Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia, hal ini karena Gunung Merapi terletak dalam daerah cincin api dunia. Tercatat beberapa kali letusan terjadi di gunung ini, termasuk di antaranya adalah yang terjadi pada tahun 2010 silam. Letusan Merapi menyapu sebuah desa dan menyebabkan jatuhnya banyak korban di lereng gunung merapi. Abu vulkanik juga menutupi semua daerah di Yogyakarta dan sekitarnya.
Menurut catatan, Gunung Merapi dengan ketinggiannya 2.930 mdpl mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali. Hal ini menjadikan gunung Merapi dianggap sebagai gunung yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya. Meskipun begitu, gunung Merapi justru dikelilingi oleh permukiman yang padat. Kota Yogyakarta dan Magelang adalah kota besar terdekat dari Merapi, yakni berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat permukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Sementara kawasan hutan di sekitar Merapi menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Secara geografis, gunung Merapi terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sedangkan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yang meliputi Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.
Setelah beberapa waktu menunggu momen yang tepat, akhirnya pada sabtu-ahad (16-17) Januari 2016, saya dan beberapa teman saya yaitu Kang Mukhlis, Reza, Fakhri dan Deni berkesempatan untuk mengunjungi dan melakukan pendakian di gunung Merapi ini. Berangkat dari Semarang siang hari, kami sampai di basecamp pos pendakian di Selo, Boyolali pada sore hari.
Pos pendakian Selo atau New Selo di Boyolali ini merupakan jalur pendakian yang masih aktif digunakan hingga sekarang, padahal sebelum terjadinya erupsi pada tahun 2010 silam, untuk menuju puncak merapi ada dua jalur, pertama New Selo dan kedua jalur Kaliangkrik di Sleman Yogyakarta. Namun jalur Kaliangkrik sudah tidak aktif pasca erupsi 2010 yang menyebabkan jalur tersebut ditutup total.
Setelah membayar registrasi dan retribusi parkir, kami lanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 15 menit menuju sebuah bangunan dengan tulisan besar ''NEW SELO'' yang terpampang di atas bangunan tersebut. Di sini kami sempatkan untuk shalat maghrib dan istirahat sejenak sembari mengecek perlengkapan yang hendak kami bawa. Tepat setelah maghrib akhirnya kami memulai pendakian. Pendakian menuju puncak Merapi diperkirakan memakan waktu sekitar 4 hingga 5 jam. Pada awal pendakian, kami melalui jalanan berupa semen padat yang kanan kirinya merupakan lahan perkebunan penduduk.
Setelahnya, perjalanan kemudian mulai didominasi trek tanah sedikit berbatu, sementara di kiri kanan jalan banyak dijumpai pohon-pohon seperti cemara dan pohon pinus. Sekitar 1 jam lebih kami berjalan, akhirnya kami sampai di pos 1. Dalam perjalanan menuju pos 1 ini, kami menjumpai 2 pos shelter bayangan yang biasa digunakan untuk beristirahat para pendaki. Di 2 pos bayangan ini kami juga sempatkan beristirahat untuk mengumpulkan tenaga.
Selepas dari pos 1, perjalanan kami lanjutkan melewati jalanan yang banyak didominasi bebatuan. Jalanan yang lumayan menanjak dengan batuan terjal dan kerikil tajam mengharuskan kami lebih berhati-hati dalam mengambil langkah. Langkah kaki harus bertumpu pada batuan permanen, karena bebatuan rawan jatuh. Gelapnya malam juga sedikit mempengaruhi langkah kami. Beruntung pada saat itu langit lumayan cerah dengan bulan terlihat jelas meskipun bukan bulan purnama. Kami juga diuntungkan keadaan karena pada saat itu hujan tidak turun, padahal sebetulnya kami mendaki pada saat musim hujan, bahkan dalam perjalanan motor menuju Selo, kami juga sempat diguyur hujan. Setelah hampir 2 jam kami berjalan, akhirnya sampailah kami di pos 2.
Setelah beristirahat sejenak di pos 2, pendakian kami lanjutkan. Trek yang kami lalui selanjutnya adalah trek bebatuan dengan jalur yang semakin menanjak. Dalam perjalanan ini kami juga menjumpai batu-batuan besar, bahkan ada di antaranya yang berdiri menjulang di areal jalur pendakian. Sekitar 1 jam perjalanan, kami sampai di areal berupa trek kerikil dengan jalan yang tidak terlalu menanjak. Tidak begitu jauh dari sini akhirnya kami sampai di areal luas yang disebut Pasar Bubrah.
Pasar bubrah adalah suatu areal luas yang berada tepat di kaki puncak Gunung Merapi. Lokasinya berupa tanah berpasir dan tandus. Batuan agak besar dan kerikil juga ditemukan di areal ini. Pasir dan batuan ini merupakan hasil muntahan gunung merapi ketika terjadi erupsi beberapa waktu yang lalu. Kawasan pasar bubrah ini juga ditandai dengan monumen dan papan peringatan batas pendakian.
