Kisah Hidup Ummu Hani', Figur Wanita Mulia Yang Dihormati Rasulullah SAW

Kisah Hidup Ummu Hani', Figur Wanita Mulia Yang Dihormati Rasulullah SAW

Selain Gusti panutan Kanjeng Rasul Muhammad SAW, ada banyak figur sahabat Nabi yang juga dapat kita jadikan teladan dalam mengarungi kehidupan ini. Selain kisah para sahabat Nabi dari kalangan laki-laki, ternyata ada juga para sahabat Nabi dari kalangan wanita yang kisahnya tercatat dalam lembaran sejarah kejayaan Islam pada masa Rasulullah SAW. Salah satu di antaranya yaitu kisah dari sahabat Nabi bernama Fakhitah binti Abi Thalib, atau lebih dikenal dengan sebutan Ummu Hani'. 

wanita muslimah
ilustrasi via istock

Ummu Hani' merupakan seorang perempuan dari keturunan Bani Hasyim. Nama lengkapnya yaitu Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Beliau adalah saudari perempuan dari sahabat Ali bin Abi Thalib, Ja'far bin Abi Thalib dan Aqil bin Abi Thalib. Artinya, Ummu Hani' adalah sepupu Rasulullah SAW karena beliau adalah putri dari Abu Thalib, paman Nabi. Sedangkan ibunya adalah Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.

Cinta Pertama Nabi


Ummu Hani' merupakan salah seorang wanita yang mendapatkan tempat istimewa di hati Rasulullah SAW. Melewati masa-masa kecil bersama, Ummu Hani juga merupakan cinta pertama Nabi sebelum akhirnya beliau menikahi sayyidah Khadijah RA. Diceritakan bahwa sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, beliau pernah memberanikan diri mengungkapkan rasa cintanya kepada Ummu Hani dan coba melamarnya. Namun sayangnya, lamaran beliau ditolak oleh Abu Thalib, ayah Ummu Hani'. 

Tentunya ada alasan mengapa Abu Thalib menolak lamaran Nabi untuk putrinya, Ummu Hani'. Hal ini dikarenakan Ummu Hani' keduluan sudah dilamar oleh orang lain. Abu Thalib menjelaskan bahwa Ummu Hani' telah dilamar oleh seorang laki-laki bernama Hubayrah, salah seorang putra saudara ibu Abu Thalib dari Bani Makhzum. Meski begitu, Rasulullah tetap coba membujuk pamannya agar menikahkan putrinya dengan beliau, karena saking cintanya kepada Ummu Hani. 

Sayangnya, Abu Thalib tetap menolak dengan halus permintaan dan lamaran Nabi tersebut. Abu Thalib juga menjelaskan bahwa ia menerima pinangan Hubayrah karena Bani Makhzum sebelumnya pernah menikahkan putri mereka dengan salah seorang dari kabilah Abu Thalib, sehingga ia mesti membalas perlakuan itu demi menjaga hubungan baik antar kabilah. Inilah tradisi yang berlaku di kalangan masyarakat Arab kala itu.

Setelah menikah dengan Hubayrah, Ummu Hani' dan suaminya tersebut tinggal di Makkah dan dikaruniai empat orang anak. Salah seorang anaknya bernama Hani', karena itulah Fakhitah kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ummu Hani' (artinya: ibunya Hani'). Sedangkan Rasulullah SAW akhirnya menemukan cinta sejatinya pada diri Khadijah, istri pertama yang setia dalam membela dan mendampingi dakwah Rasulullah SAW.

Kemuliaan Ummu Hani'


Menjelang peristiwa Isra Mi'raj, Nabi Muhammad SAW pernah datang berkunjung ke rumah Ummu Hani. Beliau melakukan shalat malam lalu tidur di sana. Malam itu, rumah Ummu Hani' dikunjungi oleh malaikat Jibril AS yang hendak menjemput Rasulullah SAW. Di bawah atap rumahnyalah konon peristiwa Isra Mi'raj bermula. Saat fajar tiba, Nabi pun kembali ke tempat yang sama dan kemudian mengabarkan kepada Ummu Hani' tentang perjalanannya dalam satu malam itu. Ummu Hani' pun mengimani penuturan Rasulullah SAW.

Pada saat terjadi peristiwa Fathu Makkah (penaklukan kota Makkah) oleh pasukan kaum Muslimin, penduduk Makkah berbondong-bondong untuk masuk Islam. Begitu pula dengan Ummu Hani' yang kemudian menjadi seorang Muslimah. Namun sayangnya, sang suami, Hubayrah, enggan memeluk Islam dan memilih lari keluar Makkah. Ia pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya dengan pergi menuju Najran. Sepeninggal sang suami, Ummu Hani' pun dengan sabar mendidik dan membesarkan anak-anaknya seorang diri. 
Diriwayatkan bahwa sewaktu terjadi fathu Makkah, Ummu Hani' pergi menemui Rasulullah SAW. Ummu Hani' mengisahkan, "Aku pergi menemui Rasulullah SAW pada tahun penaklukkan Kota Mekah. Saat itu beliau sedang mandi, dan putrinya (Fathimah) menutupinya dengan tabir. Kuucapkan salam kepada beliau. Dari balik tabir, beliau bertanya, 'Siapa itu?'. Aku pun menjawab, 'Aku, Ummu Hani' binti Abi Thalib'. 'Marhaban Ummu Hani', sambut beliau.

Usai mandi, Rasulullah kemudian menunaikan shalat 8 rakaat dengan berbalut satu pakaian. Setelah shalat, aku berkata, 'Wahai Rasulullah, saudaraku -Ali bin Abi Thalib- ingin membunuh seseorang yang aku lindungi, yakni Fulan bin Hubayra'. Rasulullah bersabda, 'Sungguh kami melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani'. 'Jika demikian, jelas sudah masalahnya', jawab Ummu Hani' dengan lega. (HR. Bukhari). 

Masih di hari-hari penaklukan kota Makkah tersebut, Rasulullah SAW pernah menyempatkan diri untuk berkunjung menemui Ummu Hani dan menanyakan persediaan makanan di rumahnya. Ummu Hani kemudian menjawab, "Aku tidak memiliki apa-apa kecuali cuka, wahai Rasulullah". Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Dekatkan padaku makanan itu, betapa miskin sebuah rumah yang di dalamnya tidak terdapat lauk dan cuka".

Rasulullah Coba Melamar Ummu Hani' Untuk Kedua Kalinya


Suatu ketika, timbul keinginan dari Rasulullah SAW untuk kembali meminang Ummu Hani' sebagai istri dan agar anak-anaknya memiliki seorang ayah. Hal itu juga beliau maksudkan untuk menghibur Ummu Hani yang telah ditinggal pergi oleh suaminya. Namun ternyata ia menolak dengan halus pinangan dari Rasulullah tersebut. Ummu Hani' berkata, "Wahai Rasulullah, aku ini perempuan yang sudah lanjut usia dan memiliki banyak anak. Aku takut mereka akan menyakitimu". Selain itu, penolakan Ummu Hani' ini juga dikarenakan ia khawatir hal itu dapat mengganggu dakwah Rasulullah SAW di masa yang akan datang. 

Rasulullah pun mengerti dan akhirnya mengurungkan niatnya tersebut. Meski begitu, beliau SAW menyanjung Ummu Hani dengan menyebutkan, "Sebaik-baik perempuan yang menanggung unta adalah yang paling sayang kepada anak-anaknya yang masih kecil dan yang paling bisa menjaga harta suaminya". 

Rasulullah SAW memang sangat menghormati Ummu Hani'. Beliau sering mengunjungi Ummu Hani di rumahnya dan beristirahat di sana. Rasulullah juga sering menerima pendapat dan pertimbangan dari Ummu Hani', bahkan tak pernah satu kali pun beliau menentang pendapatnya.

Ummu Hani' hidup menjanda hingga akhir hayatnya. Meski tergolong terlambat masuk Islam, namun perannya dalam perjuangan Islam tidak bisa dianggap remeh. Ummu Hani' termasuk sosok penting dalam sejarah Islam. Selain ikut membela dan memperjuangkan kejayaan Islam, beliau juga termasuk salah seorang sahabat Nabi yang turut andil dalam meriwayatkan hadis-hadits Nabi SAW. Sekitar 46 hadis telah beliau riwayatkan kepada murid-muridnya. Ummu Hani' Radhiyallaahu 'Anha wafat pada tahun 40 H atau 661 M. 

Demikianlah kisah Ummu Hani', sahabat Nabi dari kalangan wanita yang begitu mulia dan dihormati Rasulullah SAW. Umur, jodoh, dan rezeki memang menjadi rahasia Allah SWT. Meskipun begitu, sebagai seorang mukmin kita harus tetap berusaha dan bermohon doa kepada-Nya. Semoga Allah menunjukkan jalanNya yang terbaik untuk kita semua. Aamiin.

Selengkapnya
Berdoa Agar Tak Menangis Saat Kalah, Agar Tegar dalam Setiap Ujian

Berdoa Agar Tak Menangis Saat Kalah, Agar Tegar dalam Setiap Ujian

Suatu ketika, diselenggarakanlah sebuah lomba mobil balap mainan untuk anak-anak. Suasana sungguh meriah siang itu sebab ini adalah babak final. Setelah melewati beberapa babak, kini hanya tersisa empat orang anak dan mereka sedang memamerkan setiap mobil mainan yang mereka miliki. Semuanya buatan sendiri sebab memang begitulah peraturannya. 

Dari keempat anak tersebut, ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, tetapi ia termasuk dalam empat anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Marklah yang paling tak sempurna. Beberapa anak bahkan menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip di atasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua. Sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri. 

