Kisah Laksamana Maeda, Perannya dalam Peristiwa Proklamasi


Saat mempelajari sejarah kemerdekaan negeri ini, banyak peristiwa masa lalu yang menceritakan betapa heroiknya para pejuang bangsa dalam upaya membebaskan negeri ini dari cengkeraman kaum penjajah. Salah satu di antaranya adalah saat detik-detik menjelang dibacakannya teks proklamasi pada 17 Agustus 1945. Peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang dibacakannya teks proklamasi menyimpan peranan penting sampai akhirnya teks proklamasi berhasil disusun dan dibacakan di hadapan segenap rakyat Indonesia kala itu.

Potret Laksamana Maeda

Sejarah mencatat, setelah terjadinya peristiwa penculikan Soekarno-Hatta oleh sekelompok pemuda ke Rengasdengklok, sempat terjadi perdebatan alot soal waktu pengumuman kemerdekaan. Bahkan, saat itu, teks proklamasi saja belum siap. Sempat terjadi kebingungan saat mencari tempat yang aman guna menyusun teks proklamasi. Namun akhirnya bantuan datang dari Laksamana Muda Maeda, seorang Pejabat tinggi Jepang yang ditugaskan di Hindia Belanda. Laksamana Maeda bahkan menawarkan rumahnya untuk dijadikan tempat membahas persiapan Proklamasi. Maeda juga menjanjikan pengamanan ekstra ketat untuk para tokoh-tokoh Proklamasi.


Tepat pada 16 Agustus 1945 malam, naskah Proklamasi berhasil disusun. Soekarno-Hatta didampingi Sayuti Melik sebagai juru ketik berada di ruang tengah rumah Maeda. Di tempat itulah teks Proklamasi dihasilkan. Kemudian pada pagi harinya, Soekarno membacakan teks Proklamasi di depan rumahnya. Hingga akhirnya, tanggal 17 Agustus 1945 ditetapkan sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Begitulah ringkasan peristiwa yang terjadi sebelum dibacakannya teks proklamasi. Jika kita cermati, ada peran besar yang ikut mendasari suksesnya Bung Karno dan Bung Hatta dalam membawa negeri ini menuju kemerdekaannya, yaitu peran dari seorang Laksamana Maeda. Siapakah dia? 

Laksamana Tadashi Maeda adalah seorang Pejabat tinggi Jepang yang ditugaskan di Hindia Belanda (Indonesia sebelum merdeka). Maeda menempati posisi sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. Posisi itu cukup strategis sehingga dia pun mendapatkan fasilitas sebagai seorang pejabat tinggi kekaisaran Jepang, salah satunya mendapat fasilitas rumah dinas di Jl Imam Bondjol, Jakarta Pusat yang dahulu dikenal sebagai Batavia. Rumah itulah yang menjadi tempat sangat penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. 

Meski statusnya sebagai pejabat tinggi Jepang yang kala itu sedang menguasai Indonesia, laksamana Maeda justru membantu perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaannya. Ia berperan penting dalam menyediakan tempat yang aman untuk penulisan teks Proklamasi. Laksamana Maeda adalah salah seorang pejabat tinggi Jepang yang sangat berperan dalam persiapan Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia bahkan rela membahayakan dirinya demi memfasilitasi Soekarno, Hatta dan beberapa pihak lain untuk mempersiapkan kemerdekaan.

Pada perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus tahun 1977, pemerintah Indonesia menganugerahkan bintang jasa kepada Laksamana Maeda. Penganugerahan itu disampaikan langsung oleh Duta Besar Ri di Tokyo, Witono. Menteri Luar Negeri pertama RI, Ahmad Subardjo, dalam tulisannya yang berjudul "In Memoriam Laksamana Tadashi Maeda" menyebutkan bahwa Maeda memiliki sifat samurai yang rela berkorban demi rakyat Indonesia. Menurut Subardjo, Maeda juga pernah mendesak pimpinan Angkatan Laut Jepang Laksamana Shibata agar mengambil kebijakan yang menyimpang dari perintah sekutu, yakni membiarkan Indonesia menyatakan kemerdekaannya. 

