Pada tulisan yang telah lampau, kita telah mengetahui tentang sejarah asal usul pensyariatan adzan dan kalimat-kalimatnya. Adzan merupakan salah satu syiar Islam sebagai penanda masuknya waktu shalat. Selain itu, adzan juga biasa dikumandangkan pada waktu-waktu tertentu seperti saat kelahiran bayi dan sebagainya.
Mengumandangkan adzan adalah hak kaum Muslim agar mereka berlomba-lomba dan bersaing untuk melakukannya. Dikatakan bahwa siapa saja yang mengumandangkan adzan (muadzin), maka ia akan menjadi orang yang "paling panjang lehernya" di antara orang-orang lain pada hari kiamat kelak.
via shutterstock.com |
Terkait keutamaan seseorang yang mau menjadi seorang muadzin, dalam sebuah hadits juga disebutkan, "Seandainya orang-orang tahu (pahala) mengumandangkan adzan dan (pahala) berdiri pada barisan (shaf) pertama (ketika shalat berjamaah) dan tidak bisa memperolehnya kecuali dengan mengundi, maka ia akan mengundinya" (HR. Bukhari).
Dari hadits ini digambarkan bahwa kita dianjurkan untuk berlomba-lomba dalam mengumandangkan adzan. Jikalau seandainya kita mengetahui akan fadhilah mengumandangkan adzan, bukan tidak mungkin kita mesti mengundinya untuk menentukan siapa yang berhak, karena saking banyaknya orang yang ingin melakukannya.
Selain keutamaan menjadi seorang muadzin, dalam adzan juga tercakup permasalahan-permasalahan aqidah Islamiyah dan unsur-unsur penting yang terpetik dari kalimat-kalimat adzan. Aspek-aspek tersebut adalah:
Dalam ucapan Allahu Akbar (Allah Maha Besar), terkandung makna yang menunjukkan arti wujud (keberadaan) Allah SWT, kesempurnaan, keagungan, dan kesucianNya. Sesungguhnya Dia Maha Besar lagi Maha Agung, hakNya mendahului segalanya di dunia, bahkan lebih mulia dan berharga dari nyawa manusia.
Dalam syahadat pertama, Asyhadu An Laa Ilaaha Ilallaah (Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), kalimat ini terkandung makna yang menunjukan pada ke Esa an Nya. Dia Maha Tunggal, tempat memohon pertolongan. Tiada yang menandingi kekuasaanNya. Dalam kekuasaanNya lah perputaran langit dan bumi, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dalam syahadat kedua, Asyhadu Anna Muhammadar Rasuulullaah (Saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan/ Rasul Allah), hal ini menunjukan ketetapan risalah bagi Rasulullah SAW dan keharusan/ kewajiban bagi kita untuk mengikuti apa yang telah diperintahnya dan menjauhi apa yang dilarangnya. Allah SWT juga berfirman, "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah" (QS. Al Hasyr, 7).
Penyebutan nama Rasul dalam kalimat adzan juga bertujuan untuk menunjukan kedudukan beliau yang mulia dan agung. Allah pun menyebutkan dalam salah satu firmanNya, "Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu". (QS. Al Insyirah, 4).
Terkait hal ini, Imam Qatadah berpendapat, "Allah SWT telah meninggikan nama Rasulullah SAW di dunia dan akhirat. Maka tidak siapapun dari para penceramah atau da'i, dan juga orang-orang shalat melainkan mereka selalu mengucapkan dua kalimat syahadat yang didalamnya Nama Rasulullah disebutkan".
Al Baghawi mengutip dari Ibnu Abbas RA dan Mujahid juga mengatakan bahwasanya adzan itu juga dimaksudkan untuk menyebut dan meninggikan nama Rasulullah SAW. Sementara itu, dalam salah satu syairnya, Hassan bin Tsabit bersenandung:
"Penutup kenabian itu dimuliakan Allah dengan cahaya, yang berkilau dan dapat disaksikan".
"Namanya bergabung dengan asma Ilahi sewaktu disebut oleh muadzin: Asyhadu, lima kali (dalam adzan dan iqamat)".
"Terpancar namanya karena keagungan Allah SWT, pemilik Arasy".
"Dialah Muhammad (Shallallaahu 'Alaihi Wasallam)"
Dalam ucapan Hayya 'Alash Shalaah (Marilah menunaikan shalat), kalimat ini merupakan dorongan untuk segera menunaikan shalat dan memenuhi panggilan perintah Allah dan RasulNya. Ini merupakan motivasi kekuatan yang secara khusus disebutkan setelah syahadat Rasul, sebab shalat tidak bisa diketahui kecuali dengan bimbingan dan contoh dari Rasulullah SAW.
Dalam ucapan Hayya 'Alal Falaah (Marilah menuju Keberuntungan), merupakan motivasi untuk meraih bagian berupa kebahagiaan dunia dan kemenangan dengan meraih nikmat akhirat. Itulah kemenangan yang besar dan itulah kebahagiaan yang abadi bahkan sampai hari kiamat kelak.
Bagi seorang muadzin, ia akan memperoleh karunia melimpah, balasan yang besar, dan seluruh yang mendengar seruannya akan menjadi saksi baginya kelak pada hari kiamat. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tiada jin, manusia, dan segala sesuatu yang mendengar seruan adzan seorang muadzin melainkan akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat". (HR. Bukhari)
Sungguh, Rasulullah telah membimbing umatnya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat serta sebab-sebab yang dapat mendatangkan syafaat dan rahmat. Oleh karenanya, dianjurkan pula bagi kita untuk berdoa setelah mendengar seruan adzan. Sabda Rasul, "Siapa yang mengucapkan doa selesai mendengar seruan adzan: Allaahumma Rabba Haadzihid Da'watit Taammah, Washshalaatil Qaaimah, Aati Muhammadanil Wasiilata wal Fadhiilah, Wab'atshu Maqaamam Mahmuudanil ladzii Wa'adtahu (Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang didirikan. Anugerahkanlah kepada Muhammad SAW dan keutamaan. Dan anugerahkanlah kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya), maka ia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat" (HR. Bukhari)
Demikianlah di antara aspek-aspek penting dalam adzan sebagai sarana syiar dan dakwah dalam kehidupan Umat Islam. Semoga kita selalu mendapatkan hidayah Allah SWT dalam menapaki kehidupan ini, sehingga dapat meraih kebahagiaan baik di dunia, terlebih di akhirat kelak. Penjelasan di atas dikutip dari buku The Dream, karya Miftahul Asror. Wallahu A'lam.
Labels:
Horizon
Thanks for reading Aspek-Aspek Penting dalam Panggilan Adzan. Please share...!
0 Komentar untuk "Aspek-Aspek Penting dalam Panggilan Adzan"
Terima kasih telah berkunjung ke blog saya, silahkan berkomentar dengan sopan. Maaf, Komentar berisi Link Aktif, Promosi Produk Tertentu, J*di, P*rn*, Komentar berbau SARA dan Permusuhan, tidak akan dipublish.