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan digelar. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap empat mobil, dengan empat "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan empat jalur terpisah di antaranya. Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar kepada panitia sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. 

anak berdoa
via mim.or.id

Matanya terpejam, dengan tangan menengadah ia memanjatkan doa. Selesai berdoa, semenit kemudian ia berkata, "Ya, aku siap." Dor!!.. Tanda perlombaan telah dimulai. Dengan satu entakan kuat, Mark dan para peserta lainnya mulai mendorong mobilnya dengan kuat-kuat. Semua mobil Itu pun meluncur dengan cepat. Setiap penonton bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. 

"Ayo... ayo..., Cepat... cepat, maju... maju", begitu teriak mereka. Ahha... sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan ternyata... Mark-lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. la berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih, Tuhan." 

Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Namun sebelum piala Itu diserahkan, ketua panitia bertanya kepada Mark:

"Hai Jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?" 

Mark terdiam. "Ya, benar, tapi bukan doa meminta kemenangan yang aku panjatkan", kata Mark. Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tidak adil jika meminta kepada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. Aku hanya bermohon kepada Tuhan, supaya aku tak menangis jika aku kalah". 

Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan penonton yang memenuhi ruangan. 

Mark tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark tidaklah bermohon kepada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark tidak memohon kepada Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan untuk mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang dan menyakiti yang lainnya. Namun, Mark bermohon pada Tuhan agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. la berdoa agar diberikan kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga. 

Mungkin telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa kepada Tuhan agar mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta kepada Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa kepada Tuhan untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. 

Sesungguhnya, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunanNya, dan panduan-Nya?. Kita sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa dan kita sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tidak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui?. Kita harus yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah, cengeng, dan mudah menyerah.

Mungkin doa kita yang memang harus diperbaiki. Bukan lagi meminta bahagia setiap waktu, tetapi meminta hati yang luas untuk menerima segala sesuatu. Jadi, berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian. Berdoalah agar kita selalu dalam lindungan-Nya saat menghadapi ujian tersebut. Wallaahul Musta'aan

Selengkapnya
Abdullah bin Mas'ud RA, Sosok Sahabat Nabi Yang Cerdas dan Ahli Qur'an

Abdullah bin Mas'ud RA, Sosok Sahabat Nabi Yang Cerdas dan Ahli Qur'an

Abdullah bin Mas'ud (Ibnu Mas'ud) bin Ghafil bin Habib al-Hudzali adalah salah seorang sahabat Nabi yang tergolong generasi pertama pemeluk Islam (assabiqunal awwalun). Ia adalah orang keenam yang masuk Islam setelah Nabi Muhammad SAW mengawali dakwahnya di Makkah. Beberapa sumber menyebutkan Abdullah bin Mas'ud memiliki ciri fisik ukuran badan paling kecil di antara para sahabat Nabi lainnya. 

Saat remaja, Abdullah bin Mas'ud merupakan seorang penggembala kambing. Ia menggembalakan kambing milik Uqbah bin Abi Mu'aith, salah seorang pemimpin Quraisy dan musuh utama Islam. Abdullah bin Mas'ud masuk Islam karena melihat keagungan Rasulullah SAW ketika mengusap susu hewan yang belum pernah keluar airnya. Namun dengan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi, tiba-tiba keluarlah air susu tersebut yang lezat untuk diminum.

Setelah masuk Islam, Abdullah bin Mas'ud datang menemui Nabi untuk menawarkan diri sebagai pembantu pribadi Rasulullah SAW. Ia juga meminta diajarkan doa yang dibaca oleh Nabi saat mengusap susu hewan tersebut. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Engkau akan menjadi seorang anak yang terpelajar".

Benar saja, Abdullah bin Mas'ud dianugerahi Allah berupa kemauan baja yang mampu menundukkan para adikara dan ikut andil dalam merubah sejarah. Ia telah diberi anugerah ilmu oleh TuhanNya sehingga menjadi faqih atau ahli hukum Islam dan tulang punggung ahli Al Qur'an pada masa itu. Terhadap kealimannya ini, Rasulullah SAW pernah menyerukan kepada para sahabatnya untuk belajar Al-Qur’an salah satunya kepada Abdullah bin Mas'ud. Nabi bersabda:

خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَسَالِمٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ

"Ambillah Al-Qur’an itu dari empat orang, yaitu dari Abdullah bin Mas'ud, Salim, Mu'adz bin Jabal dan Ubay bin Ka'ab

membaca Al Quran
via freepik.com

Pada masa awal-awal Islam, Abdullah bin Mas'ud pernah membuat geger kaum Musyrikin Makkah ketika ia dengan berani membacakan Al-Qur'an secara terang-terangan di hadapan mereka. Dengan suaranya yang merdu namun lantang, ia langsung membacakan Surat Ar-Rahman di depan kerumunan kaum kuffar Makkah. Akibatnya, ia pun babak belur dihajar dan dianiaya oleh mereka. Meskipun begitu, ia tidak kapok bahkan bersedia untuk melakukannya lagi jika Rasulullah SAW mengizinkannya. 
 
Sebagai pelayan Nabi, Abdullah bin Mas'ud selalu mendampingi Nabi kemana pun beliau pergi. Ia juga selalu menyediakan segala kebutuhan Nabi mulai dari menyediakan air mandi hingga membawakan sandal dan siwak. Bahkan, ia juga kerap kali masuk ke kamar Nabi untuk sekadar mengurus tempat tidur beliau. Karena kedekatannya dengan Nabi, Abdullah bin Mas’ud menjadi salah satu dari sedikit sahabat yang langsung mengumpulkan dan belajar Al-Qur’an langsung dari Rasulullah SAW.

Abdullah bin Mas'ud memang dikenal memiliki kepandaian dan pengetahuan mendalam tentang Islam dan Al Qur'an. Dengan ingatannya yang kuat, ia tahu betul kapan, di mana, dan kepada siapa (asbabun nuzul) sebuah ayat diturunkan. Selain itu, Abdullah bin Mas'ud juga dikenal memiliki suara yang merdu dalam melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an. Tidak jarang ia diminta untuk membacanya di depan Rasul, karena beliau merasa rindu akan suaranya. Lebih dari itu, ia juga adalah tempat Rasulullah menumpahkan keluhan dan mempercayakan rahasia-rahasia untuk dijawabnya. Oleh karenanya, Rasulullah memberikan gelar kepadanya "Peti Rahasia" (sirr al sunduuq).

Menurut sejarah, Abdullah bin Mas'ud juga turut berpartisipasi dalam banyak peperangan bersama Rasulullah SAW. Ia berpartisipasi dalam pertempuran Badar dan berhasil membunuh Abu Jahal. Rasulullah yang gembira atas terbunuhnya Abu Jahal kemudian menghadiahkan pedangnya kepada Ibnu Mas'ud. Dedikasinya dalam melindungi Nabi memang tidak diragukan lagi. Bahkan saat terjadi pertempuran Uhud, Ibnu Abbas menyebutnya sebagai sejumlah sahabat setia Rasulullah SAW yang tidak meninggalkan Nabi. 

Abdullah bin Mas'ud juga banyak meriwayatkan hadits. Menurut Imam Nawawi, ada sekitar 848 hadits yang diriwayatkannya dari Rasulullah SAW. Abdullah bin Mas’ud wafat di Madinah pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (32 H/653 M) ketika usianya 65 tahun. Jasadnya dikebumikan di Pemakaman Baqi', Madinah. (diolah dari berbagai sumber)

Selengkapnya
Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq RA Menafsirkan Mimpi

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq RA Menafsirkan Mimpi

Abu Bakar As-Shiddiq adalah salah seorang sahabat utama Nabi yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan Nabi. Abu Bakar dilahirkan pada 572 M, selisih 1 - 2 tahun lebih muda dari usia Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Pemilik gelar Ash-Shiddiq ini juga merupakan khalifah pertama dalam Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat. 

ilustrasi orang arab berjalan di padang pasir
ilustrasi

Pada artikel yang terdahulu, kami pernah mengisahkan tentang mimpi Abu Bakar yang ditafsirkan oleh seorang Rahib saat sebelum beliau masuk Islam, dimana peristiwa tersebut menjadi salah satu dari sebab-sebab islamnya beliau atas kerasulan Nabi Muhammad SAW. (Baca: Kisah Islamnya Abu Bakar Ash-Shiddiq RA

Nah, pada postingan kali ini kami juga akan mengetengahkan kepada pembaca sekalian kisah tentang keahlian Abu Bakar yang ternyata juga pandai dalam menafsirkan mimpi. Kemampuan Abu Bakar ini bahkan telah dibuktikan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW dan Rasulullah kemudian membenarkannya. 

Pernah suatu ketika Rasulullah SAW mencoba menguji Abu Bakar terkait keahliannya dalam menafsirkan mimpi tersebut. Nabi berkata, "Wahai Abu Bakar, aku pernah bermimpi diiringi kambing-kambing hitam, kemudian kambing-kambing hitam tadi diiringi pula oleh kambing-kambing putih sehingga seolah-olah tidak tampak kambing-kambing hitam tadi". Nabi pun meminta Abu Bakar untuk menafsirkan mimpi beliau tersebut dan menjelaskan maksudnya.

Abu Bakar kemudian menjawab, "Ya Rasulullah, adapun kambing-kambing yang engkau sebutkan itu maksudnya adalah orang-orang Arab. Mereka masuk Islam dan semakin banyak jumlahnya. Sedangkan kambing-kambing putih itu maksudnya adalah orang 'Ajam (selain orang Arab). Mereka itu nantinya masuk Islam sebegitu banyaknya hingga orang orang-orang Arab menjadi seakan tidak kelihatan".

Mendengar jawaban dan penjelasan Abu Bakar tersebut, Rasulullah pun langsung membenarkan, "Dan persis seperti itu pula yang dikatakan Malaikat Jibril pada waktu sahur tadi".

