Riwayat Hidup Tumenggung Bahurekso, Bupati Kendal pertama, Panglima Perang Mataram

Pada beberapa artikel saya yang lalu, yakni artikel tentang Sejarah Kabupaten Kendal, Kesenian Sintren, dan sepintas tentang Sejarah Kerajaan Islam di Nusantara (Mataram), nama tokoh ini beberapa kali saya sebut sebagai tokoh yang banyak berperan dalam sejarah dan kebudayaan di negeri ini (khususnya Jawa). Nama tokoh ini yaitu Tumenggung Bahurekso. 

ilustrasi Tumenggung Bahurekso
ilustrasi

Dalam sejarah Mataram Islam, Tumenggung Bahurekso adalah seorang Panglima Perang Mataram yang pernah diberi mandat langsung oleh Sultan Agung untuk menyerang VOC (tahun 1628) di Batavia. Selain itu, karena jasa-jasanya, nama Tumenggung Bahurekso juga merupakan tokoh yang cukup dikenal bagi masyarakat di sepanjang pantura Jawa Tengah (Kendal, Batang, Pekalongan dan sekitarnya).

Tumenggung Bahurekso yang pada masa mudanya bernama Joko Bahu adalah putra dari seorang mantan punggawa Mataram yang bernama Ki Ageng Cempaluk. Pada masa lalu, Ki Ageng Cempaluk memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Pangeran Benawa (Raja Pajang terakhir) dan Sultan Mataram pertama yaitu Panembahan Senopati. Karena dharma baktinya yang besar kepada Mataram, Ki Ageng Cempaluk kemudian diberi  tanah perdikan di sebuah desa kecil bernama Kesesi di dekat kali Comal (sekarang masuk Kabupaten Pekalongan). Nama kesesi sendiri konon berasal dari kata "kasisian" yang artinya pengasingan, karena Ki Ageng Cempaluk sebenarnya diasingkan di tempat tersebut.

Namun adapula yang mengartikan bahwa pengasingan ini dilakukan oleh Ki Ageng Cempaluk saat sudah tua untuk mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saat putranya menginjak dewasa, Ki Ageng Cempaluk kemudian memerintahkan putranya Joko Bahu untuk mengabdikan diri pada keraton Mataram yang saat itu diperintah oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Melihat Joko Bahu sebagai putra Ki Ageng Cempaluk yang memang terkenal sakti dan namanya cukup dikenal di keraton mataram, maka tanpa banyak pertimbangan Sultan Agung pun menerima bakti dari Joko Bahu.

Untuk menunjukan kesetiaannya mengabdi kepada Mataram, Joko Bahu pun harus melewati beberapa tahapan yang menjadi sarat mutlak bagi setiap prajurit yang hendak mengabdi kepada keraton. Pada tahap pertama, Sultan Agung memberi tugas kepada Joko Bahu untuk membendung kali sambong yang saat ini masuk wilayah Batang. Pada zaman dahulu, kali Sambong ini terkenal sangat angker. Sudah beberapa kali usaha pembendungan dilakukan namun selalu saja gagal. Padahal akses Kali Sambong ini cukup penting untuk mengairi sawah-sawah rakyat di sepanjang sungai yang kekeringan setiap musim kemarau. Dengan dibuat bendungan, harapannya hasil panen akan meningkat sehingga kebijakan raja mataram untuk meningkatkan kemakmuran negrinya di bidang pertanian dapat tercapai.

Mendapat tugas dari Sultan Agung, Joko Bahu pun segera berangkat dengan membawa beberapa prajurit untuk membantunya melaksanakan tugas yang tidak ringan itu. Setibanya di Kali Sambong, usaha pembendungan pun dilakukan setahap demi setahap. Namun di tengah-tengah berlangsungnya proyek pembendungan Kali Sambong ini, muncul keanehan-keanehan yang terjadi. Ketika pagi hari saat para prajurit hendak melanjutkan pekerjaan mereka yang belum selesai itu, mereka selalu mendapati tanggul yang mereka kerjakan kemarin telah rontok dan bubar kembali. Kejadian itu terus berulang-ulang sampai tiga hari berturut-turut.