Nama Laksamana Maeda terukir indah dalam catatan sejerah Indonesia. Perwira tinggi angkatan laut Jepang itu memiliki peran yang sangat penting dalam proses kemerdekaan Indonesia. Kini, rumah Sang Laksamana juga telah dijadikan museum perumusan teks Proklamasi. Memang sedikit sumber sejarah yang menceritakan tentang kisah hidup Laksamana Maeda. Dalam museum perumusan naskah proklamasi, hanya ada keterangan bahwa Laksamana Muda Tadashi Maeda lahir di Kagoshima, Jepang pada tahun 1898. Dia kemudian bertugas di Indonesia sejak Jepang berkuasa atas Indonesia.

Namun tatkala salah seorang putranya, Nishimura Maeda (77), mengunjungi Indonesia tepat sehari menjelang peringatan HUT ke-70 RI pada 2015 lalu, ia yang juga sempat mengunjungi bekas rumah ayahnya sedikit menceritakan mengenai riwayat hidup ayahnya, terutama setelah Indonesia merdeka dan ayahnya kembali ke Jepang. Nishimura mengatakan bahwa saat peristiwa proklamasi Indonesia dikumandangkan, ia masih berusia 2 tahun, sehingga ia tidak tahu apa-apa, ayahnya kala itu juga tidak pernah bercerita tentang Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka, ayahnya (Maeda) pernah dipenjara oleh pihak sekutu karena dianggap telah membantu kemerdekaan Indonesia. Namun saat diinterogasi Maeda membantah tuduhan itu. Maeda berkata bahwa tidak mungkin bagi dirinya mampu menggerakkan 80 juta rakyat Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan. Ia juga mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan rakyat Indonesia dengan memproklamirkan kemerdekaannya adalah seperti halnya prinsip yang pernah dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat, Wilson, bahwa setiap bangsa berhak menentukan nasibnya sendiri. Dengan tegas Maeda menyatakan:

"Nasib saya sendiri tidaklah penting, yang terpenting adalah kemerdekaan Bangsa Indonesia,"

Akhirnya, Maeda pun dibebaskan oleh Sekutu dan kembali ke negeri asalnya di Jepang. Ketika telah pulang ke negaranya, Nishimura lebih lanjut bercerita:

"Setelah kembali ke Tokyo, ayah saya menghadapi pengadilan Mahkamah Militer. Ayah saya mengatakan dia tidak suka dengan pertempuran. Akhirnya ayah saya dinyatakan bebas dan memutuskan untuk mundur dari politik dan militer. Setelah itu ia menjalani hidup sebagai rakyat biasa,"

Setelah lepas dari Mahkamah Militer Jepang, Maeda menjalani hidup sebagaimana rakyat biasa pada umumnya. Meski begitu, ia masih teringat akan Indonesia. Bahkan, dia ternyata beberapa kali bertemu dengan Soekarno yang saat itu telah menjabat sebagai Presiden Indonesia. Nishimura juga bercerita:

"Ketika umur 70 tahun, bapak saya sakit dan Soekarno datang menjenguk ke Tokyo. Setelah menjadi rakyat biasa, orang tua saya juga beberapa kali datang ke Jakarta dan bertemu Soekarno,"

Laksamana Tadashi Maeda meninggal pada 13 Desember 1977 di usia 77 tahun di Jepang.
Sumber: wartakota, detik.com

Labels: Sejarah

Thanks for reading Kisah Laksamana Maeda, Perannya dalam Peristiwa Proklamasi. Please share...!

0 Komentar untuk "Kisah Laksamana Maeda, Perannya dalam Peristiwa Proklamasi"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.