Di lain waktu, pada suatu pagi Rasulullah SAW kembali menguji Abu Bakar untuk menafsirkan mimpinya yang beliau alami semalam. Nabi berkata, "Aku bermimpi seolah-olah aku dan engkau sedang berlomba menaiki tangga. Dalam mimpi itu, aku berhasil mendahuluimu sejauh dua setengah anak tangga. Bagaimana ta'bir dan arti dari mimpi tersebut?".

Abu Bakar pun menjawab, "(Pada saatnya nanti), Allah SWT akan memanggil engkau untuk pulang kepada maghfirah dan rahmatNya, sedangkan saya akan hidup dua setengah tahun lagi". Benar saja, Rasulullah SAW wafat lebih dulu dan Abu Bakar RA menyusulnya dua setengah tahun kemudian.

Selain Rasulullah SAW, keahlian Abu Bakar dalam menafsirkan mimpi ini juga pernah dibuktikan sendiri oleh putri beliau yaitu Aisyah RA. Suatu ketika, Aisyah memberitahukan mimpinya kepada Abu Bakar untuk dita'birkan olehnya. Aisyah berkata, "Wahai ayahku, aku pernah bermimpi melihat seolah-olah tiga bulan purnama jatuh ke dalam rumahku ini. Apa artinya mimpi tersebut wahai ayah?.

Abu Bakar kemudian menerangkan, "Sekiranya mimpimu itu benar, sesungguhnya kelak akan dimakamkan dalam rumahmu ini tiga orang terbaik di atas muka bumi ini". Itulah jawaban dari Abu Bakar. Sejarah membuktikan akan hal itu. Ketika Nabi Muhammad SAW wafat dan dikebumikan di dalam rumah Aisyah, maka Abu Bakar pun berkata kepada Aisyah, "Inilah satu di antara tiga buah bulan purnama yang jatuh ke dalam rumahmu itu". Adapun dua lainnya yaitu makam Abu Bakar sendiri dan makam dari Umar bin Khattab RA. Ketiganya merupakan tiga orang terbaik di atas muka bumi ini.

Selengkapnya
Mush'ab bin Umair, Pemuda Kaya Yang Lebih Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya

Mush'ab bin Umair, Pemuda Kaya Yang Lebih Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya

Sebelumnya, kita telah mengetahui tentang sejarah peristiwa Baiat Aqabah I dan II dimana Rasulullah SAW dan para pengikutnya mendapat dukungan dari sebagian penduduk Madinah yang telah menerima Islam dan siap berjuang bersama Nabi demi kejayaan Islam. Salah satu tokoh yang cukup menonjol dalam peristiwa tersebut yaitu Mush'ab bin Umair. Ia adalah seorang pemuda Quraisy yang berperan besar bagi perkembangan Islam di kota Madinah. Saat itu, ia dikirim oleh Rasulullah ke Madinah untuk mengajarkan Al Qur'an kepada penduduk Madinah. 

Siapakah sosok Mush'ab bin Umair ini?. Mengapa pada artikel sebelumnya kami sempat sekilas menggambarkan tokoh ini sebagai pemuda yang rela meninggalkan kehidupan remajanya yang mewah demi perjuangan Islam?. Ya, itulah kenapa pada postingan kali ini kami ingin agar kita bersama mengenal tentang sosok sahabat Nabi yang istimewa ini.

siluet pemuda Arab
ilustrasi via eramuslim

Mush'ab bin Umair adalah salah seorang sahabat Nabi dari keturunan bangsawan suku Quraisy. Nama lengkapnya adalah Mush’ab bin Umair bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Abd  al-Dar Qushay bin Kilab al Abdari al Qurasyi. Ia dilahirkan pada tahun 585 M, terpaut empat belas tahun lebih muda dari usia Rasulullah SAW. Ayahnya bernama Umair ibn Hashim, seorang konglomerat Quraisy dan ibunya bernama Khunas binti Malik, wanita kaya raya dan terpandang di kota Makkah.

Sejak kecil, Mush'ab bin Umair begitu dimanjakan orang tuanya sehingga ia terbiasa hidup dengan kenikmatan dunia. Lebih-lebih, Mush'ab juga memiliki wajah yang rupawan sehingga banyak orang terpesona akan ketampanannya. Bau harum dari pakaiannya pun selalu menyertainya kemana pun ia pergi. Namun semua itu berubah saat ia memutuskan untuk masuk Islam. Ia rela meninggalkan kehidupan masa mudanya yang serba mewah untuk menjadi pengikut setia Rasulullah SAW. 

Saat ibunya yang penyembah berhala mengetahui bahwa Mush'ab telah masuk Islam, sang ibu pun melakukan segala cara agar anaknya itu mau keluar dari agama Islam. Namun dengan keteguhannya, Mush'ab bin Umair tetap pada keyakinannya. Bahkan ia rela pergi dari rumah dan meninggalkan semua kekayaan serta kemewahan yang telah dimilikinya itu demi berjuang bersama Rasulullah SAW. Dari seorang pemuda kaya, kehidupan Mush'ab pun berubah menjadi miskin dan melarat. 

Pernah suatu ketika ia muncul di hadapan para sahabat yang sedang duduk-duduk bersama Nabi. Melihat kondisi Mush'ab, para sahabat pun terharu sembari menundukkan kepala dan memejamkan mata, bahkan beberapa dari mereka matanya basah karena saking kasihannya. Mereka melihat Mush'ab memakai jubah usang yang penuh dengan tambalan. Padahal belum hilang dari ingatan mereka, pakaian Mush'ab sebelum masuk Islam tak ubahnya bagaikan kembang di taman yang semerbak harum mewangi.

Adapun Rasulullah SAW, beliau menatap Mush'ab dengan pandangan penuh cinta dan rasa syukur dalam hati. Pada kedua bibir beliau tersungging senyuman mulia seraya berkata, "Dahulu aku lihat Mush'ab ini tidak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, namun kini ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya".

Karena keteguhannya itu, Rasulullah kemudian memberikan misi penting kepada Mush'ab yaitu sebagai duta atau utusannya untuk dakwah Islam dan mengajarkan Al-Qur'an kepada penduduk Madinah. Hal itu terjadi setelah 12 orang lelaki dari kaum Anshar berbaiat kepada Rasulullah SAW di Aqabah. Meski sempat kembali ke Makkah saat peristiwa baiat Aqabah kedua, ia tetap tinggal di Madinah hingga Rasulullah SAW dan para sahabat lainnya menyusul hijrah ke Madinah.

Selama berdakwah di Madinah, Mush'ab bin Umair telah berhasil mengajak sebagian penduduk Madinah untuk masuk Islam. Dengan sikap lemah lembut, Mush'ab mengajak semua golongan dari rakyat jelata sampai kaum bangsawan untuk menerima Islam. Salah satu prestasi terbesarnya yaitu ketika ia berhasil mengislamkan Usaid bin Hudhair dan Sa'ad bin Mu'adz. Keduanya adalah dua pembesar dari kabilah Bani Asyhal, sebuah kabilah besar di kota Madinah. 

Meski awalnya sempat mendapat ancaman dari kedua tokoh tersebut, pada akhirnya kedua pembesar ini luluh setelah mendengarkan dakwah dari Mush'ab. Dengan lemah lembut, Mush'ab menjelaskan tentang ajaran Islam sembari memperdengarkan suara indah lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Akhirnya, keduanya pun kemudian menyatakan masuk Islam dan diikuti oleh segenap kaumnya. Semenjak itulah, agama Islam pun semakin banyak dipeluk oleh mayoritas penduduk kota Madinah. 

Selain giat dalam berdakwah, Mush'ab juga tidak ketinggalan ikut berjihad. Ia sering dipercaya Rasulullah SAW untuk memegang bendera Islam dalam beberapa peperangan. Tugas itu juga diembannya ketika meletus perang Uhud pada tahun 625 M. Saat pasukan Muslim mulai terdesak, Mush'ab mengangkat tinggi-tinggi bendera Islam dengan tangan kanannya sembari bertakbir untuk menyemangati pasukan Muslim. Tiba-tiba, seorang musuh mendekat dan mengayunkan pedangnya hingga menyebabkan tangan kanan Mush'ab putus.

Mush'ab pun kemudian mengangkat bendera tersebut dengan tangan kirinya. Lagi-lagi musuh tersebut kembali mengayunkan pedangnya dan putuslah tangan kiri Mush'ab. Meski begitu, Mush'ab tetap tidak menyerah dan mendekap bendera tersebut di dadanya. Pada akhirnya, musuh tersebut menusukkan tombaknya hingga patah menembus dada Mush'ab. Mush'ab pun gugur syahid bersama Syuhada Perang Uhud lainnya. Ketika Rasulullah SAW melihat jasad para Syuhada tersebut, beliau kemudian berseru, "Sungguh, Rasulullah akan menjadi saksi nanti di hari kiamat, bahwa kalian semua adalah Syuhada di sisi Allah". (diolah dari berbagai sumber)
 
Selengkapnya
Abu Mihjan ats-Tsaqafi: Berhenti Jadi Pemabuk Demi Ikut Jihad

Abu Mihjan ats-Tsaqafi: Berhenti Jadi Pemabuk Demi Ikut Jihad

Sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, minum arak (khamr) telah menjadi kegemaran dan keseharian bagi masyarakat Arab. Bagi orang Arab masa itu, minum khamr seakan sudah menjadi tradisi seperti halnya minum teh. Saat Islam datang, kebiasaan tersebut tetap saja sulit dihilangkan sehingga tidak heran jika syariat tentang pelarangan minum khamr pun turun secara bertahap. 

pejuang Islam
ilustrasi via shutterstock

Di antara para pecandu khamr tersebut, tersebutlah salah seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Mihjan ats-Tsaqafi. Meski dikenal gigih dalam memperjuangkan kejayaan Islam, Abu Mihjan tetap belum bisa untuk meninggalkan kebiasaan lamanya yaitu minum khamr. Akibat perbuatannya tersebut, ia pun sering mendapat hukuman cambuk. Meski begitu, ia mengulangi lagi perbuatannya itu karena memang sangat sulit baginya untuk meninggalkannya. Setiap kali kedapatan mabuk, ia pun dihukum cambuk, begitu seterusnya. 

