Memahami Kodrat Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam


Suatu ketika, istri Imran yang bernama Hannah sangat mendambakan hadirnya seorang anak yang lahir dari rahimnya. Ia berdoa kepada Allah disertai dengan nadzar, bahwa jika kelak benar-benar dikaruniai anak (yang ia harapkan anak laki-laki) oleh Allah, maka ia akan mempersembahkan kepadaNya sebagai pemelihara dan pengabdi rumahNya, yaitu Masjid Al Aqsha. 

Allah mengabulkan doanya dan ia pun hamil. Namun ternyata begitu ia melahirkan, bukanlah bayi laki-laki yang terlahir, melainkan seorang bayi perempuan. Bayi perempuan itu kemudian diberi nama Maryam. Kepada Allah, Hannah berucap, "Ya Allah, bukankah laki-laki itu tidak seperti perempuan?". Dan sebaliknya, bukankah pula perempuan itu tidak seperti laki-laki?.

Ucapan Hannah ini dilatar belakangi oleh pertimbangan agama, yaitu yang dapat dan boleh menjadi pengabdi masjid adalah laki-laki, bukan perempuan seperti Maryam yang telah dilahirkannya. Termasuk ketentuan agama bahwa yang boleh menjadi imam shalat berjamaah bagi makmum laki-laki adalah laki-laki juga, perempuan dilarang jadi imamnya. 

Apalagi pada saat-saat tertentu perempuan juga mengalami haid, sehingga agama juga melarang perempuan untuk berdiam di masjid. Hannah memang agak kecewa atas karunia yang diperolehnya, namun akhirnya ia tetap menerimanya dengan sepenuh hati. Dari rahim putrinya inilah kelak lahir seorang Nabi, yaitu Nabi Isa AS.

Anak laki-laki dan perempuan

Dalam Islam, perbedaan antara laki-laki dengan perempuan tidaklah semata-semata terbatas pada faktor perbedaan biologis dan genetis antara keduanya, tetapi ia juga berimplikasi berbeda dalam implementasi kehidupan sosial antara keduanya. Dalam kitab-kitab fiqh Islam, dapat kita temukan banyak perbedaan fungsi dan peran, hak dan kewajiban antara suami dengan istri, anak laki-laki dengan anak perempuan dan seterusnya. 

Seperti dalam kehidupan keluarga, Islam lebih menekankan suami untuk berperan sebagai pemimpin bagi istri dan anak-anaknya (QS. An Nisa, 34). Islam juga menentukan bahwa anak laki-laki menerima hak bagian harta waris dua kali bagian anak perempuan (QS. An Nisa, 11). Mayoritas Ulama juga berpendapat bahwa seorang perempuan tidak dapat menikah tanpa wali sedangkan bagi laki-laki wali tidak dipersyaratkan.

Melihat ketentuan-ketentuan tersebut, apakah kemudian dapat dipahami bahwa agama Islam mengajarkan ketidakadilan dan diskriminasi antara laki-laki dengan perempuan?. 

Jawabannya, tidak. Justru dalam hal seperti ini, Islam menegakkan keadilan dan kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Alasan-alasannya yaitu:

1. Islam tidak mengartikan adil itu sebagai sama rata. Arti adil yang benar, sesuai dengan arti bahasanya (bahasa Arab) ialah tegak, tidak condong atau miring ke suatu arah tertentu. Maka arti adil yang sebenarnya ialah 'Wadh'us Syai'i fi mahalihi' (meletakan atau memposisikan sesuatu pada tempatnya). 

2. Secara kodrati, baik faktor biologis dan genetisnya, memang laki-laki dengan perempuan berbeda. Maka justru yang adil, keduanya haruslah diposisikan berbeda pula dalam kehidupan sosialnya dan yang menyangkut dengan hak dan kewajibannya masing-masing. 

3. Dalam hal derajat dan martabat, semua manusia baik laki-laki maupun perempuan, beretnis apa pun dan berwarna kulit bagaimana pun, di hadapan Allah adalah sama. Dalam firmannya Allah menyatakan, "Barangsiapa mengerjakan amal-amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga, dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun" (QS. An Nisa, 124).

Kemudian bagaimana dengan emansipasi yang kini banyak dituntut oleh kaum perempuan?. 

Sebetulnya Islam tidak menentang gerakan emansipasi, selama emansipasi hanya diartikan kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki. Bukan diartikan persamaan mutlak antara perempuan dengan laki-laki, sehingga mendorong kaum perempuan berjuang tanpa kendali semua menuntut hak seperti halnya yang ada pada laki-laki. 

Menurut Islam, sebenarnya kaum perempuan tidak perlu lagi menuntut hak beremansipasi, karena hak tersebut memang sudah diberikan oleh Islam. Paham emansipasi yang benar adalah 'menjadikan perempuan sebagai perempuan' dan menjadikan laki-laki sebagai laki-laki'. Bukan dijungkirbalikkan, perempuan disepertikan laki-laki atau laki-laki disepertikan perempuan. 

Mengapa?. Jawabannya tentu saja karena memang perempuan itu bukan laki-laki, dan laki-laki itu bukanlah perempuan. Selengkapnya baca: Emansipasi Wanita dalam Islam

Labels: Horizon

Thanks for reading Memahami Kodrat Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam. Please share...!

0 Komentar untuk "Memahami Kodrat Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.