Melihat keganjilan seperti itu, para prajurit pun dibuat bingung bukan kepalang. Joko bahu pun kemudian melakukan tapa brata dan bertemu dengan siluman welut putih yang menunggui kali Sambong tersebut. Terjadi tawar-menawar kepentingan antara Joko Bahu dan Siluman welut putih penunggu Kali sambong, namun hasilnya buntu alias tidak menemui kata sepakat. Jalan terakhir akhirnya terjadilah perkelahian sengit antara kedua belah yang pada akhirnya dimenangkan oleh Joko Bahu. Dengan kemenangan ini, usaha pembendungan Kali Sambong pun dilanjutkan tanpa ada lagi halangan. Pada masa selanjutnya, daerah inilah yang kelak menjadi cikal bakal dari Kadipaten Batang.

Setelah berhasil melaksanakan tugas pertamanya, Joko Bahu kemudian mendapat tugas kembali dari Sultan Agung untuk membuka lahan baru di tepi pantai utara jawa yakni wilayah alas Gambiran. Pada masa itu, daerah ini terkenal sangat angker sehingga dihindari oleh rombongan pedagang yang melakukan perjalanan jauh. Saat melintasi wilayah ini, mereka biasanya lebih memilih lewat jalur sebelah selatan yang lebih aman. Saking angkernya alas gambiran, konon jika ada orang yang masuk ke dalamnya, pasti dia hanya akan berputar-putar di dalamnya dan tidak akan pernah bisa kembali keluar lagi dengan selamat.

Saat Joko Bahu dan para prajuritnya menjalankan tugas untuk membabat hutan gambiran, mereka pun mengalami kejadian serupa. Begitu masuk ke dalam hutan, mereka pun hanya berputar-putar tidak tentu dan tidak bisa bisa menemukan jalan keluar. Melihat hal itu, Joko Bahu pun kemudian melakukan tapa brata yaitu tapa ngidang dengan meniru sifat kidang untuk menghadapi penunggu alas gambiran ini. Namun ternyata Joko Bahu tidak mampu mengalahkan raja siluman penunggu alas gambiran yaitu Dewi Lanjar yang memang diutus oleh Ratu Kidul untuk menggagalkan usaha Joko Bahu tersebut.

Merasa butuh bantuan, Joko Bahu pun kemudian pulang menuju padepokan ayahnya, Ki Ageng Cempaluk untuk meminta masukan atas hal tersebut. Atas saran dari ayahnya, Joko Bahu kemudian melakukan "tapa ngalong", yaitu tapa brata dengan menirukan posisi kalong, yakni tapa dengan kaki menggantung di pohon tiap siang selama 40 hari. Wilayah tempat dimana Joko Bahu melakukan tapa ngalong itu kini disebut "Pekalongan" yang artinya tempat Joko Bahu melakukan tapa kalong. Singkat cerita, Joko Bahu pun akhirnya berhasil mengalahkan Dewi Lanjar dan melanjutkan tugasnya membuka lahan sampai selesai. Setelah kalah dari Joko Bahu, konon Dewi lanjar meminta izin untuk tinggal di Pantai Utara, tepatnya di sekitar Pantai Slamaran, Pekalongan.

Mendengar keberhasilan Joko Bahu, Sultan Agung pun gembira dengan pencapaian tersebut. Semua tugasnya berhasil dijalankannya dengan baik. Bahkan saat ia ditugasi untuk memimpin pasukan Mataram ketika menyerang raja Uling di daerah Sigawok, tugas itu pun berhasil dijalankan dengan baik oleh Jaka Bahu. Atas keberhasilan dan jasa-jasanya ini, Sultan agung kemudian menganugrahkan gelar adipati kepada Joko Bahu dengan gelar Tumenggung Bahurekso dan sekaligus menetapkan wilayah Kendal sebagai daerah kekuasaannya. Sejak saat itulah, Tumenggung Bahurekso pun mulai menjabat sebagai Adipati (Bupati) kendal yang pertama yang dilantik pada tanggal 12 Robiul Awal 1412 Hijriyah atau bertepatan dengan  tanggal 28 Juli 1605.