Hingga pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab, Abu Mihjan tetap saja belum bisa meninggalkan kecanduannya akan khamr. Sampai pada suatu ketika, meletuslah perang Al Qadisiyah dimana kaum Muslimin yang dipimpin sahabat Sa'ad bin Abi Waqash berperang melawan pasukan Persia. Tidak ketinggalan, Abu Mihjan pun turut andil dalam peperangan tersebut. Ia tampil gagah berani bahkan termasuk yang paling bersemangat dan banyak membunuh musuh.
Namun sayangnya, Abu Mihjan masih saja menyempatkan diri untuk meminum khamr yang sudah menjadi kegemarannya itu. Mengetahui hal itu, Sa'ad bin Abi Waqash pun memberikan hukuman penjara kepadanya serta melarangnya untuk ikut berjihad. Abu Mihjan merasa sedih dan berputus asa karena tidak bisa ikut berjihad memperjuangkan agamanya bersama kaum Muslimin lainnya. Denting suara pedang dan kecamuk perang hanya bisa ia dengar dari balik jeruji besi.

Hal ini pun diketahui oleh istri Sa'ad bin Abi Waqash yang bernama Salma. Abu Mihjan kemudian memohon kepada Salma untuk sudi membebaskannya agar ia bisa segera menyusul rekan-rekannya berjihad. Ia juga berjanji akan lekas kembali ke penjara jika selamat usai pertempuran. Sebaliknya jika ia mati syahid, maka memang itulah yang dia cita-citakan. Melihat kesungguhan Abu Mihjan, istri Sa'ad kemudian membebaskannya sembari meminjamkan kepadanya kuda milik Sa'ad dan senjata untuknya berjihad. 

Dengan wajah tertutup kain, Abu Mihjan pun segera bergabung dengan kaum Muslimin lainnya untuk bertarung di medan laga. Dengan bergabungnya Abu Mihjan, pasukan Muslim yang awalnya sempat kerepotan seakan mendapat kekuatan baru dari prajurit misterius yang gagah berani. Semua pun bertanya-tanya siapakah sosok misterius yang gesit dan gagah berani itu. Namun Sa'ad bin Abi Waqash tampaknya mulai mengenali siapa sosok di balik wajah tertutup kain itu. 

Sa'ad bin Abi Waqash berkata, "Seandainya aku tidak tahu bahwa Abu Mihjan ada di penjara, maka aku katakan orang itu pastilah Abu Mihjan. Seandainya aku tidak tahu di mana pula si Balqa (kuda milik Sa’ad), maka aku katakan kuda itu adalah Balqa". Benar saja, sosok tersebut memanglah Abu Mihjan ats-Tsaqafi. 

Seusai perang yang dimenangkan oleh kaum Muslimin, Abu Mihjan segera memenuhi janjinya dan kembali ke penjara, bahkan dia sendiri yang memborgol kakinya. Sa'ad bin Abi Waqash kemudian mendatangi Abu Mihjan dan melepaskan borgol yang membelenggunya sambil berkata, "Kami tidak akan mencambukmu karena khamr selamanya".

Abu Mihjan kemudian menjawab: "Dan aku, Demi Allah, tidak akan lagi meminum khamr selamanya!". Sejak saat itulah, Abu Mihjan pun benar-benar meninggalkan kebiasaannya minum khamr untuk selamanya. 

Demikianlah kisah Abu Mihjan ats-Tsaqafi, sosok sahabat Nabi yang berhenti jadi pecandu demi ikut berjuang dan berjihad dalam menegakkan syiarnya cahaya Islam. Semoga bermanfaat.

Selengkapnya
Taubatnya Syaqiq al-Balkhi Hingga Memilih Jalan Zuhud

Taubatnya Syaqiq al-Balkhi Hingga Memilih Jalan Zuhud

Syaqiq al-Balkhi adalah salah seorang Sufi di antara tokoh-tokoh besar Khurasan yang hidup pada abad ke 3 Hijriyah. Nama lengkapnya yaitu Syaqiq bin Ibrahim al-Azdi dan memiliki nama kuniyah Abu Ali al-Balkhi. Sedangkan "al-Balkhi" merupakan sematan yang dinisbatkan kepada daerah tempat kelahirannya. Ia merupakan murid sekaligus sahabat karib sufi terkemuka yaitu Ibrahim bin Adham dan guru dari seorang sufi terkenal lainnya yaitu Hatim al Asham. 

ilustrasi sufi
ilustrasi sufi via islami.co

Dikisahkan bahwa sebelum dikenal sebagai seorang sufi ternama, Syaqiq adalah putra dari seorang hartawan yang sering melakukan perjalanan jauh ke berbagai pelosok negeri untuk berniaga. Dalam suatu perjalanan niaganya ke Turki, tanpa sengaja ia bertemu dengan sekelompok penyembah berhala di sana. Ia pun sempat memasuki sebuah rumah yang menjadi tempat penyembahan berhala bagi kelompok tersebut. Di samping banyak dijumpai berhala, di tempat tersebut ia juga menjumpai beberapa orang pendeta yang berkepala gundul plontos dan tidak berjenggot. 

Syaqiq pun mencoba berbincang dengan salah seorang pelayan di tempat tersebut. Ia berkata kepada pelayan tersebut, "Anda diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Hidup, Maha Mengetahui, dan Maha Kuasa. Sembahlah Dia, jangan engkau menyembah berhala-berhala yang tidak bisa memberikan bahaya maupun manfaat!". 

Pelayan itu kemudian menjawab, "Wahai Syaqiq, ucapanmu tidak sama dengan perbuatanmu. Jika memang benar perkataanmu bahwa Tuhan Maha Kuasa memberimu rezeki di negerimu sendiri, maka mengapa engkau dengan susah payah melakukan perjalanan jauh hingga datang ke sini (negeri ini) untuk berniaga?. Apakah Tuhanmu tidak memberimu rezeki di tempat asalmu?". 

Mendengar jawaban sekaligus pertanyaan pelayan tersebut, Syaqiq pun tersentak hatinya. Sejak peristiwa itu, Syaqiq al-Balkhi lantas kembali ke tempat asalnya dan menyedekahkan seluruh harta kekayaannya. Sejak saat itu pula, ia kemudian memutuskan untuk menempuh kehidupan zuhud. 

Kisah lain menyebutkan bahwa kezuhudan Syaqiq al-Balkhi bermula saat ia melihat seorang hamba sahaya tengah bermain-main padahal ketika itu tengah terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan masyarakat menderita. Syaqiq kemudian bertanya kepada hamba sahaya tersebut, "Mengapa engkau bisa santai-santai begitu, bukankah kita telah dilanda krisis ekonomi?".

Hamba itu lantas menjawab, "Aku tidak mengalami krisis, sebab majikanku memiliki perkampungan subur yang hasilnya cukup untuk mencukupi seluruh kebutuhan kami".

Mendengar jawaban hamba tersebut, Syaqiq pun terketuk hatinya dan berkata, "Jika hamba ini tak lagi memikirkan rezeki disebabkan majikannya memiliki perkampungan yang subur, toh majikan itu sendiri makhluk yang miskin. Lantas bagaimana mungkin seorang Muslim memikirkan rezekinya sedang Tuhannya Maha Kaya Raya?"

Di antara kata-kata bijaknya, Syaqiq al-Balkhi juga pernah mengatakan, "Aku mencari lima perkara kemudian kutemukan pada lima perkara, yaitu:

1. Aku mencari kesanggupan meninggalkan dosa, lalu kutemukan pada shalat Dhuha.

2. Aku mencari pancaran cahaya di dalam kubur lalu kutemukan pada shalat Lail (Qiyamullail). 

3. Aku mencari jawaban terhadap Mungkar dan Nakir lalu kutemukan pada pembacaan Al-Qur'an.

4. Aku mencari kemampuan melintasi titian (shirath) lalu kutemukan pada puasa dan sedekah, dan

5. Aku mencari naungan Arasy lalu kutemukan dalam khalwat (menyepi untuk mendekatkan diri kepada Allah).

(dinukil dari kitab Nashaihul 'Ibad karya Syaikh Nawawi al-Bantani)

Selengkapnya
Kisah Fatimah dan Gilingan Gandum (Nasehat Nabi SAW Kepada Para Wanita/Istri)

Kisah Fatimah dan Gilingan Gandum (Nasehat Nabi SAW Kepada Para Wanita/Istri)

wanita membuat roti
ilustrasi via pixabay 

Salah seorang sahabat Rasulullah SAW, yakni Abu Hurairah RA pernah bercerita: 

Pada suatu hari, Rasulullah SAW pergi berkunjung ke rumah puterinya yaitu Fatimah az-Zahra'. Sesampainya di sana, dijumpainya puterinya itu sedang menggiling biji gandum menggunakan gilingan batu sambil menangis. Nabi pun bertanya kepadanya, "Apa yang menyebabkan kamu menangis wahai Fatimah?, mudah-mudahan Allah tidak menjadikan kedua matamu menangis". 

Fatimah menjawab, "Yang menyebabkan aku menangis adalah gilingan batu ini dan kesibukanku di rumah setiap hari". 

Ayahnya (Nabi SAW)) kemudian mendekati Fatimah dan duduk di samping puteri tercintanya itu. Fatimah kemudian melanjutkan perkataannya, "Bapakku, aku mohon engkau menyuruh suamiku Ali agar dia membelikan budak untukku, sehingga ia dapat membantuku dalam menggiling gandum dan kesibukan di rumah". 

