Tradisi Kenduren, Tujuan dan Asal Usulnya

Kenduren

Beberapa daerah di pedesaan jawa memang masih banyak yang tetap memegang teguh tradisi dari nenek moyangnya. Meski bentuknya ada yang dimodifikasi mengikuti tuntutan zaman, nilai ritual yang ada tetap dipertahankan sebagaimana yang telah ada. Tradisi-tradisi yang ada memang erat kaitannya dengan peranan Walisongo yang menyebarkan ajaran Islam di jawa. Mereka memodifikasi tradisi yang ada agar selaras dengan ajaran agama Islam namun tetap sesuai dengan kultur yang ada di jawa. Salah satu di antara tradisi-tradisi tersebut adalah kenduren (kenduri), kendurenan atau ada juga yang menyebut kepungan.

Tradisi kenduren adalah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan dari zaman dahulu. Kenduren adalah acara kumpul bersama yang diselenggarakan oleh warga yang punya hajat dengan mengundang kerabat atau tetangga untuk ikut mendoakan agar segala sesuatu yang dihajatkan dari pihak tuan rumah atau penyelenggara lekas dikabulkan oleh Tuhan. Selain permohonan hajat, inti dari acara kenduren yang utama adalah doa bersama dalam memperingati kematian seseorang. Doa bersama yang dilaksanakan ini merupakan permohonan agar dosa-dosa orang yang didoakan mendapat ampunan dari Tuhan. 

Dalam lingkup yang lebih luas, kenduren juga diadakan saat merayakan peringatan tertentu, seperti muludan, rajaban dan lain-lain. Biasanya untuk acara seperti ini kendurenan akan diselenggarakan di masjid atau ruangan terbuka. Acara kendurenan, apapun bentuknya, biasanya dipimpin oleh seorang kiyai, pemuka agama yang alim atau sesepuh yang dituakan di lingkungan tersebut. Jika dicermati, acara kendurenan yang masih lestari di daerah-daerah pedesaan ini erat kaitannya dengan upacara selametan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kendurenan juga merupakan bagian dari selametan atau pun juga keduanya adalah hal yang sama. 

Dalam acara kendurenan di lingkup kecil atau di rumah warga, acara akan dimulai setelah kerabat atau tetangga yang diundang telah hadir. Acara kendurenan biasanya akan dimulai dengan diawali sambutan dari perwakilan tuan rumah atau shohibul hajat yang menjelaskan tujuan doa bersama dilaksanakan. Setelah itu kemudian acara kendurenan diisi dengan pembacaan doa tahlil atau pembacaan surat yasin dan tahlil sebagaimana yang dikehendaki oleh tuan rumah. Oleh karenanya, acara kenduren seperti ini biasa disebut juga dengan istilah tahlilan atau yasinan. 

Pembacaan doa yang dipimpin oleh seorang kiyai ini akan diikuti oleh seluruh warga yang hadir pada acara kendurenan ini. Selesai pembacaan doa, acara ditutup dengan makan bersama dan pembagian berkat. Pada masa lalu, bentuk berkat yaitu makanan beserta lauk lengkap sederhana ala jawa yang dikemas dalam besek (di daerah saya disebut pithi), yaitu wadah yang terbuat dari anyaman bambu segi empat. Sedangkan pada masa kini, berkat biasanya dikemas dalam cething plastik, dan adakalanya juga isi berkat pada masa kini masih bentuk makanan mentah yang belum diolah. Berkat inilah yang dibawa pulang oleh masing-masing tamu undangan setelah selesai acara selametan atau kendurenan. 

Tujuan Kenduren


Tujuan doa bersama dalam kenduren atau selametan biasanya merupakan bentuk dari upacara-upacara berikut ini:

a. Kenduren Mitoni


Tujuan kenduren mitoni adalah doa bersama untuk memperingati kehamilan atas anak  yang masih dalam kandungan dan berumur kurang lebih tujuh bulan.

b. Kenduren Puputan


Tujuan kenduren puputan adalah doa bersama untuk memperingati terlepasnya tali pusar anak. Biasanya dilakukan sebelum anak berumur selapan atau kalau tali pusarnya terlepas.

c. Kenduren Syukuran


Tujuan kenduren syukuran adalah doa bersama untuk mengucapkan rasa syukur karena harapan yang diinginkan telah tercapai. Misal lulus ujian kerja, jadi PNS, beli mobil atau motor baru dan lain-lain. Kenduren diadakan dengan bersedekah kepada masyarakat sekitar.

d. Kenduren kematian


Kenduren ini ditujukan sebagai do'a untuk ahli kubur dari keluarga yang menggelar kendurenan atau selametan tersebut. Kenduri jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa macam, yakni: kenduren/selametan hari wafatnya seseorang hari ke-3(Telung dinanan), ke-7 (Pitung dinanan), ke-40 (Patang puluh dina), ke-100 (Nyatus), dan ke-1000 (Nyewu). 

