Bijaksana dalam Hidup

Bersaudara

Cukup lama saya tidak menulis di blog ini. Dewasa ini, beberapa bulan ini, kita banyak disuguhkan berbagai peristiwa yang cukup memanas di tanah air. Perselisihan dan perbedaan cara pandang dalam menyikapi segala hal yang terjadi tidak jarang membuat renggangnya hubungan antar sesama anak manusia. Saya tidak ingin membahas politik, namun saya ingin mencoba memahami mengapa perselisihan seperti ini bisa sampai terjadi di sekitar kita.

Seringkali, yang menyebabkan perselisihan dan pertikaian atau bahkan sampai terjadi peperangan di antara umat manusia adalah ketergantungan kepada ajaran-ajaran tertentu, yang mengklaim paling benar ketimbang yang lain, dan merendahkan ajaran lain yang berbeda dengan yang kita yakini. Orang-orang awam, dewasa ini sering mengklaim bahwa keyakinan mereka adalah satu-satunya yang benar dan harus diikuti. Kaum fanatik ini juga mengakui bahwa Tuhan dan kebenaran adalah hanya milik mereka.

Munculnya sekte-sekte yang berbeda, yang saling bertentangan dan meremehkan satu sama lain juga telah menyebabkan perselisihan dan perpecahan yang tiada akhir di antara umat manusia. Benih-benih perpecahan ada bahkan di dalam lingkup yang lebih luas, dalam persaudaraan. Persaudaraan sebesar apa pun, tidak akan sempurna selama masih mengandung perpecahan di antara manusianya. 

Kebanyakan orang lebih memilih berbuat sia-sia dengan memperselisihkan keyakinan, ketimbang mencari titik temunya dalam kebenaran tunggal. Padahal, jika kita memahami, kebenaran yang seperti ini adalah satu dan sama. Hanya saja ia dapat disaksikan dalam aspek yang berbeda untuk orang-orang tertentu pada saat tertentu. Orang-orang yang tidak memahami inilah yang dengan mudah menghina keyakinan orang lain, menganggap orang-orang yang tidak seiman dengannya masuk neraka dan menganggap keyakinan sendiri yang paling benar. 

Menjadi manusia yang bijaksana musti memahami hal ini. Setiap saat, setiap perbuatan, setiap pemikiran dan setiap kata harus selalu dipertimbangkan, dicerna, diukur, dan dianalisa sebelum diucapkan. Karena itu, segala sesuatu yang ia kerjakan adalah bersama dengan kebijaksanaan. Bagi seseorang yang bijaksana, dalam aspek religius ia tetap berpegang teguh dengan keyakinannya. KepadaNya lah ia menempatkan kepercayaannya. Ia juga bergantung kepada belas kasihNya untuk menghilangkan egoisme dalam dirinya.

Namun dalam kehidupan sosial, ia akan membebaskan diri dari batas-batas kebangsaan, rasial dan agama. Ia lebih memilih untuk menyatukan diri dalam persaudaraan manusia, yang bebas dari perbedaan status, kelas, keyakinan, ras, bangsa atau agama, dan menyatukan umat manusia dalam persaudaraan universal. Karena alasan inilah, seseorang yang bijaksana bisa hidup rukun dengan segala lapisan masyarakat, tanpa membeda-bedakan pandangan, latar belakang, kepercayaan, keyakinan mereka, dan bahkan agama mereka.

''Hanya ada satu persaudaraan, yakni persaudaraan manusia yang menyatukan anak-anak bumi dalam diri Tuhan'', Hazrat Inayat Khan.

Kebijaksanaan adalah pengetahuan yang dicerahkan dari dalam. Ia muncul bersamaan dengan kematangan jiwa. Semakin tinggi dan matang tingkat jiwa seseorang, semakin rendah hatilah dia. Orang yang bijaksana melihat hakikat kemanusiaan dalam diri setiap manusia, pria, wanita, ras dan bangsa. Penolakan terhadap hal-hal asing, dan fanatik pada satu hal saja yang diketahui, justru telah membuat manusia berada dalam kegelapan selama berabad-abad.

Seseorang yang bijaksana hendaknya mempunyai rasa toleransi dan tenggang rasa yang besar, dan menganggap bahwa semua keyakinan, agama, mempunyai hak untuk hidup dan memiliki kebenaran yang sama. Dia melihat semua agama dan keyakinan seperti beragam bentuk sekolah. Beberapa di antaranya mempelajari hidup lebih mendalam ketimbang yang lainnya. Dan masing-masing kelas di sekolah itu terdapat murid-murid yang aktif berperan di dalamnya.

Tugas yang mesti dipenuhi setiap manusia dalam kehidupan ini adalah hidup harmonis dengan sesama umat manusia, rukun, dan bergaul dengan mereka sebagaimana biasanya, saling menyapa dengan senyum, berbagi suka dan duka, dan berdiri di samping mereka. Jika seseorang sepanjang hidupnya bersikap seolah-olah seperti malaikat, dia tidak akan banyak mencapai prestasi, yang paling diharapkan dari manusia adalah memenuhi kewajibannya sebagai manusia.

Buah harus matang terlebih dahulu sebelum rasanya menjadi manis. Demikian juga jiwa harus telah mengalami perkembangan dalam tingkat tertentu sebelum akhirnya memperoleh kebijaksanaan. Jiwa yang telah berkembang akan semerbak harum, dan kemanisan jiwanya akan terlihat jelas, seperti bunga yang menyebarkan aroma wanginya, dan juga seperti buah yang ketika matang berubah warna dan rasanya.

Labels: Refleksi

Thanks for reading Bijaksana dalam Hidup. Please share...!

0 Komentar untuk "Bijaksana dalam Hidup"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.