Mendengar perkataan Fatimah seperti itu, Rasulullah langsung berdiri menghampiri gilingan gandum tersebut lantas mengambil gandum dengan tangannya sendiri untuk dituangkan ke dalam gilingan. Dengan membaca Basmalah, beliau pun menggilingnya. Atas izin Allah SWT, sungguh ajaib gilingan itu dapat berputar dengan sendirinya. Selanjutnya Nabi menuangkan lagi gandum ke dalam gilingan yang sudah berputar sendiri itu. 

Lebih ajaibnya lagi, gilingan itu dapat membaca tasbih dengan bahasa yang berbeda-beda sampai selesainya penggilingan. Nabi kemudian berkata kepada gilingan itu, "Berhentilah engkau dengan izin Allah!" 

Gilingan itu pun berhenti dan dengan izin Allah pula gilingan itu berkata dengan fasih seperti halnya lisan orang-orang Arab, "Ya Rasulullah, demi Dzat yang mengutus engkau sebagai Nabi dan Rasul. Seandainya engkau memerintahkan aku untuk menggiling biji gandum yang ada di ujung timur sampai di ujung barat, pasti aku akan menggilingnya semua. Dan sesungguhnya aku telah mendengar firman Allah:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوٓا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim, 6)

Oleh karenanya, aku khawatir kalau aku termasuk batu yang dimasukkan ke dalam neraka. 

Nabi berkata, "Berbahagialah kamu, karena sesungguhnya kamu adalah batu dari sebagian gedungnya Fatimah az-Zahra' kelak di surga". 

Setelah mendengar penuturan Nabi seperti itu, gilingan batu itu pun merasa tenteram dan senang. 

Nabi SAW kemudian berkata kepada Fatimah:

"Seandainya Allah menghendaki, niscaya gilingan ini akan menggiling dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki lain. Dengan jerih payahmu, Allah mencatat beberapa kebaikan untukmu dan menghapus beberapa kejelekan darimu, serta mengangkat derajatmu. 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, maka tidak lain kecuali Allah mencatat baginya kebaikan dari setiap biji gandum yang dibuatnya tersebut. 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang berkeringat lantaran membuat tepung untuk suaminya, maka tidak lain kecuali Allah membuatkan tujuh pintu baginya untuk memisahkan antara dirinya dengan neraka. 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang meminyaki rambut anaknya, menyisir dan mencucikan pakaiannya, maka tidak lain kecuali Allah menetapkan baginya pahala orang yang memberi makan seribu orang lapar serta pahala orang yang memberi pakaian orang yang telanjang. 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang mencegah atau menghalangi kebutuhan tetangganya, maka Allah akan mencegahnya untuk meminum air telaga kautsar kelak di hari kiamat. 

Hai Fatimah, yang lebih utama dari semua yang aku sebutkan tadi adalah ridha suami terhadap istrinya. Seandainya suamimu tidak meridhaimu, niscaya aku juga tidak akan mendoakan kebaikan untukmu. Apakah engkau tidak mengetahui hai Fatimah?, Sesungguhnya ridha suami itu sebagian dari ridha Allah. Dan murka suami itu sebagian dari murka Allah. 

Hai Fatimah, jika seorang wanita hamil, maka para malaikat akan memintakan ampun baginya. Dan Allah akan mencatat baginya seribu kebaikan setiap hari. Serta melebur darinya seribu kejelekan. Jika sewaktu mengandung dia merasakan kepayahan, maka Allah mencatat baginya pahala sebagaimana pahalanya orang yang berjihad di jalanNya. Apabila dia melahirkan, bebaslah dia dari dosa-dosanya, sehingga seperti bayi yang baru lahir dari kandungan ibunya. 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang melayani suaminya dengan niat yang baik, maka tidak lain kecuali dia bebas dari dosa-dosanya seperti saat baru dilahirkan ibunya. Dia tidak akan keluar dari dunia dengan membawa dosa sedikitpun. Dia akan merasakan bahwa kuburnya laksana taman dari sebagian taman surga. Allah memberinya pahala sebagaimana pahalanya seribu orang yang menunaikan ibadah haji dan umrah. Dan para malaikat selalu memintakan ampun baginya sampai hari kiamat tiba. 

Mana saja wanita yang melayani suaminya dengan ikhlas dan niat yang baik, maka tidak lain kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya kelak di hari kiamat, memberinya pakaian yang hijau-hijau, mencatat baginya dari setiap rambut yang ada pada dirinya dengan seribu kebaikan serta memberinya pahala seperti pahalanya seratus orang yang melakukan haji dan umrah. 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang selalu tersenyum di hadapan suami, maka tidak lain kecuali Allah memandangnya dengan pandangan penuh rahmat. Dan mana saja wanita yang berkumpul bersama suaminya dengan baik hati, maka tidak lain ada orang yang akan berkata kepadanya, "Hadapi amalmu! Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosamu yang telah berlalu dan yang akan datang". 

Hai Fatimah, mana saja wanita yang mau memberi minyak pada rambut suami beserta jenggotnya, mau mencukur kumisnya, memotong kukunya, maka tidak lain kecuali Allah akan memberinya minuman arak dari surga yang masih murni, minuman dari bengawan surga, meringankan ketika sakaratul maut, dia akan merasakan bahwa kuburnya seperti taman surga, Allah mencatatnya sebagai orang yang selamat dari neraka dan dipermudah di saat melewati Shirath di hari kiamat kelak." (dinukil dari Syarh ′Uqud al Lujjain fi Bayaani Khuquuqi Az Zawjain karya Syaikh Nawawi al-Bantani)

Selengkapnya
Jika Kalian Sedang Marah, Maka Mandilah/Berwudhulah!

Jika Kalian Sedang Marah, Maka Mandilah/Berwudhulah!

orang marah
ilustrasi marah via pixabay 

Suatu ketika, Muawiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Dinasti Umayyah) berdiri di atas mimbarnya setelah ia menunda sebagian pemberian harta kepada beberapa orang Muslim hingga dua bulan ke depan. Ia berkata, "Dengarkanlah dan taatilah perkataanku!"

Maka Abu Muslim Al-Khulani berdiri mendekat untuk mengkritiknya sehubungan dengan tindakan Muawiyah yang salah itu. Abu Muslim berkata, "Kami tidak wajib mendengarkan dan menaatimu, hai Muawiyah!".

Muawiyah kemudian menanyakan alasannya, "Mengapa, wahai Abu Muslim?"

Abu Muslim berkata, "Hai Muawiyah, bagaimana mungkin engkau menghentikan (menunda) pemberian, sedangkan harta yang diberikan bukan hasil jerih payahmu, bukan hasil jerih payah ayah dan ibumu. Mengapa engkau menahannya begitu lama?"

Mendengar jawaban Abu Muslim, Muawiyah pun tampak menahan emosi. Tanda kemarahan jelas tersirat di wajahnya. Namun sebelum ia melampiaskan amarahnya, buru-buru ia lekas turun dari mimbar dan mengatakan kepada yang hadir agar mereka tetap di tempatnya masing-masing. Untuk sesaat Muawiyah menghilang dan tidak tampak kemana perginya.

Beberapa saat kemudian ia pun muncul kembali seraya berkata, "Abu Muslim telah mengatakan sesuatu yang membuatku marah, sedangkan aku mendengar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

إن الغضب من الشيطان وإن الشيطان خلق من النار وإنماتطفأ النار بالماء فإذاغضب أحدكم فليغتسل

'Sesungguhnya marah itu dari syetan, sedangkan syetan itu dibuat dari api, dan api hanya dapat dipadamkan dengan air. Maka jika salah seorang di antara kamu marah, mandilah!' 

Kemudian aku pulang dan masuk ke rumah untuk mandi. Benar apa yang dikatakan oleh Abu Muslim bahwa harta yang diberikan itu bukan hasil kerja kerasku dan bukan pula hasil kerja keras ayahku. Maka dari itu, marilah dan ambillah pemberian untuk kalian." 

Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam Hilyat al-Auliya', sedangkan kisahnya disebutkan oleh Al-Ghazali dalam kitab Ihya'-nya, V: 70. Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dari Athiyyah dengan redaksi akhir kalimat "falyatawadhdha', artinya: maka berwudhulah!".
 
Selengkapnya
Kisah Seorang Kyai dan Macan Pembawa Kayu

Kisah Seorang Kyai dan Macan Pembawa Kayu

kyai dan macan alias harimau

Alkisah pada zaman dahulu, ada seorang kiyai mempunyai saudara laki-laki yang shalih. Setahun sekali, saudaranya itu selalu datang berkunjung untuk bersilaturrahim dengan kyai tersebut. Pada suatu hari, tibalah saatnya bagi saudara shalih itu untuk mengunjungi rumah sang kyai, saudaranya. Setelah sampai di depan rumah dan berucap salam, istri kyai menyambutnya sambil bertanya, "Siapakah saudara ini?"

Saudara kyai yang shalih itu menjawab, "Saya adalah saudara suamimu, hendak perlu bersilaturrahim dengannya".

Istri kyai itu kemudian menimpalinya, "Dia tidak ada di rumah. Dia pergi ke hutan sedang mencari kayu. Saya doakan semoga dia tidak akan kembali lagi". Tidak hanya itu saja, istri kyai tersebut juga masih mengucapkan kata-kata jelek lainnya tentang suaminya yang tidak pantas untuk diucapkan. 

Tidak berapa lama kemudian, sang kyai datang dari hutan dengan menggiring seekor macan yang menggendong kayu-kayunya. Setelah sampai di depan rumah, kayu-kayu itu pun diturunkan dari punggung si macan. Pak kyai kemudian melepas kepergian si macan untuk kembali ke hutan seraya berkata, "Pergilah engkau sekarang, mudah-mudahan Allah memberi keberkahan kepadamu". 