Kami sampai di pasar bubrah ini sekitar pukul 11 malam. Ketika kami sampai, di tempat ini sudah banyak pendaki-pendaki lain yang lebih dulu datang dan membuat tenda untuk beristirahat. Udara malam yang terasa sangat dingin di tempat ini, membuat kami lekas buru-buru memasang tenda untuk bermalam. Tanah yang datar kami jadikan tempat untuk mendirikan tenda. Setelah tenda terpasang, kami sempatkan memasak sarden untuk lauk nasi bekal kami yang kemudian kami makan bersama-sama. Selagi makan kami sempat berbincang dengan dua pendaki dari Rusia yang datang setelah kami. Setelah makan kami pun istirahat tidur malam.
Pagi hari sehabis shubuh, udara terasa sangat dingin, sehingga membuat beberapa pendaki masih betah berlama-lama di dalam tenda, termasuk beberapa teman saya. Saya dan teman saya Deni yang sudah bangun, memutuskan keluar tenda untuk melihat-lihat lokasi di sekitar pasar bubrah ini. Kami sempat menyaksikan indahnya sunrise matahari pagi yang terlihat muncul dari balik bukit yang ada di sebelah kanan puncak merapi. Dari kejauhan juga tampak gunung-gunung lain, termasuk Gunung Merbabu yang berdiri gagah bersebelahan dengan gunung merapi ini.
Menjelang pukul 6 pagi, kami segera membangunkan teman-teman kami yang masih tiđur. Pagi hari itu, suasana di pasar bubrah tampak sangat ramai. Saking ramainya, selain banyaknya pendaki lokal, kami juga sempat menjumpai beberapa pendaki asing seperti dari Eropa ataupun Asia seperti wajah orang Jepang di pasar bubrah ini. Sembari menunggu persiapan hendak naik ke puncak, kami sempat meminta bantuan seorang pendaki lain untuk mengambil gambar kami berlima. Kami juga sempat mengobrol agak lama dengan pendaki tersebut, yang belakangan diketahui dia adalah guide dari dua pendaki Rusia yang mengajak kami berbincang tadi malam.
Setelahnya, perjalanan kemudian mulai didominasi trek tanah sedikit berbatu, sementara di kiri kanan jalan banyak dijumpai pohon-pohon seperti cemara dan pohon pinus. Sekitar 1 jam lebih kami berjalan, akhirnya kami sampai di pos 1. Dalam perjalanan menuju pos 1 ini, kami menjumpai 2 pos shelter bayangan yang biasa digunakan untuk beristirahat para pendaki. Di 2 pos bayangan ini kami juga sempatkan beristirahat untuk mengumpulkan tenaga.
Selepas dari pos 1, perjalanan kami lanjutkan melewati jalanan yang banyak didominasi bebatuan. Jalanan yang lumayan menanjak dengan batuan terjal dan kerikil tajam mengharuskan kami lebih berhati-hati dalam mengambil langkah. Langkah kaki harus bertumpu pada batuan permanen, karena bebatuan rawan jatuh. Gelapnya malam juga sedikit mempengaruhi langkah kami. Beruntung pada saat itu langit lumayan cerah dengan bulan terlihat jelas meskipun bukan bulan purnama. Kami juga diuntungkan keadaan karena pada saat itu hujan tidak turun, padahal sebetulnya kami mendaki pada saat musim hujan, bahkan dalam perjalanan motor menuju Selo, kami juga sempat diguyur hujan. Setelah hampir 2 jam kami berjalan, akhirnya sampailah kami di pos 2.
Setelah beristirahat sejenak di pos 2, pendakian kami lanjutkan. Trek yang kami lalui selanjutnya adalah trek bebatuan dengan jalur yang semakin menanjak. Dalam perjalanan ini kami juga menjumpai batu-batuan besar, bahkan ada di antaranya yang berdiri menjulang di areal jalur pendakian. Sekitar 1 jam perjalanan, kami sampai di areal berupa trek kerikil dengan jalan yang tidak terlalu menanjak. Tidak begitu jauh dari sini akhirnya kami sampai di areal luas yang disebut Pasar Bubrah.
Pasar bubrah adalah suatu areal luas yang berada tepat di kaki puncak Gunung Merapi. Lokasinya berupa tanah berpasir dan tandus. Batuan agak besar dan kerikil juga ditemukan di areal ini. Pasir dan batuan ini merupakan hasil muntahan gunung merapi ketika terjadi erupsi beberapa waktu yang lalu. Kawasan pasar bubrah ini juga ditandai dengan monumen dan papan peringatan batas pendakian.
