Ajaran Tasawuf dalam Serat Wirid Hidayat Jati

Serat wirid

Dalam kepustakaan Islam Jawa, kitab Serat Wirid Hidayat Jati dianggap sebagai salah satu kitab induk mistik Islam Jawa yang lengkap dan padat. Kitab ini ditulis oleh R. Ng. Ronggowarsito, seorang sastrawan istana Surakarta yang sangat masyhur, bahkan mendapat gelar kehormatan sebagai pujangga penutup. Serat Wirid Hidayat Jati ini sebetulnya hanya salah satu dari sekian banyak karya Ronggowarsito. Namun Serat Wirid Hidayat Jati ini merupakan karya fenomenal dari sang pujangga jawa ini. Serat Wirid Hidayat Jati bahkan dikatakan sebagai kitab babon dari seluruh ajaran mistik Islam Jawa.

Ajaran Tasawuf dalam Serat Wirid Hidayat Jati


Dalam kajian tasawuf, apa yang ditulis Ronggowarsito dalam Serat Wirid Hidayat Jati memiliki benang merah dengan ajaran martabat tujuh yang dibawa oleh Syamsuddin al Sumatrani, seorang Ulama Sumatra yang dikenal dengan ajaran tasawufnya pada abad ke 17 sampai abad ke 18. Tidak mengherankan memang karena corak pemikiran Ronggowarsito yang tertuang dalam Serat Wirid Hidayat Jati sendiri merupakan perpaduan antara mistik Islam dengan mistik Jawa.

Dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Ronggowarsito menjabarkan berbagai ajaran Islam (tasawuf) dalam alam pikir orang jawa. Ronggowarsito dalam Serat Wirid Hidayat Jati juga mengungkapkan mengenai ajaran ketuhanan dan asal kejadian manusia melalui suatu jenjang yang dinamakan Martabat Tujuh. Ajaran Martabat Tujuh tersebut pada dasarnya adalah proses kreasi Tuhan (af'alullah) dalam menciptakan manusia. Manusia diciptakan oleh Tuhan melalui Tajalli Dzatnya, sebanyak tujuh martabat. 

Ketujuh martabat tersebut yaitu Syajaratul Yaqin, Nur Muhammad, Mir'atul Haya'i, Roh Idlafi, Kandil, Dharrah dan Kijab (Hijab). Ajaran Martabat tujuh versi Ronggowarsito ini juga ada kesamaan dengan ajaran martabat tujuh yang dibawa oleh Abdul Rauf Sinkel. Ajaran-ajaran tersebut berkembang melalui tarekat Syatariyah yang diajarkan oleh Abdul Muhyi (Priyangan), kemudian melebar ke Cirebon, Tegal dan kemudian Surakarta, tempat dimana Ronggowarsito berada. Dari Tegal juga pernah muncul gubahan serat Tuhfah dalam bahasa Jawa dengan sekar macapat.

Ajaran Martabat Tujuh memang terlihat sangat dominan terhadap pemikiran Ronggowarsito dalam serat Wirid Hidayat Jati ini. Hal ini dapat dipahami dari cara Ronggowarsito saat menjelaskan konsep ketuhanan, penciptaan manusia, pertumbuhan janin dalam kandungan, tujuh unsur pokok elemen (anasir) manusia, tujuh martabat rohaniah manusia untuk mencapai makrifat, dan kesatuan kembali dengan Tuhan.

Dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Ronggowarsito menjelaskan bahwa setiap martabat Tajalli Tuhan memiliki wahana atau media. Wahana-wahana tersebut yaitu:

1. Wahana bagi Alam Ahadiyah adalah Syajaratul Yakin

2. Wahana Alam Wahdah adalah Nur Muhammad

3. Wahana Alam Wahidiyah adalah Mir'atul Haya'i

4. Wahana bagi Alam Arwah adalah Roh Idlofi

5. Wahana bagi Alam Mitsal adalah Kandil

6. Wahana Alam Ajsam adalah Dharrah

7. Wahana bagi Insan Kamil adalah Kijab (Hijab). 

Uraian tentang wahana atau media Tajalli Tuhan telah dijelaskan oleh Ronggowarsito dengan begitu luas dalam kitab serat Wirid ini. Namun yang masih sangat sulit untuk dipahami tentang arah konsep tersebut adalah Tanazul dan Taraqi. Hal ini dikarenakan konsep martabat tujuh yang digunakan oleh Ronggowarsito adalah dalam upaya menjelaskan proses kejadian atau penciptaan manusia itu sendiri. Sebetulnya hal ini tidak mengherankan mengingat Ajaran Martabat Tujuh versi Ronggowarsito ini sebetulnya sudah mengalami Jawanisasi, hal ini diketahui dengan adanya upaya pen-jawa-an ajaran untuk bersatu dengan Tuhan melalui cara meditasi yang disebut Manekung.

Inti dari Ajaran Martabat Tujuh dalam Serat Wirid Hidayat Jati adalah lebih merupakan tuntunan bagi seorang hamba untuk mencapai persatuan dengan Tuhan. Cara agar seseorang dapat bersatu dengan Tuhan yaitu dengan jalan yang disebut manekung. Saat seseorang menjalankan manekung, ia akan dituntun dengan melafalkan kalimat-kalimat sakral tertentu sebagai media Jumbuh (bersatu) dengan Tuhan.  Dalam Serat Wirid Hidayat Jati, teks kalimatnya berbunyi:


"Nuntun anyipta sangkan paranning tanajul taraki, kasebut ing ngandap punika ingsun mancal saka tingal insane kamil, tumeka marang ngalam ajsam, nuli tumeka marang ngalam misal, nuli tumeka marang ngalam arwah, nuli tumeka marang ngalam wahidiyat, nuli tumeka marang ngalam wahdat, nuli tumeka marang ngalam ahadiyat, nuli tumeka marang ngalam insan kamil maneh, sampurna padhang trawangan saka kodratingsun".



Dikutip dari Islam dan Spiritualitas Jawa, Samidi Halim, Rasail Media Semarang. 
Labels: Seni Budaya

Thanks for reading Ajaran Tasawuf dalam Serat Wirid Hidayat Jati. Please share...!

1 comments on Ajaran Tasawuf dalam Serat Wirid Hidayat Jati

  1. Seperti kata tasawuf, karena pada dasarnya tasawuf adalah ajaran dlam hal mengolah dan membersihkan hati dan batin, maka istilah dlm bhs jawa yg plg tepat digunakan kata kebatinan tdk ada yg lain. Dimana kata kebatinan secara umum telah digunakan utk menyebut ajaran mistik jawa.

    BalasHapus

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.