Melihat saudaranya telah menunggu di depan rumahnya, pak kyai pun mempersilahkannya untuk masuk. Keduanya saling melepaskan kangen dengan saling bertukar kabar mengenai kehidupan masing-masing. Kyai juga mendoakan agar kehidupan saudaranya itu selalu dalam keadaan selamat dan bahagia. Diajaknya pula saudaranya itu untuk makan bersama-sama di rumah kyai tersebut. 

Setelah mengobrol lama dan telah selesai urusannya, saudara yang shalih itu pun minta diri hendak pamit pulang. Dengan penuh keheranan, saudaranya itu juga menyampaikan rasa kagumnya terhadap kyai atas kesabarannya dalam menghadapi istrinya yang berakhlak buruk lagi kotor perkataannya. Maka pulanglah saudara shalih itu. 

Waktu terus berjalan hingga pada tahun berikutnya, saudaranya itu pun datang berkunjung lagi ke rumahnya. Sambil mengetuk pintu, saudara shalih itu mengucapkan salam kepada orang di rumah. Tidak lama kemudian istri kyai keluar menyambutnya sembari bertanya, "Siapakah saudara"? 

Saudara kyai yang shalih itu menjawab, "Saya saudara suamimu, hendak bertemu dengannya". Rupanya istri kyai yang menyambutnya itu bukan istri yang dahulu sehingga ia tidak mengetahui siapa dirinya. 

Istri kyai menyambut kedatangan saudara suaminya itu seraya berkata, "Selamat datang wahai saudaraku". Selanjutnya istri kyai itu memuji suaminya dan mendoakan kepadanya dan juga kepada saudaranya itu dengan harapan agar tetap diberi keselamatan dan senantiasa hidup diliputi kebahagiaan. Tidak lupa istri kyai juga mempersilahkan tamunya untuk duduk sambil menunggu kedatangan suaminya. 

Tidak lama kemudian, pak kyai pulang dari hutan dengan membawa seonggok kayu di punggungnya. Ia menggendong sendiri kayu-kayu tersebut tanpa ditemani macan yang dahulu membantu membawakannya. Setelah meletakkan kayu dan membersihkan diri, pak kyai mengajak saudaranya itu untuk makan bersama. 

Setelah bercengkerama panjang lebar, tamu (saudaranya) itu pun pamit hendak pulang. Namun sebelum pulang, saudaranya itu bertanya kepada kyai tentang caranya membawa kayu. Saudaranya itu heran mengapa kali ini dia tidak membawa macan untuk menggendong kayu-kayunya seperti dulu. Mendengar pertanyaan saudaranya itu, sang kyai kemudian menjawab:

"Ketahuilah saudaraku, istriku yang dulu sangat buruk perkataannya dan aku sabar menghadapinya. Maka Allah menundukkan seekor macan untukku. Macan yang dahulu membantuku adalah anugerah dari Allah atas kesabaranku terhadap kejelekkan akhlak isteri ku. Setelah istriku yang dahulu telah wafat, sekarang aku menikahi wanita shalihah ini dan aku merasa tenteram bersamanya. Oleh karenanya, Allah tidak lagi mengutus macan untuk membantuku. Maka sekarang aku harus membawa sendiri kayu-kayu itu di punggungku. Sebab aku telah beristri wanita shalihah ini". (kisah dinukil dari Syarh ′Uqud al Lujjain fi Bayaani Khuquuqi Az Zawjain karya Syaikh Nawawi al-Bantani)

Selengkapnya
Kisah Para Salafuna Shalih Yang Kecanduan (Gemar) Membaca

Kisah Para Salafuna Shalih Yang Kecanduan (Gemar) Membaca

Imam Ahmad pernah berkata, "Kebutuhan manusia terhadap ilmu pengetahuan itu porsinya lebih besar daripada makan dan minum, karena orang membutuhkan makan dan minum dalam sehari hanya sekali atau sampai tiga kali. Akan tetapi kebutuhan terhadap ilmu adalah sebanyak bilangan tarikan napasnya" (Tahdzib Madarij ash-Shalihin

santri membaca kitab kuning
ilustrasi via islami.co

Ada banyak cara bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhannya akan ilmu pengetahuan. Salah satu di antaranya yaitu dengan membaca. Pada dasarnya, kegiatan membaca dapat membantu seseorang menjadi lebih baik. Membaca juga merupakan salah satu cara terbaik untuk memanfaatkan waktu. Semakin rajin membaca, meneliti, dan mengasah, maka seseorang akan semakin banyak memiliki ilmu untuk diamalkannya.

Dengan terus membaca dan menelaaah isi berbagai macam buku atau kitab, maka akan memberikan kepada seseorang suatu kemampuan untuk menganalisa dan mengemukakan pendapatnya secara benar, dan apabila ia mengkritik suatu masalah maka dilakukannya dengan kacamata dan bahasa ilmu pengetahuan. Bahkan membaca juga dapat membuat seseorang menjadi lebih sehat, terutama secara mental. 

Tidak hanya itu saja, seseorang yang banyak membaca dan menelaah bermacam-macam buku, maka masyarakat akan melihatnya dengan pandangan kewibawaan dan kehormatan. Kiranya para Ulama Salaf juga tidak akan sampai pada tingkat kharisma dan kedudukan serta kepribadian yang sedemikian itu andaikata mereka tidak memiliki ilmu dan minat baca yang tinggi.

Berkaitan dengan hal tersebut, pada artikel kali ini saya akan berbagi cuplikan kisah dari para Salafuna Shalih yang gemar membaca sebagaimana dikutip dari buku Efisiensi Waktu Konsep Islam (Al Waqt 'Amaar au Damaar) karya Jasiem M. Badr al-Muthawi. Semoga menginspirasi. 

1. Ibnul Mubarak: Berteman dengan Para Sahabat


Ibnul Mubarak adalah termasuk generasi ketiga setelah Rasulullah SAW (atba' at-tabi'in). Meski demikian, beliau selalu menyempatkan diri untuk 'duduk' bersama para sahabat Rasul dengan memahami ucapan-ucapan dan riwayat-riwayat mereka. Pernah suatu ketika murid-murid beliau gelisah karena beberapa hari tidak menemukan kehadiran sang guru. Ketika berjumpa, mereka pun bertanya, "Mengapa Tuan tidak duduk mengajar kami?". Ibnul Mubarak menjawab, "Aku pergi untuk berteman dengan para sahabat dan tabi'in". Ibnul Mubarak berkata demikian sambil memberi isyarat bahwa beliau membaca kitab-kitab mereka. 

2. Al-Anbari: Sakit karena Banyak Membaca


Alkisah, seorang tabib didatangkan untuk mengobati Abu Bakar al-Anbari ketika sakitnya sudah teramat parah. Sang tabib kemudian memeriksa urine (air kencing) nya seraya berkata, "Anda telah melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh siapa pun, sebenarnya apa yang telah anda lakukan?". Al-Anbari menjawab, "Aku membaca setiap pekan sebanyak sepuluh ribu lembar". Benar-benar suatu peristiwa langka dan menakjubkan dari orang yang gemar membaca. Bahkan karena sakit itulah yang mengantarkannya pada kematian. 

3. Az-Zubairi: Tetap Membaca Meski Kitabnya telah Dirusak Tikus


Mus'ab az-Zubairi adalah orang yang memiliki kegemaran membaca. Suatu ketika, beliau bercerita bahwa Yahya bin Zakariya telah mewasiatkan kepadanya kitab-kitab milik Sulaiman bin Bilal. Berada di kediamannya, seiring waktu kitab-kitab tersebut rusak dan telah dikotori (dikencingi) oleh tikus. Meski begitu, Az-Zubairi tetap membacanya untuk ditelaahnya. Az-Zubairi berkata, "Aku membaca tulisan-tulisan yang masih jelas dan kutinggalkan tulisan yang tidak terlihat (pudar).

4. Abu Dawud: Memikirkan Kitab-Kitabnya Sekalipun Sedang Menjahit Baju


Imam Abu Dawud memang dikenal sangat kecanduan membaca, sampai-sampai baju yang dikenakannya pun didesain khusus untuk mendukung kegemarannya tersebut. Beliau biasa membawa dan meletakkan kitabnya pada lengan baju yang memang sengaja dijahit longgar. Ibnu Dasah menceritakan, "Baju Imam Abu Dawud ada yang berlengan longgar dan ada yang sempit. Ketika ditanyakan alasannya, Imam Abu Dawud menjawab, "Lengan yang longgar sebagai tempat menyimpan kitab dan yang sempit tidak memiliki kegunaan". 

5. Pengakuan Istri Az-Zuhri: Mengeluh karena Suami Banyak Membaca


Istri Imam Az-Zuhri berkata, "Demi Allah, sesungguhnya kitab-kitab ini sangat menyakitkanku sebagai seorang istri, melebihi sakit hatiku bila dimadu dengan tiga orang istri". Pengakuan ini terjadi karena sang istri melihat sang suami terus menerus membaca buku-bukunya. Kecintaan Az-Zuhri terhadap buku-buku bacaan dan penelaahannya tersebut telah mengantarkan beliau sebagai salah seorang fuqaha (ahli fiqih) dan muhadditsin (ahli hadits) serta salah seorang tokoh Ulama di Madinah al Munawwarah.

6. Ishaq al-Muradi: Sibuk Membaca Hingga di Keheningan Malam


Syaikh Abdul Adzim bercerita, "Belum pernah aku melihat dan mendengar orang yang lebih banyak kesibukannya melebihi Ishaq al-Muradi. Beliau senantiasa terbenam dalam kesibukannya sepanjang siang hingga larut malam. Aku bertetangga dengannya dan rumah beliau dibangun setelah dua belas tahun rumahku berdiri. Setiap kali aku terjaga di keheningan malam, selalu terbias sinar lentera dari dalam rumahnya, dan beliau sedang sibuk dengan pencarian ilmu. Bahkan sewaktu makan pun diselinginya dengan membaca kitab-kitab". 

