Perlu diketahui bahwa pencelaan terhadap dunia sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an dan Hadits sebetulnya bukan ditujukan pada substansi dunia itu sendiri beserta perputarannya, antara siang dan malam sampai datangnya hari Kiamat kelak. Sebab Allah sendiri memang sengaja menciptakan pergantian ini, sebagai bukti kekuasaannya bagi mereka yang mau berpikir dan bersyukur.
Dalam sebuah atsar (ucapan Ulama Salaf) disebutkan, "Sesungguhnya siang dan malam itu ibarat dua istana, maka perhatikanlah apa yang patut diletakkan di dalamnya".
Begitu juga, pencelaan terhadap dunia tidak pula ditujukan pada wujud dan materi yang dikandungnya. Sebab kesemuanya itu adalah nikmat anugerah dari Allah kepada para hambaNya supaya dimanfaatkan demi kesejahteraan seluruh isi alam ini. Di samping itu juga sebagai bukti atas keEsaan, kekuasaan, dan kebesaran Sang Khalik. Sebenarnya, pencelaan itu ditujukan atas perilaku manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah di dunia (bumi), di mana mereka pada umumnya suka melakukan kerusakan di dalamnya.
Mengenai perputaran hari, Imam Mujahid pernah berkata, "Tidak datang suatu hari melainkan ia berkata, "Wahai manusia, hari ini giliranku datang kepadamu, dan setelah itu, aku tidak mungkin mengunjungimu lagi, maka lipat dan simpanlah diriku dalam tempat amalmu dan kuncilah, selama itu kamu tidak dapat membukanya kembali sampai kelak datangnya pengadilan Allah atasnya di hari Kiamat".
Seorang Pujangga bersyair:
Dunia ini hanyalah suatu jalan
Menuju surga dan neraka
Sedangkan malam, sebagai tokomu
Dan hari-hari sebagai pasarmu
Waktu adalah modal
Perniagaan bagi manusia.
Ya, Waktu adalah intinya. Dapat kita bayangkan, berapa banyak pohon kurma surgawi yang hilang bagi mereka yang suka menyia-nyiakan waktunya?. Ada seorang saleh yang sedang mengajar, tatkala para muridnya merasa jenuh mengikuti pelajarannya, maka dia berkata, "Apakah kalian ingin meninggalkan tempat ini karena letih?, Sesungguhnya Malaikat yang bertugas mengatur peredaran matahari tidak pernah merasa letih". Seorang Ulama sedang berjalan, tiba-tiba seseorang menegur dan memanggilnya, "Berhentilah, aku ingin berbicara kepada anda!". Ulama itu menyahutnya, "Hentikanlah matahari dulu!".
Persepsi Manusia Tentang dunia
Ada dua persepsi manusia tentang dunia seisinya ini, yaitu:
Pertama, Orang yang tidak percaya bahwa setelah menjalani kehidupan di dunia fana, umat manusia akan memperoleh pahala dan siksaan. Orang yang demikian termasuk golongan yang difirmankan Allah SWT:
"Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) bertemu dengan Kami, dan merasa puas terhadap kehidupan alam dunia serta tentram atasnya, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, tempat yang layak bagi mereka adalah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan". (QS. Yunus, 7 - 8).
Mereka ini adalah golongan manusia yang hidupnya hanya bertujuan untuk memuaskan hawa nafsunya dan mereguk kenikmatan duniawi yang bersifat sementara ini.
Kedua, Orang yang mengakui akan adanya suatu kehidupan setelah proses kematian untuk merealisasikan pahala dan siksa. Mereka inilah yang menisbatkan diri kepada pengikut para Rasul. Mereka ini terbagi lagi menjadi tiga golongan, yakni Orang yang menganiaya dirinya sendiri, pertengahan, dan yang bersegera dalam berbuat kebaikan dengan izin Allah.
Golongan yang menganiaya dirinya sendiri merupakan kelompok mayoritas. Kebanyakan hidupnya melayang di atas mimpi-mimpi indah dan dalam kilauan dunia yang menyilaukan bagi mata yang memandang, bahkan menghanyutkannya. Mereka berusaha untuk meraih keindahan itu dengan menghalalkan segala cara dan menggunakannya di jalan yang sesat pula. Dunia ini telah menjadi kiblat kehidupannya, dengannya dia senang dan bersahabat. Itulah gambaran orang-orang yang suka hidup dalam berhalusinasi. Sekalipun mereka itu beriman (percaya) akan adanya kehidupan akhirat secara global, tetapi mereka masih buta terhadap hakikat keberadaannya di atas bumi ini. Mereka melewatkan begitu saja tanpa mencari sedikit pun bekal untuk perjalanan menuju kehidupan selanjutnya.
