Sintren, Kesenian Unik Bernuansa Mistis di Pantura Jawa


Apakah anda tahu kesenian Sintren?. Kesenian unik bernuansa mistis ini dapat kita jumpai di wilayah pantura jawa seperti Cirebon atau wilayah Jawa Tengah bagian barat dan sekitarnya. Dikatakan unik karena kesenian ini biasa ditampilkan oleh sekelompok penari muda dengan penari utama menggunakan kacamata hitam dan kostum khusus. 

Saat dalam kondisi trance, penari tersebut akan menari berlenggak-lenggok secara tidak sadar mengikuti iringan musik yang tentunya menarik bagi yang menyaksikannya. Keberadaan kesenian ini juga semakin populer karena biasa ditampilkan di event-event budaya dan acara-acara lainnya. 

Tari Sintren pantura Jawa
via okezone.com

Asal Usul Sejarah Tari Sintren


Sintren atau yang juga dikenal dengan Lais adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa. Ditinjau dari segi bahasa, penyebutan Sintren berasal dari gabungan dua suku kata "Si" dan "Tren". Si berarti panggilan ia, dia, atau "sang" sedangkan Tren berasal kata panggilan tri yang artinya putri, jadi Sintren ini juga bermakna Sang Putri. Sang putri inilah yang merupakan penari utama dalam kesenian Sintren. 

Ada dua versi populer mengenai asal usul keberadaan kesenian sintren ini. Versi pertama mengatakan bahwa kesenian sintren bermula dari kisah cinta seorang punggawa Mataram yang bernama Joko Bahu (Ki Bahurekso /Bupati pertama Kendal) dengan seorang putri yang bernama Dewi Rantamsari. Namun sayangnya hubungan asmara di antara keduanya tidak mendapat restu dari Raja Mataram, sehingga membuat keduanya terpisah. 

Sebelum berpisah, Joko Bahu memberikan sapu tangan sebagai tanda cinta kepada Rantamsari. Suatu ketika Joko Bahu dikabarkan wafat dalam sebuah pertempuran, Rantamsari pun begitu sedih mendengar kekasihnya telah tiada. Namun ia tidak percaya begitu saja. Dewi Rantamsari kemudian berusaha mencari tahu yang sebenarnya. Ia berusaha untuk melacak jejak keberadaan Joko Bahu. Ia berjalan menyusuri sepanjang wilayah pantai utara Jawa dengan menyamar menjadi seorang penari sintren dengan nama Dewi Sulasih. 

Dengan bantuan sapu tangan pemberian dari Joko Bahu akhirnya ia pun dapat bertemu dengan Joko Bahu yang ternyata masih hidup. Ada juga cerita yang menyebutkan bahwa Rantamsari tidak pernah menemukan kekasihnya itu sampai ajal menjemput, sehingga masyarakat percaya bahwa roh yang masuk ke tubuh penari Sintren adalah roh dari Dewi Rantamsari.

Sedangkan versi kedua menyebutkan bahwa pelaku dalam kisah tersebut bukanlah Joko Bahu, melainkan seorang putranya yang bernama Raden Sulandono dengan kekasihnya yang bernama Dewi Sulasih. Namun hubungan cinta kasih di antara keduanya ternyata juga tidak mendapat restu dari sang ayah, Ki Bahurekso, sehingga akhirnya Raden Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. 

Suatu ketika Dewi Rantamsari (ibunya) mengatur pertemuan di antara keduanya. Ia memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih yang sedang menari, dan ia juga memanggil Raden Sulandono yang sedang bertapa untuk menemui Sulasih. Melihat Sulasih sedang menari, Raden Sulandono melemparkan sapu tangannya sehingga Sulasih (yang sedang kemasukan roh halus) menjadi pingsan. Saat kemasukan roh halus inilah yang disebut "Sintren", sedangkan saat sapu tangan dilemparkan disebut dengan "balangan". Setelah Raden Sulasih dan Dewi Sulasih bertemu, keduanya pun akhirnya bersatu kembali dalam cinta kasih. 