7. Ibnu Qayyim al-Jauziyah: Selalu Lapar Untuk Menelaah Kitab-Kitab


Ibnu Qayyim pernah mengisahkan tentang dirinya, "Aku tidak pernah merasa kenyang menelaah kitab-kitab. Apabila aku melihat sebuah buku yang tidak pernah kulihat sebelumnya, maka seolah-olah aku menemukan harta karun. Aku telah menelaah lebih dari dua puluh ribu jilid, dan masih tetap mencari kitab-kitab lain untuk kutelaah. Dengan mengkaji kitab-kitab para Ulama, maka aku dapat mengambil faedah berupa pengenalan terhadap biografi para salaf, tingkat ketinggian semangat mereka, kemampuan hafalan, serta tradisi di kalangan mereka dan juga untuk mengetahui berbagai ilmu yang tidak diperoleh orang yang enggan membaca".

Selengkapnya
Kisah Khalifah Umar Dimarahi Sang Istri

Kisah Khalifah Umar Dimarahi Sang Istri

Hidup memang tidak selamanya berjalan mulus. Begitu pula dalam kehidupan berumah tangga. Kehidupan setelah menikah tidaklah selalu berjalan indah, bahkan tidak jarang diwarnai dengan berbagai masalah yang menguji komitmen pasangan suami-istri. Tidak sedikit pula diwarnai riak-riak ombak yang sesekali datang untuk menguji kokohnya bahtera rumah tangga yang sedang mengarungi luasnya samudra kehidupan. 

riak dalam rumah tangga
ilustrasi

Keniscayaan tersebut memang sesuatu yang tidak dapat diprediksi kemunculannya. Meski begitu, setiap masalah dalam rumah tangga hendaknya bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Oleh karenanya, diperlukan kedewasaan dan kebijaksanaan masing-masing pihak agar setiap masalah yang muncul dapat teratasi dengan baik. Berkenaan dengan hal tersebut, ada sebuah kisah menarik dari Khalifah Umar bin Khattab yang saya nukil dari kitab 'Uqud al-Lujain karya Syekh Nawawi al-Bantani. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah berikut ini. 

Pada suatu hari, datanglah seorang laki-laki ke kediaman khalifah Umar bin Khattab untuk mengadukan tentang masalah akhlak istrinya. Sebelum laki-laki tersebut masuk ke dalam rumah sang khalifah, dia berhenti di depan pintu. Hal itu ia lakukan karena ketika itu ia mendengar istri khalifah Umar sedang bicara keras memarahinya (Umar). Tetapi mendapat perlakuan seperti itu dari istrinya, Umar tidak membalas bicara.

Mendapati keadaan demikian, laki-laki tersebut pun tidak jadi masuk dan memutuskan untuk pulang. Saat hendak jalan pulang, laki-laki itu berkata dalam hatinya, "Jika keadaan Umar saja begini, lantas bagaimana dengan keadaanku ini?"

Tidak lama kemudian, Umar pun keluar dan melihat laki-laki tersebut yang tengah dalam perjalanan pulang. Umar pun memanggilnya dan bertanya kepadanya, "Apa keperluanmu datang kemari?"

Laki-laki tersebut menjawab, "Hai Amirul Mukminin, aku datang kemari hendak mengadukan masalah istriku. Dia sering memarahiku. Tetapi sesampainya di sini, aku pun mendengar istri tuan juga sedang memarahi tuan. Maka aku memutuskan untuk pulang saja. Aku jadi bertanya-tanya, kalau begini keadaan tuan, lalu bagaimana dengan aku sekarang ini? ".

Mendengar penuturan laki-laki tersebut, khalifah Umar kemudian berkata, "Wahai saudaraku, aku menahan bicara dan tidak balas memarahi istriku karena aku tahu bahwa hak-hak istriku sebagai wanita itu banyak sekali yang harus aku penuhi. Padahal dia sudah memasak makanan untukku, mencucikan pakaianku, serta mengasuh anak-anakku. Itu semua bukan kewajibannya, namun tetap dia lakukan. Dan aku merasa tentram dengan adanya dia di sampingku".

Laki-laki itu kemudian berkata, "istriku juga demikian tuan". Khalifah Umar lantas berpesan, "Tahanlah marahmu! Sesungguhnya yang demikian itu tidak lama".

Dari cerita di atas, dapat diambil hikmah bahwa seorang suami haruslah mampu menempatkan diri dengan sebaik-baiknya. Seorang suami hendaknya mampu bertindak sebagai teladan, pendidik dan pembimbing yang bijaksana bagi istrinya. Selain kewajiban memberi nafkah kepada istri menurut kemampuannya, seorang suami juga harus bersabar jika istrinya menyakitkan hati. Jelaslah bahwa tugas seorang suami adalah berbuat dan memperlakukan istrinya dengan baik, di samping dia juga berkewajiban atas pangan dan sandang bagi keluarganya. 

Pada umumnya, kaum wanita adalah orang yang lemah akal serta agamanya, sehingga suami harus menyayanginya dengan membiasakan bergaul dengan baik terhadap dirinya. Ketahuilah bahwa seorang suami itu dituntut untuk menasehati, mengasihi, dan menyayangi istri. Sebagaimana disebutkan dalam hadits: "Mudah-mudahan Allah mengasihi suami yang berkata, 'Hai keluargaku, peliharalah shalatmu, puasamu, dan zakatmu. Belas-kasihilah orang miskin, anak yatim, serta peliharalah tetanggamu. Mudah-mudahan Allah mengumpulkan kamu semua bersama mereka di surga kelak'".

Selengkapnya
Keajaiban Membaca Basmalah

Keajaiban Membaca Basmalah

Kiranya semua sudah tahu akan keutamaan membaca basmalah bagi setiap muslim. Banyak keutamaan yang bisa kita dapatkan jika membaca kalimat tersebut. Rasulullah SAW juga senantiasa menganjurkan kepada umatnya untuk membaca basmalah dalam mengawali setiap perbuatan atau aktivitas sehari-hari. Beliau pernah bersabda, "Setiap perkara baik yang tidak diawali dengan membaca bismillahirrahmanirrahim, maka akan terputus berkahnya"

basmalah

Terkait hal ini, Syaikh Nawawi al-Bantani juga pernah mengatakan, "Ketahuilah bahwa Basmalah itu banyak berkahnya. Barang siapa yang selalu ingat dan memulai suatu pekerjaan dengan membaca basmalah, niscaya akan berhasil dengan baik. Dan barang siapa yang membiasakan membaca basmalah, niscaya akan memperoleh berkah serta semua kebutuhannya akan dikabulkan Allah SWT".

Dikatakan bahwasanya kitab (shuhuf) yang diturunkan ke bumi ini ada sebanyak 104 buah. 60 buah diturunkan kepada Nabi Syits, 30 kepada Nabi Ibrahim, dan 10 kepada Nabi Musa yakni sebelum diturunkannya kitab Taurat. Kemudian ditambah 4 kitab lagi yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al Qur'an sehingga jumlahnya genap menjadi 104 buah.

Keterangan-keterangan yang ada dalam semua kitab tersebut seluruhnya termaktub di dalam Al Qur'an, intisarinya terkumpul dalam surah Al-Fatihah. Kemudian, keterangan-keterangan yang ada dalam Al-Fatihah itu intisarinya ada di dalam basmalah (ayat pertama). Dan pada kalimat basmalah, intisarinya terdapat pada huruf Ba' nya.

Dikisahkan ada seorang alim sedang diuji dengan sakit yang menimpanya. Sakitnya itu terlampau parah sampai-sampai dokter tidak sanggup lagi untuk mengobatinya. Pada suatu hari, orang alim tersebut ingin beribadah yang dapat menyebabkan sakitnya menjadi sembuh. Kemudian, ia membaca basmalah sebanyak-banyaknya. Berkah bacaan basmalah tersebut, ternyata Allah memberikan kesembuhan kepadanya. 

Dikisahkan lagi, ada seorang wanita shalih mempunyai suami yang munafiq. Dalam setiap ucapan dan perbuatannya, sang wanita tersebut selalu memulainya dengan membaca basmalah. Suatu ketika, sang suami berniat untuk mengerjainya seraya berkata dalam hati, "Aku akan melakukan sesuatu agar dia malu". Lantas pada suatu hari suaminya menyerahkan sebuah kantong berisi sesuatu yang belum diketahui istrinya. Suami itu berkata, "Simpanlah kantong ini dengan baik".

Sang wanita (istrinya) pun menyimpan kantong tersebut dengan baik dan tertutup. Namun sang suami ternyata diam-diam mengetahui dimana istrinya menyimpan kantong tersebut. Ketika istrinya sedang terlena, si suami mengambil kantong tersebut dari tempat penyimpanannya dan membuangnya ke dalam sumur. Setelah menjalankan aksinya itu, kemudian dia pura-pura meminta kepada istrinya untuk mengambilkan kantong yang telah disimpannya. 

Mendengar permintaan suaminya, wanita tersebut kemudian pergi ke tempat dimana ia menyimpannya semula dengan membaca basmalah (Bismillaahirrahmaanirrahiim). Pada saat itulah, Allah kemudian mengutus Malaikat Jibril agar dengan segera turun untuk mengembalikan kantong yang ada dalam sumur itu ke tempatnya semula. 

Sesampainya di tempat yang dituju, ternyata kantong itu masih utuh di tempatnya. Maka wanita itu pun mengambilnya dan kantong tersebut diserahkan kepada suaminya. Melihat hal itu, suaminya terkejut dengan keajaiban tersebut. Pada akhirnya, sang suami kemudian memutuskan bertaubat kepada Allah atas kemunafikannya.

