (sesuai dengan urutan di atas). Ahli waris yang hubungannya jauh dengan si pewaris terhalang. Misalnya, cucu laki-laki terhalang oleh anak laki-laki, kakek terhalang oleh bapak, dan seterusnya. 

Jika ahli waris terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, mereka memperoleh bagian seluruh harta warisan (bila tidak ada dzawil furud yang berhak memperoleh bagian harta warisan) atau memperoleh sisa harta pusaka setelah diambil oleh dzawil furud yang berhak memperolehnya seperti istri (suami), ibu, dan bapak. Cara pembagiannya untuk anak laki-laki memperoleh bagian dua kali lipat dari bagian anak perempuan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 11).

▪ Ashabah bighairihi, yaitu ahli waris yang menjadi ashabah dengan sebab ditarik oleh ahli waris tertentu dari ashabah binafsihi. Mereka adalah sebagai berikut:
  1. Anak perempuan dengan sebab adanya anak laki-laki. Ketentuan bagian harta pusakanya untuk anak laki-laki sebanyak dua kali lipat bagian anak perempuan. 
  2. Cucu perempuan dari anak laki-laki dengan sebab adanya cucu laki-laki dari anak laki-laki. Ketentuan bagian harta warisannya sama dengan anak perempuan dan anak laki-laki seperti tersebut di atas.
  3. Saudara perempuan seibu sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki seibu sebapak.
  4. Saudara perempuan sebapak dengan sebab adanya saudara laki-laki sebapak.

Ketentuan bagian harta warisan saudara perempuan bila ada saudaranya yang laki-laki adalah untuk saudara laki-laki dua kali lipat dari bagian saudaranya yang perempuan. (Lihat QS. An-Nisa, ayat 176).

▪ Ashabah ma'a ghairihi, yaitu ahli waris yang menjadi ashabah karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang tertentu dari dzawil furud. Mereka adalah sebagai berikut:
  1. Saudara perempuan sekandung, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. 
  2. Saudara perempuan sebapak, apabila bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. 

Saudara perempuan sekandung (sebapak) memperoleh bagian harta warisan berupa sisanya setelah diambil oleh anak perempuan seorang atau lebih, atau cucu perempuan seorang atau lebih. 

Hijab


Hijab berarti tabir atau penghalang bagi ahli waris untuk menerima harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat atau yang lebih berhak. Hijab dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Hijab Nuqshan, yaitu hijab yang dapat mengurangi bagian dari harta warisan bagi ahli waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli waris lain tertentu pula. Misalnya, jika si pewaris hanya meninggalkan ahli waris istri dan ahli waris lain, tetapi tidak meninggalkan anak/cucu, maka besarnya bagian harta warisan istri adalah 1/4 dari harta warisan. Meskipun demikian, apabila pewaris meninggalkan juga anak/cucu, bagian istri berubah menjadi 1/8 dari harta warisan. Dalam hal ini anak/cucu menjadi hijab nuqshan bagi istri. 

2. Hijab Hirman, yaitu hijab yang menyebabkan ahli waris kehilangan haknya atas harta warisan karena terhalang ahli waris yang lebih dekat atau lebih berhak, antara lain sebagai berikut:
  • Cucu laki-laki tidak berhak memperoleh harta warisan, apabila ada anak laki-laki. 
  • Kakek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada bapak.
  • Nenek tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada ibu. 
  • Saudara seibu sebapak tidak berhak memperoleh harta warisan selama ada anak laki-laki dan bapak. 
  • Saudara laki-laki/perempuan sebapak tidak berhak memperoleh harta warisan apabila ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung, dan saudara perempuan sekandung jika ber ashabah bersama-sama dengan anak perempuan (cucu perempuan). 

Penghitungan Warisan


Sebelum penghitungan warisan dilaksanakan, hendaknya harta warisan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi empat macam keperluan, yakni zakat, biaya pengurusan jenazah dan biaya perawatan ketika sakit, melunasi utang si pewaris, dan memenuhi wasiatnya. Jika sudah, langkah-langkah selanjutnya yang harus ditempuh adalah sebagai berikut:
  1. Menentukan ahli waris laki-laki dan ahli waris wanita. 
  2. Menentukan dzawil furud dan siapa-siapa yang termasuk ashabah. 
  3. Menentukan ahli waris yang bagiannya berkurang karena terhalang oleh ahli waris hijab nuqshan. 
  4. Menentukan ahli waris yang sama sekali tidak berhak memperoleh bagian warisan karena terhalang oleh ahli waris hijab hirman. 
  5. Menentukan apakah ahli waris terdiri dari dzawil furud saja, ashabah saja, atau terdiri dari dzawil furud dan ashabah. 

Jika ternyata ahli waris hanya terdiri dari dzawil furud, maka harta warisan dibagikan kepada mereka sesuai dengan yang telah ditentukan. Jika ternyata ahli waris hanya terdiri dari ashabah, maka seluruh harta warisan dibagikan kepada mereka sesuai dengan ketentuan. Sedangkan jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan ashabah, maka mula-mula harta warisan dibagikan kepada dzawil furud dan sisanya baru untuk ashabah.

Hal Lain Yang Perlu Diketahui dalam Penghitungan Warisan

a. Al-Gharawain


Al-Gharawain terjadi apabila ahli waris hanya terdiri dari istri atau suami serta bapak dan ibu. Al-Gharawain berarti dua masalah aneh karena cara pembagian warisan untuk ibu dan bapak menyalahi ketentuan umum. Menurut ketentuan semula bagian ibu adalah 1/3 dari harta warisan, sedangkan bapak menghabiskan sisa harta warisan, setelah harta warisan itu diambil oleh dzawil furud istri/suami dan ibu. Akan tetapi, dalam masalah al gharawain ini, bagian ibu menjadi 1/3 dari sisa harta warisan, setelah diambil oleh istri (suami) dan bapak 2/3 dari sisa harta setelah diambil oleh istri (suami). Hal ini sesuai dengan ketentuan, bagian laki-laki dua kali lipat bagian wanita. 

b. Al-Aul


Al-Aul terjadi apabila jumlah bagian dzawil furud melebihi jumlah pokok masalahnya. Dalam hal seperti ini maka bagian dari masing-masing ahli waris dzawil furud tetap seperti semula, hanya pokok masalahnya berubah, yakni menurut jumlah bagian-bagian tersebut. Ini berarti bahwa bagian masing-masing ahli waris lebih kecil dari bagian semula. 

c. Radd


Menurut istilah, radd adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka, apabila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya. Masalah ini terjadi apabila pembilangan lebih kecil daripada penyebut, dan pada dasarnya merupakan kebalikan dari masalah aul. Namun penyelesaiannya tentu berbeda dengan masalah aul, karena aul pada dasarnya kurangnya yang akan dibagi, sedangkan pada radd ada kelebihan setelah diadakan pembagian.

Selengkapnya