Dalam lingkup masyarakat luas, kenduren juga biasa diadakan dengan tujuan doa bersama misalnya saat memperingati Muludan (maulid Nabi), Rajaban, Suronan (10 muharram), likuran (pada hari ke 21 bulan Ramadhan), badanan (idul fitri & idul adha) dan sebagainya. 

Sebetulnya, praktek kenduren atau selametan di berbagai daerah, khususnya di jawa, ada sedikit perbedaan, baik dalam bentuk nama (misal ada yang menyebut kepungan), pelaksanaan atau menu yang disajikan. Namun semuanya memiliki substansi yang sama yaitu doa bersama. Doa yang dilakukan secara bersama-sama ini juga sejatinya bukan hanya untuk mendoakan yang punya hajat(tuan rumah) saja, tetapi juga berdoa bagi hajat semua yang hadir dalam acara kendurenan. Acara doa bersama dalam kenduren inilah yang merupakan rancangan dari Walisongo pada masa lalu kala menyebarkan Islam di tanah jawa. 

Asal Usul Kenduren


Secara umum, banyak kalangan berpendapat bahwa tradisi kenduren merupakan hasil karya Walisongo dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat jawa agar lebih mudah dimengerti sesuai kultur yang sudah ada di jawa. Namun pendapat berbeda dikemukakan oleh pengamat budaya dan sejarah, Agus Sunyoto. Menurutnya, tradisi kenduren (kenduri) pada saat peringatan kematian yang dilakukan oleh umat Islam di jawa bukanlah berasal dari tradisi kultur yang sudah ada di jawa (yakni pengaruh Hindu atau Budha). Menurutnya, dalam ajaran Hindu atau Budha tidak dikenal kenduren dan tidak pula dikenal peringatan kematian pada hari ketiga, ketujuh, ke-40, ke-100 atau ke-1.000.

Menurut Agus, tradisi kenduren justru berasal dari tradisi orang-orang Muslim Campa (Kamboja) berfaham Syiah Persia yang datang mengungsi ke jawa pada rentang waktu antara tahun 1446 hingga 1471 masehi. Hal itu juga dikuatkan dengan asal muasal penyebutan istilah kenduren atau kenduri itu sendiri. Menurut Agus Sunyoto, sebutan kenduri merupakan kutipan dari bahasa Persia, yakni Kanduri, yang berarti upacara makan-makan saat memperingati Fatimah Az Zahroh, putri Nabi Muhammad SAW. 

Menurut Agus, orang-orang Campa inilah yang biasa memperingati kematian seseorang pada hari ketiga, ketujuh, ke-40, ke-100 dan ke-1.000. Selain itu, orang-orang Campa juga biasa menjalankan peringatan khaul, peringatan hari Assyuro dan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan data ini, dapat diketahui bahwa tradisi kenduren, termasuk upacara khaul adalah tradisi khas Campa yang kemudian diadopsi menjadi tradisi bagi jawa muslim. Demikian juga dengan perayaan 1 dan 10 Syuro, dan pembacaan kasidah-kasidah (berjanjen) dengan memuji-muji Nabi Muhammad juga menunjukkan keterkaitan tersebut. 

Demikianlah sekilas tentang tradisi kendurenan. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai asal usulnya, tradisi kenduren (kenduri) telah mewarnai ragam ritual masyarakat jawa dalam memperteguh keyakinan keberagamaan mereka. Selain itu, dalam aspek sosial, tradisi kenduren juga nyata-nyata berfungsi sebagai sebuah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan masyarakat, yakni dengan cara memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita bersama warga masyarakat. Kenduren juga sekaligus memiliki fungsi untuk memperkuat tali silaturahim dan persatuan di antara umat Islam, khususnya mereka yang hadir dan mengikuti acara kendurenan.

Labels: Seni Budaya

Thanks for reading Tradisi Kenduren, Tujuan dan Asal Usulnya. Please share...!

2 comments on Tradisi Kenduren, Tujuan dan Asal Usulnya

  1. mohon maaf bisa minta bantuan untuk rujukan referensi lengkapnya dari agus sunyoto?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Coba lihat https://antaranews.com/berita/100448/kenduri-kematian-bukan-pengaruh-hindu-budha

      Hapus

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.