Sedangkan Golongan pertengahan ialah golongan yang menelusuri dunia dari jalur yang benar, menunaikan hak-haknya dan tidak berbuat sesuatu selain yang diwajibkan. Selebihnya, mereka bersuka cita dengan berbagi kenikmatan dunia. Mereka ini tidak mendapat siksa, hanya saja derajat mereka menurun, sebagaimana dikemukakan Umar bin Khattab, "Seandainya tidak berkurang derajatku di surga, niscaya aku tidak menjalani hidup ini seperti kehidupan kalian yang acak-acakan, tetapi akan selalu kuingat firman Allah yang mencela suatu kaum, 'Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu pun bersenang-senang dengannya'" (QS. Al Ahqaf, 20).
Adapun golongan yang bersegera dalam berbuat kebaikan dengan seizinNya, mereka itulah golongan yang memahami hakikat hidup dan kehidupan di dunia yang sementara ini. Mereka sadar bahwa tujuan Allah menjadikan dirinya sebagai khalifah di atas dunia ini hanyalah sebagai ujian, siapakah di antara mereka yang paling baik amal perbuatannya, sebagaimana Allah berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di muka bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka, siapakah sebenarnya yang terbaik perbuatannya di antara mereka". (QS. Al Kahfi, 7).
Kriteria manusia terbaik di sini adalah mereka yang paling zuhud terhadap dunia dan lebih mencintai kehidupan ukhrawi. Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Apalah hakku atas dunia seisinya? Aku hidup di dalamnya hanyalah seperti orang yang menempuh perjalanan jauh dengan mengendarai onta, yang berteduh sejenak di bawah pohon, kemudian meneruskan perjalanan dan meninggalkan pohon itu". (HR. Tirmidzi dan Hakim).
Nabi SAW pernah berwasiat kepada Ibnu Umar RA, "Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing yang bepergian atau orang yang hendak menyeberang jalan".
Setiap kali dia menggunakan kebutuhannya yang mubah (boleh) untuk menguatkan diri dalam berbuat taat kepada Allah SWT, maka perealisasiannya itu sebagai perbuatan taat yang memperoleh pahalaNya, sebagaimana ucapan Mu'adz bin Jabal RA, "Sesungguhnya aku mencari pahala dari tidurku sebagaimana aku mencarinya dari berdiriku untuk beribadah".
Sa'id bin Jubair RA berkata, "Kesenangan mata'ul ghurur (semu) ialah setiap sesuatu yang melalaikanmu dari mencari akhirat. Dan segala sesuatu yang tidak melalaikanmu mencari kehidupan akhirat, maka itu bukanlah kesenangan yang menipu, tetapi kesenangan yang dengannya membuatmu memperoleh sesuatu yang lebih baik daripadanya".
Yahya bin Mu'adz berkata, "Bagaimana aku tidak suka pada dunia yang telah ditakdirkan untukku, ia sebagai makanan untuk mencari kehidupan, dan untuk berbuat ketaatan serta untuk mencapai surga".
Abu Shafwan ar Ru'aini pernah ditanya tentang sisi manakah dari kehidupan dunia yang dicela oleh Allah dan wajib bagi orang-orang berakal untuk menjauhinya?. Dia menjawab, "Setiap apa yang kalian peroleh dari dunia dan kalian gunakan demi dunia pula, maka itulah yang tercela". Sebaliknya, setiap sesuatu yang kalian peroleh darinya, kemudian kalian gunakan untuk bekal di akhirat, maka hal itu bukanlah termasuk dari sisi dunia yang tercela".
Hasan al Bashri pernah berkata, "Sebaik-baik dunia adalah apa yang dimiliki orang beriman, sebab dia beramal dan mengambil dunia sebagai bekal meniti jalan menuju surgawi. Dan seburuk-buruk dunia adalah apa yang dimiliki orang kafir dan orang munafik, karena dia telah menyia-nyiakan hidupnya dan mencari bekal untuk menapaki jalan ke neraka".
Aun bin Abdullah berkata, "Perumpamaan dunia dengan akhirat adalah seperti dua sisi daun timbangan, mana yang lebih berat maka dapat mengalahkan yang lain". Pendapat lainnya dari Wahab bin Munabbih yang berkata, "Dunia dan akhirat adalah bagaikan seorang laki-laki yang mempunyai dua orang istri, jika dia lebih mencintai salah seorang di antara keduanya, maka menimbulkan amarah dari istri yang lain".
Ibnu Mas'ud pernah berkata kepada para tabi'in, "Kalian lebih banyak berpuasa, shalat, dan beribadah lainnya daripada para sahabat Rasulullah SAW, namun mereka masih lebih baik daripada kalian". Para tabi'in bertanya, "Mengapa begitu, ya Abu Abdurrahman?". Beliau menjawab, "Karena mereka lebih zuhud terhadap dunia dan lebih mencintai akhirat". (dari Menyucikan Jiwa konsep Ulama Salaf, oleh Dr. Ahmad Faried)
Labels:
Refleksi
Thanks for reading Memahami Tentang Hakikat Dunia. Please share...!
0 Komentar untuk "Memahami Tentang Hakikat Dunia"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.