Selengkapnya
Kisah Wanita Yang Berbicara Menggunakan Ayat-Ayat Al-Qur'an

Kisah Wanita Yang Berbicara Menggunakan Ayat-Ayat Al-Qur'an

wanita naik unta
ilustrasi 


Pernahkah anda mendengarkan kisah tentang seorang wanita yang berbicara atau berkata-kata dengan ayat-ayat Al Qur'an?. Nah, kisah hikmah kali ini akan mengetengahkan sebuah kisah yang diceritakan oleh seorang Ulama Sufi bernama Abdullah al-Wasithi. Beliau bercerita: 


Pada suatu hari, aku melihat seorang wanita di tanah Arafah sedang membaca ayat:

مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ   وَمَنْ يُضْلِلْ اللهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ 

Setelah aku pahami, aku pun tahu kalau ternyata wanita itu sedang tersesat jalan. Maka aku pun tanyakan kepadanya, "Hai wanita, dari mana engkau datang?" 

Dia menjawab:

سُبْحٰنَ الَّذِىٓ أَسْرٰى بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا

(maksudnya, dia datang dari Muqaddas/ Palestina). Lalu kutanyakan lagi, "Ada keperluan apa engkau datang kemari?" 

Dia menjawab:
 
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا 

(maksudnya, dia hendak melaksanakan ibadah haji). Aku pun bertanya, "Apakah engkau tidak punya suami?" 

Jawabnya:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ

(tidak perlu tanya apa yang tidak perlu diketahui). 

Merasa kasihan kepadanya, aku pun menawarkan kepadanya untuk menaiki untaku, "Apakah engkau bersedia naik untaku?" 

Dia menjawab:

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّه

Dia pun bersedia naik kendaraan unta milikku. Ketika sedang menaiki unta, dia berkata:

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا۟ مِنْ أَبْصَٰرِهِمْ 

(orang mukmin hendaknya menjaga pandangannya). Mendengar perkataannya, maka aku pun berpaling dan tidak memandangnya. Ketika dia sudah di atas punggung unta, aku kembali bertanya, "Siapa namamu?" 

Dia menjawab:

وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ مَرْيَمَۘ

(dia bernama Maryam). Aku bertanya lagi, "Apakah engkau punya anak?". 

Jawabnya:

وَوَصّٰى بِهَآ إِبْرٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوب

Akhirnya aku tahu bahwa dia mempunyai beberapa orang anak, "Siapa nama mereka?", tanyaku lagi. 

Dia menjawab:

وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسٰى تَكْلِيما   وَاتَّخَذَ اللَّهُ إِبْرٰهِيمَ خَلِيلا    يٰدَاوُ ۥ دُ إِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيفَةً فِى الْأَرْض

(anak-anaknya bernama Musa, Ibrahim, dan Dawud). Aku kembali bertanya, "Lantas dimana aku harus mencari mereka?". 

Jawabnya:

وَعَلٰمٰتٍ  ۚ  وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ

(bahwa tempatnya nanti dapat ditunjukkan oleh rombongan penunggang unta). Aku bertanya lagi, "Hai Maryam, apakah engkau tidak ingin makan?" 

Dia menjawab:

إِنِّى نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْمًا

(ternyata dia sedang bernadzar puasa). 

Setelah pencarian berakhir, sampailah kami di tempat anak-anaknya berada. Melihat kedatangan ibunya, mereka (anak-anaknya) pun spontan menangis. Lalu ibunya berkata:
 
فَابْعَثُوٓا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هٰذِهِۦٓ إِلَى الْمَدِينَة

Setelah bertemu dengan anak-anaknya, aku pun bertanya kepada mereka tentang perihal ibu mereka. Anak-anaknya menjawab, "Beliau telah tersesat selama tiga hari di Makkah dan waktu itu beliau bernadzar untuk tidak bicara dengan siapa pun kecuali dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an". 

Tidak beberapa lama kemudian, anak-anaknya menangis lagi. Setelah kutanya alasannya, mereka menjawab, "Sesungguhnya beliau (ibu kami) telah mendekati ajal". 

Maka aku pun bergegas masuk ke rumah untuk menengoknya. Dia (sang ibu) berkata:

وَجَآءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَق

(sakaratul maut telah tiba dengan haq). 

Beberapa hari kemudian setelah wanita tersebut meninggal, aku berjumpa dengannya dalam mimpi. Aku bertanya kepadanya, "Dimanakah engkau sekarang tinggal?" 

Dia menjawab:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِى جَنّٰتٍ وَنَهَرٍ    فِى مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُّقْتَدِرٍۢ

Itulah kisah seorang wanita yang berkata-kata dengan menggunakan kalimah dari Al-Qur'an. Meski tersesat dan mendapatkan bantuan dari orang lain, wanita tersebut juga senantiasa menjaga dirinya dari pandangan pria lain. Pada akhirnya, wanita itu pun mendapatkan tempatnya di surga dengan penuh rahmat dan kesejahteraan. Wallahu A'lam. (kisah dinukil dari kitab 'Uqud al-Lujain karya Syekh Nawawi al-Bantani)

Selengkapnya
Beratnya Sebuah Perjuangan dan Harapan Yang Akan Selalu Ada

Beratnya Sebuah Perjuangan dan Harapan Yang Akan Selalu Ada

suatu tempat di Arab
ilustrasi via istockphoto  


Pada suatu hari, Aisyah RA bertanya kepada Rasulullah SAW (suaminya) tentang pengalamannya dalam berdakwah, "Pernahkah datang kepada engkau hari yang lebih berat daripada penderitaan engkau pada waktu peristiwa perang Uhud?"

Rasulullah SAW menjawab, "Saya telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Dan penganiayaan terberat yang pernah saya rasakan adalah ketika saya mendatangi kampung aqabah dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal (salah seorang pembesar di Thaif). Ia sama sekali tidak menanggapi saya, sehingga akhirnya saya pun pergi dengan perasaan sedih". Beberapa riwayat bahkan menyebutkan bahwa wajah Rasulullah SAW sampai berdarah karena dilempari batu oleh penduduk Thaif. 

Rasulullah melanjutkan, "Ketika saya berhenti di Qarnul Tsa’alib dan menengadah ke langit, saya melihat awan berada di atasku. Tiba-tiba Malaikat Jibril datang memanggil saya dan berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengetahui tindakan kaummu. Dan sekarang Dia telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk melaksanakan perintahmu".

Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga gunung itu memberi salam kepada Rasulullah SAW seraya berkata, "Wahai Muhammad, Allah telah mendengar ucapan kaum yang mendustakanmu. Dan kini saya sebagai penjaga gunung diperintahkan oleh Allah untuk menuruti segala kehendakmu. Jika kamu menghendaki agar saya menimpakan dua bukit besar ini kepada mereka, tentu saya akan melaksanakannya". 

Mendengar tawaran dari Malaikat penjaga gunung tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tidak, Karena saya masih mengharapkan semoga Allah menjadikan keturunan mereka termasuk dalam orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT dan tidak berperilaku syirik". Sembari berdoa, Rasulullah berharap mudah-mudahan Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka (keturunan) yang menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun (HR Bukhari Muslim). 

Seperti tergambar dalam kisah di atas, sejarah awal perjuangan dakwah Rasulullah SAW memang tidaklah mudah. Butuh proses panjang bagi Rasul untuk mengubah masyarakat Arab yang jahiliyyah menjadi masyarakat yang berperadaban (mutamaddin) dan dinaungi cahaya keislaman. Berbagai perlakuan buruk bahkan sampai penganiayaan fisik dari kaumnya beliau terima dengan lapang dada demi keberlangsungan perjuangan dakwah Islam untuk menggapai ridha Allah SWT. 

Memang berat perjuangan Rasulullah SAW ketika awal-awal beliau berdakwah. Waktu 13 tahun ketika beliau masih berada di Makkah seakan belum cukup untuk melakukan perubahan yang cukup signifikan. Bahkan setelah Rasulullah SAW meninggalkan Makkah dan hijrah menuju Madinah, masyarakat kuffar Makkah justru semakin memusuhi beliau dan Umat Islam. Hal ini terlihat dari meletusnya beberapa peperangan seperti perang Badar, Uhud, dan perang-perang yang lain. 

Meski begitu, perjuangan Rasulullah yang panjang ini bukan berarti beliau gagal dalam mengemban misi risalah. Akan tetapi semua itu memberikan pelajaran kepada kita bahwa Rasulullah SAW pun ternyata melewati berbagai rintangan berat sebelum akhirnya beliau mendapatkan kesuksesan dalam berdakwah dan membawa perubahan positif bagi masyarakat Arab. Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada kita umatnya agar tidak mudah menyerah dalam menghadapi segala macam halangan dan rintangan.

Dalam melalui beratnya cobaan, Rasulullah SAW senantiasa menghadapinya dengan penuh ridha, sabar, ikhlas, serta tidak pernah berputus asa. Semua cobaan dihadapinya meski harus dilalui lewat pengorbanan dan rasa sakit yang mendera. Bahkan ketika beliau diberi kuasa untuk menghukum kaumnya yang ingkar dan berlaku buruk itu, ternyata beliau lebih memilih mendoakannya ketimbang memintakan azab untuk mereka sebagaimana dilakukan oleh Nabi-Nabi sebelum beliau. 

Demikianlah kisah hikmah kali ini. Inti pesan yang dapat kita ambil dari kisah di atas kurang lebih yaitu: "Jangan harap sebuah perjuangan itu akan cepat selesai dengan membawa hasil dan kemenangan, karena perjuangan itu sejatinya memerlukan ketabahan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Namun, harapan akan selalu ada bagi mereka yang percaya akan pertolongan Allah dalam setiap hasil jerih payah dari sebuah perjuangan". Wallahu A'lam.

Selengkapnya