Kami sampai di pasar bubrah ini sekitar pukul 11 malam. Ketika kami sampai, di tempat ini sudah banyak pendaki-pendaki lain yang lebih dulu datang dan membuat tenda untuk beristirahat. Udara malam yang terasa sangat dingin di tempat ini, membuat kami lekas buru-buru memasang tenda untuk bermalam. Tanah yang datar kami jadikan tempat untuk mendirikan tenda. Setelah tenda terpasang, kami sempatkan memasak sarden untuk lauk nasi bekal kami yang kemudian kami makan bersama-sama. Selagi makan kami sempat berbincang dengan dua pendaki dari Rusia yang datang setelah kami. Setelah makan kami pun istirahat tidur malam.
Pagi hari sehabis shubuh, udara terasa sangat dingin, sehingga membuat beberapa pendaki masih betah berlama-lama di dalam tenda, termasuk beberapa teman saya. Saya dan teman saya Deni yang sudah bangun, memutuskan keluar tenda untuk melihat-lihat lokasi di sekitar pasar bubrah ini. Kami sempat menyaksikan indahnya sunrise matahari pagi yang terlihat muncul dari balik bukit yang ada di sebelah kanan puncak merapi. Dari kejauhan juga tampak gunung-gunung lain, termasuk Gunung Merbabu yang berdiri gagah bersebelahan dengan gunung merapi ini.
Menjelang pukul 6 pagi, kami segera membangunkan teman-teman kami yang masih tiđur. Pagi hari itu, suasana di pasar bubrah tampak sangat ramai. Saking ramainya, selain banyaknya pendaki lokal, kami juga sempat menjumpai beberapa pendaki asing seperti dari Eropa ataupun Asia seperti wajah orang Jepang di pasar bubrah ini. Sembari menunggu persiapan hendak naik ke puncak, kami sempat meminta bantuan seorang pendaki lain untuk mengambil gambar kami berlima. Kami juga sempat mengobrol agak lama dengan pendaki tersebut, yang belakangan diketahui dia adalah guide dari dua pendaki Rusia yang mengajak kami berbincang tadi malam.
Baca juga: Pendakian Gunung Sindoro Via Kledung
Sekitar pukul setengah 7, kami bersiap untuk mendaki menuju puncak merapi. Sebetulnya mendaki ke puncak merapi tidak diperkenankan dengan alasan keamanan dan keselamatan, sehingga pasar bubrah merupakan batas akhir pendakian. Hal ini juga ditandai dengan adanya papan peringatan di bawah kaki puncak merapi. Akan tetapi banyaknya pendaki yang naik membuat kami terbujuk untuk ikut mendaki sampai puncak.
Meskipun puncak Merapi terlihat jelas dari pasar bubrah, pendakian ke puncak Merapi membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan trek berpasir dan dilanjutkan trek berbatu. Trek berupa pasir-pasir halus ini akan merosot jika kami injak, sehingga membuat langkah kaki menjadi semakin berat. Selain itu kami juga kadang harus berjalan bergantian dengan pendaki-pendaki lain, baik yang hendak turun atau yang sama-sama ingin naik.
Meskipun puncak Merapi terlihat jelas dari pasar bubrah, pendakian ke puncak Merapi membutuhkan waktu sekitar 1 jam dengan trek berpasir dan dilanjutkan trek berbatu. Trek berupa pasir-pasir halus ini akan merosot jika kami injak, sehingga membuat langkah kaki menjadi semakin berat. Selain itu kami juga kadang harus berjalan bergantian dengan pendaki-pendaki lain, baik yang hendak turun atau yang sama-sama ingin naik.
Setelah jalanan berpasir, mendekati puncak, trek berubah dengan batuan-batuan terjal. Kami harus berhati-hati melewati trek ini, karena selain bisa terperosok, bebatuan juga rawan jatuh sehingga bisa membahayakan pendaki yang berada di bawahnya. Setelah berjuang keras akhirnya sampailah kami di puncak Merapi. Terlihat di samping kami bibir kawah berupa jurang yang menganga lebar menyambut kami begitu sampai di atas. Kawah Gunung Merapi yang masih aktif ini juga terlihat mengepulkan asap belerang pekat dibawah jurang sedalam ratusan meter.
Setelah hilangnya puncak tertinggi di Merapi yang disebut puncak garuda karena letusan merapi beberapa tahun silam, masih ada titik tertinggi yang masih bisa dijangkau. Tetapi karena letaknya yang berada di bibir kawah dan berbahaya, dengan alasan keselamatan kami berlima memutuskan untuk tidak sampai kesana. Meskipun begitu, hal ini tidak mengurangi kepuasan kami yang telah berhasil sampai di atas. Inilah salah satu tanda kebesaran Tuhan yang mesti kita imani. Allaahu Akbar..
Labels:
Jelajah
Thanks for reading Pendakian Gunung Merapi via New Selo, Boyolali. Please share...!
keren... bisa jadi acuan nih.. 👍
BalasHapusTerima kasih kunjungannya
Hapus