Suatu ketika, Tumenggung Bahurekso mendapat tugas kembali dari Sultan Agung. Namun kali ini tugasnya berbeda dari tugas-tugas sebelumnya. Kali ini, Sultan Agung menugaskan Ki Bahurekso untuk melamarkan seorang putri cantik dari kali salak bernama Nyi Rantang sari untuk Sultan Agung. Untung tak dapat diraih dan malang tak dapat di tolak. Begitu keduanya bertemu, Nyi rantang sari justru kemudian jatuh cinta kepada Bahurekso dan tidak mau dibawa untuk dipersembahkan kepada Sultan Mataram. Ki bahurekso yang juga jatuh cinta kepada Nyi Rantang Sari pun kemudian mengatur siasat untuk mengatasi hal ini. Muncullah inisiatif Bahurekso untuk mengganti Nyi Rantang Sari yang hendak dibawa kepada Sultan Mataram dengan seorang putri yang tak kalah cantiknya yaitu Endang kalibeluk, seorang putri anak penjual srabi di desa Kalibeluk.

Pada mulanya, siasat Ki Bahurekso ini berhasil membuat Sultan Mataram tidak mengetahuinya. Namun pada akhirnya semuanya terbongkar. Saat Endang Kalibeluk yang menggantikan Nyi Rantang Sari ini disandingkan dengan Sultan Agung, ia tidak kuasa menahan luapan kegembiraannya hingga akhirnya dia mengakui kalau dirinya bukan Nyi Rantang Sari yang dimaksud oleh Sultan Agung. Mendengar kenyataan ini, Sultan Agung pun marah besar. Dia merasa telah ditipu oleh bawahannya, Bahurekso. Sultan Agung pun pada awalnya berniat memberi hukuman mati kepada Bahurekso, namun keputusan ini dapat di cegah oleh patih Singaranu. Sang Patih menyarankan agar Sultan mengganti hukuman tersebut dengan memberi tugas yang amat berat kepada Bahurekso agar ia terbunuh dengan sendirinya.

Pada akhirnya, Sultan agung pun menugaskan Bahurekso sebagai panglima perang untuk menyerang Belanda di Batavia/ Jayakarta (sekarang Jakarta). Singkat cerita, berangkatlah Tumenggung Bahurekso bersama puluhan ribu pasukan armada perangnya menuju Batavia. Saat sampai wilayah Batavia, konon sebelum melakukan penyerangan ia pernah mengumpulkan pasukannya di sebuah daerah yang sekarang bernama Matraman yang artinya mataram-man. Selain itu, ia dan pasukannya juga sempat membendung sungai ciliwung hingga jendral Raveles meninggal karena terserang malaria.

penyerbuan Batavia
ilustrasi Serangan Pasukan Mataram ke Batavia

Mendapat serangan dari pasukan Mataram, pihak Belanda pun sempat dibuat kewalahan. Namun pihak Belanda ternyata tidak kehabisan akal. Pasukan Belanda memakai siasat membakar lumbung-lumbung makanan tentara Mataram sehingga mereka kehabisan perbekalan. Akibatnya, Bahurekso dan pasukannya pun akhirnya menderita kekalahan. Karena kekalahan yang dideritanya ini, Bahurekso pun tidak berani pulang ke kadipaten kendal dan memilih untuk berkelana. Sedangkan versi lain menyebutkan bahwa Ki Bahurekso gugur karena terluka parah sewaktu dalam pertempuran. Ki Bahurekso mengalami luka yang parah hingga kakinya hampir putus karena terkena meriam Belanda. Saat dalam perjalanan pulang, oleh para pengawalnya jasad beliau kemudian dimakamkan di daerah Lebaksiu, Tegal.

Memang ada beberapa tempat yang diklaim oleh masyarakat sebagai makam dari Tumenggung Bahurekso. Ada yang mengatakan berada di Batang, Kendal, dan yang di Lebaksiu Tegal. Namun yang cukup populer di antara makam-makam tersebut adalah makam beliau yang berada di Lebaksiu, Tegal. Begitu pula ada beragam versi mengenai sejarah asal usul dan perjalanan hidup beliau hingga kewafatannya. Namun yang jelas dan disepakati kebenarannya beliau adalah Bupati Kendal pertama, yang juga merupakan salah satu panglima perang kesultanan Mataram yang tangguh. Demikian. Semoga bermanfaat. (diolah dari berbagai sumber)

Labels: Profil Tokoh, Sejarah

Thanks for reading Riwayat Hidup Tumenggung Bahurekso, Bupati Kendal pertama, Panglima Perang Mataram. Please share...!

0 Komentar untuk "Riwayat Hidup Tumenggung Bahurekso, Bupati Kendal pertama, Panglima Perang Mataram"

Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.