Berulang kali kita jumpai dalam berita perihal para pengungsi dari berbagai negara yang memasuki negara kita untuk mencari suaka sebagai tempat menumpang hidup. Pada umumnya mereka berdatangan dari negeri-negeri yang rawan konflik seperti Myanmar, Srilangka, Afganistan, ataupun dari kawasan negara timur tengah seperti Irak. Mereka tidak dapat dilindungi oleh negara asalnya karena mereka terpaksa meninggalkan negaranya. Karena itu, perlindungan dan bantuan kepada mereka menjadi tanggung jawab komunitas internasional.
Para pengungsi pencari suaka ini kebanyakan berstatus tanpa kewarganegaraan (Stateless) dan tidak jelas kewarganegaraannya. Hal ini disebabkan karena mereka tidak dapat membuktikan status kewarganegaraan mereka, ataupun karena tidak diakui lagi status kewarganegaraannya oleh negara asal mereka. Menurut Konvensi 1954 tentang Status Stateless Persons disebutkan bahwa: orang tanpa kewarganegaraan (stateless) adalah seseorang yang tidak dianggap sebagai warga oleh negara manapun di bawah operasi hukumnya.
Sebetulnya, orang-orang yang tidak mempunyai status kewarganegaraan dapat dijumpai di seluruh benua dan tiap negara. Di Indonesia, fenomena manusia tanpa kewarganegaraan ini banyak dijumpai sedari dulu. Banyak kisah yang menggambarkan perjuangan mereka untuk mendapatkan identitas kewarganegaraannya. Meskipun sulit mengidentifikasi jumlah dan lokasi mereka, melalui berbagai kajian penelitian dan forum diskusi dari berbagai instansi dan elemen, dapat diketahui bahwa keadaan tanpa kewarganegaraan juga dialami oleh orang-orang berikut ini:
1. Etnis Indonesia Cina yang tidak memiliki dokumen untuk membuktikan kewarganegaraan Indonesia, karena status kewarganegaraannya tercatat secara salah dalam dokumen registrasi sipil mereka dan mereka yang tidak dikenal sebagai warga negara Cina maupun Indonesia.
2. Etnis Arab dan India yang tidak memiliki dokumen untuk membuktikan kewarganegaraan mereka atau status kewarganegaraan mereka tercatat secara salah dalam dokumen registrasi sipil mereka.
3. Pekerja migran Indonesia yang kehilangan kewarganegaraannya berdasarkan Undang-undang tahun 1958 tentang ketentuan tinggal di luar negeri yang diperpanjang dan tidak dapat memperoleh kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang tahun 2006.
4. Sejumlah kecil orang Indonesia yang diasingkan keluar Indonesia karena pada saat ia terkait konflik politik di tahun 1965 dan menjadi stateless.
5. Orang lainnya yang menjadi stateless karena tergolong sebagai migrant tanpa dokumen dari Cina, yang telah lama tinggal di Indonesia. Kelompok ini bermigrasi ke Indonesia tetapi tidak memiliki kewarganegaraan Indonesia karena mereka tidak lahir di Indonesia.
Baik Kementrian Dalam Negeri maupun Kementrian Hukum dan HAM, dengan bantuan komunitas sipil di Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting untuk mengatasi masalah statelessness di Indonesia. Undang-undang Kewarganegaraan 2006 yang baru memungkinkan akuisisi atau penerimaan kewarganegaraan dan penerimaaan kembali kewarganegaraan bagi orang-orang yang stateless.
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) telah mengembangkan kerjasama dengan berbagai kementrian dan instansi pemerintah yang relevan, dengan LSM, beberapa badan PBB lainnya (UNFPA, UNICEF) dan komunitas sipil, untuk melakukan pertemuan dan diskusi individual untuk menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengidentifikasi, mengurangi dan mencegah keadaan tanpa kewarganegaraan, serta untuk memastikan perlindungan bagi orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Lebih jauh lagi, UNHCR berharap agar upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi statelessness di Indonesia dapat memfasilitasi peratifikasian Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan tanpa Kewarganegaraan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Dalam lingkup internasional, sejak tahun 2014 yang lalu UNHCR juga telah mencanangkan kampanye untuk menghentikan stateless atau warga dengan status tidak berkewarganegaraan di seluruh dunia dalam waktu 10 tahun terakhir. Pada saat ini diperkirakan terdapat sekitar 10 juta orang dengan status tidak berkewarganegaraan, tidak berkebangsaan, dan tidak memiliki paspor. Peristiwa semacam ini pastinya menyebabkan penolakan akses pelayanan kesehatan, pendidikan, dan hak-hak berpolitik.
Sementara itu anak-anak yang lahir di tempat-tempat pengungsian juga sering tidak memiliki hak mendapat status kewarganegaraan dan tidak mendapat kesempatan untuk kembali ke negara orang tua mereka untuk mendapat klaim kewarganegaraan di sana. Oleh karenanya, UNHCR ingin mengakhiri ini dengan memberikan status kewarganegaraan untuk anak-anak tanpa kewarganegaraan dan juga menawarkan pemberian status kewarganegaraan kepada etnis minoritas. Sebagaimana diketahui, etnis minoritas seperti komunitas Rohingya Birma juga tidak mendapatkan status kewarganegaraan mereka.
PBB juga berjanji untuk mengatasi masalah ini dengan mengadopsi Konvensi 1954 sehubungan dengan Status Tanpa Kewarganegaraan dan Konvensi 1961 tentang Pengurangan (warga berstatus) Tanpa Kewarganegaraan. Semoga dengan dicanangkannya semua program ini, harapan untuk bisa mengakhiri fenomena orang-orang dengan status tanpa berkewarganegaraan ini dapat berhasil.
dinukil dari berbagai sumber
Labels:
Horizon
Thanks for reading Fenomena Manusia tanpa Kewarganegaraan (Stateless). Please share...!
0 Komentar untuk "Fenomena Manusia tanpa Kewarganegaraan (Stateless)"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.