Pertunjukan Sintren


Tidak sembarang orang yang bisa berperan menjadi Sintren (Sang Putri). Dalam kesenian Sintren, hanya gadis masih perawan yang boleh memainkannya. Sebelum pementasan, seorang penari Sintren harus menjaga tingkah lakunya agar tidak berbuat dosa dan berzina. Selain itu, sang penari juga harus melakukan puasa terlebih dahulu, sehingga ia benar-benar dalam keadaan suci dan bersih. Semuanya ini dilakukan agar roh halus tidak akan mengalami kesulitan saat hendak masuk ke dalam tubuh penari.

Pementasan Sintren diawali dengan alunan musik pengiring untuk memanggil para penonton yang menyaksikannya. Setelahnya, dilanjutkan dengan Dupan, yaitu tahapan dimana pawang meminta doa untuk keselamatan. Tahap berikutnya yaitu sang pawang akan membawa calon penari bersama empat dayang lainnya. 

Sang pawang akan memegang kedua tangan calon penari lalu diletakkan diatas asap kemenyan. Calon penari kemudian diikat dengan tali di seluruh tubuh. Setelah itu, calon penari dimasukkan ke dalam sangkar (kurungan) ayam dengan diberi kostum sintren dan perlengkapan make up. Selanjutnya setelah kurungan dibuka, penari Sintren pun secara ajaib terlepas dari ikatan yang melilitnya dan telah mengenakan kostumnya. 

Penari Sintren
via boombastis.com

Penari Sintren kemudian akan langsung mulai menari tanpa ada komando sebelumnya. Dengan gerakan tangan sederhana dan kaki yang dihentak-hentakkan, maka pertanda pertunjukan Sintren sudah dimulai. Dalam kesenian Sintren ada istilah yang disebut Balangan. Balangan yaitu situasi saat penari Sintren sedang menari, lalu penonton ada yang melempari saweran ke arah sintren.

Setiap terkena lemparan, maka penari sintren akan jatuh pingsan. Sang pawang pun akan memasukkan roh kembali ke tubuh penari tersebut agar dapat berdiri lagi. Biasanya, penonton yang melemparkan uang tersebut akan diperbolehkan untuk menari dengan sintren. Selain Balangan, ada juga yang disebut Temohan. Temohan yaitu saat penari sintren dengan membawa tampah atau nampan mendekati penonton untuk meminta tanda terima kasih berupa uang. 
Busana penari sintren ada dua macam, yaitu busana saat sebelum dimasukkan ke dalam kurungan dan busana setelahnya. Biasanya, sebelum masuk ke dalam kurungan penari memakai pakaian sederhana atau pakaian putih dan kacamata hitam dengan kondisi terikat oleh tali. Setelah dimasukkan ke dalam kurungan dan diberi make up serta kostum khusus, maka setelah keluar dari kurungan penari sintren telah lepas dari ikatan dan mengenakan kostum khusus untuk menari. 

Inilah salah satu yang menjadi keunikan tari Sintren selain tentunya saat menari dalam keadaan trance. Untuk syair lagu yang dimainkan, biasanya menggunakan lagu-lagu jawa, sedangkan alat musik pengiringnya terdiri dari bumbung besar atau gamelan sederhana. Namun seiring zaman alat musik yang dimainkan menjadi lebih modern. Pengiring tarian Sintren pada masa kini sudah banyak yang memakai gamelan, bahkan organ tunggal sebagai musik pengiringnya. 

Pada mulanya, pementasan tari Sintren biasa dilaksanakan pada malam hari saat bulan purnama atau saat malam kliwon. Hal ini juga berkaitan dengan ritual atau kepercayaan yang berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam tubuh penari tersebut. Namun seiring perkembangan zaman, pada masa kini tari Sintren juga biasa dipentaskan pada berbagai event untuk tujuan menghibur masyarakat. 

Kesenian Sintren kini masih dapat ditemui saat acara-acara tertentu seperti hajatan pernikahan, khitanan, atau untuk memeriahkan peringatan hari-hari besar seperti bersih desa, sedekah laut, perayaan kemerdekaan dan lain-lain. (Diolah dari berbagai sumber)

Labels: Seni Budaya

Thanks for reading Sintren, Kesenian Unik Bernuansa Mistis di Pantura Jawa. Please share...!

0 Komentar untuk "Sintren, Kesenian Unik Bernuansa Mistis di Pantura Jawa"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.